Liputan6.com, Jakarta - Pucuk pimpinan World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa saat ini pihaknya tidak bisa lagi mengungkapkan kengerian yang terjadi usai serangan di Gaza.
"Kami kehabisan kata-kata untuk menggambarkan kengerian yang terjadi di Gaza," kata Tedros pada Kamis, 2 November 2023 di Jenewa.
Baca Juga
Sejak serangan pada 7 Oktober 2023, paling tidak sudah lebih dari 10 ribu orang meninggal, yang mana diantaranya adalah 8.500-an korban di Gaza dan 1.500-an korban jiwa di Israel.
Advertisement
Para korban jiwa itu pun lebih dari 70 persen adalah anak-anak dan perempuan.
Efek serangan balik Israel atas gempuran Hamas beberapa waktu lalu membuat rumah sakit di Gaza penuh dengan korban luka-luka. Bukan cuma di bangsal perawatan, saking banyaknya korban, koridor-koridor pun dipenuhi aktivitas merawat korban luka.
Lalu, kamar mayat juga membludak. Belum lagi ditambah akses kesehatan terbatas membuat dokter melakukan operasi tanpa anestesi.
"Situasi di Gaza tak lagi bisa digambarkan," kata Tedros.
Ribuan Orang Cari Perlindungan
Pemboman ke Gaza membuat ribuan orang mencari tempat mengungsi. Alhasil, sekolah-sekolah jadi tempat yang amat penuh dengan mereka yang ingin menyelamatkan diri dari hujan serangan Israel.
Kebutuhan akan makanan dan air sudah tak terbantahkan lagi bagi para korban. Belum lagi, risiko penyebaran wabah penyakit juga mengintai lantaran toilet di tempat pengungsian tak berfungsi dengan baik.
"Di mana-mana penuh ketakutan, terlihat kematian, dan kehilangan," sebut Tedros dalam video.Â
Perempuan Palestina Jalani Operasi Caesar Tanpa Anestesi
Tak hanya melakukan serangan, Israel juga menutup jalur bagi bantuan kebutuhan dasar warga seperti pangan, obat-obatan, dan lainnya.
Stok obat yang tak lagi memadai membuat seorang perempuan Palestina menjalani operasi persalinan caesar tanpa anestesi. ActionAid melaporkan di tengah pengeboman hebat Israel di Jalur Gaza.
"Setiap hari kami mendengar dokter-dokter melahirkan bayi dari perempuan yang sekarat. Ini adalah bencana besar," ungkap badan amal ActionAid, seperti dilansir The Guardian, Rabu (1/11/2023).
Actionaid menyebut situasi rumah sakit-rumah sakit di utara Gaza sangat genting. Rumah Sakit Al-Quds dan Rumah Sakit Al-Shifa disebut sudah tidak menerima pasokan bantuan sama sekali.
"Kekacauan dan kengerian yang terjadi di Gaza berdampak buruk pada perempuan," kata spesialis gender dan advokasi ActionAid yang berbasis di Ramallah Soraida Hussein-Sabbah.
Advertisement
Krisis Air Bersih
ActionAid juga mengungkapkan bahwa pihaknya sangat prihatin terhadap kurangnya air bersih. Lalu, kondisi kebersihan yang memprihatinkan berkontribusi terhadap meningkatnya penyakit, serta kemunduran kehidupan di seluruh wilayah Palestina.
"Sedikit bantuan yang 'menetes' ke Gaza nyaris tidak menyentuh sisi krisis kemanusiaan yang sedang terjadi," kata kelompok itu.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric menuturkan bahwa 33 truk yang membawa air, makanan dan pasokan medis memasuki Gaza melalui Rafah pada Minggu (29/10/2023). Bahkan, jumlah tersebut sangat jauh dari mendekati cukup.
Â