Menteri PPPA: Perempuan Hebat Terbentuk dari Lingkungan Suportif Tanpa Diskriminasi dan Kekerasan

Melahirkan perempuan hebat, perempuan harus bebas dari kekerasan, diskriminasi, dan stigma.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 18 Feb 2024, 06:00 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2024, 06:00 WIB
Menteri PPPA: Perempuan Hebat Terbentuk dari Lingkungan Suportif Tanpa Diskriminasi dan Kekerasan
Menteri PPPA: Perempuan Hebat Terbentuk dari Lingkungan Suportif Tanpa Diskriminasi dan Kekerasan. /copyright freepik.com,

Liputan6.com, Jakarta Perempuan hebat dapat terbentuk dari lingkungan yang suportif, aman dan setara. Maka dari itu, penting untuk melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.

Hal ini disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga dalam kuliah umum di Universitas Warmadewa, Denpasar, Bali, Senin, 12 Februari 2024.

“Untuk melahirkan perempuan hebat, perempuan itu harus bebas dari kekerasan, bebas dari diskriminasi, bebas dari stigma,” kata Bintang mengutip laman resmi KemenPPPA.

Sayangnya, perempuan sering kali tidak punya mimpi untuk dirinya sendiri. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk semua pihak agar membangkitkan kekuatan dan mimpi perempuan demi dirinya untuk menjadi perempuan hebat dan menghasilkan generasi hebat.

Tantangan perempuan untuk mencapai kesetaraan dalam pembangunan begitu beragam, lanjut Bintang. Realitanya, nilai indeks pengukur seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) masih menunjukkan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki.

Demikian juga ketimpangan dalam Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang sangat tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), TPAK perempuan pada 2023 baru menunjukkan 54,42 persen sedangkan TPAK laki-laki jauh melampaui dan mencapai 83, 98 persen.

“TPAK perempuan hingga kini masih rendah dibandingkan laki-laki. Padahal menurut data, 60 persen dari total pelaku UMKM di Indonesia adalah perempuan.”

Riset Perlu Sensitif Terhadap Jawaban Perempuan

Selain itu, lanjut Bintang, dari banyak daerah di Indonesia yang ia kunjungi, serta dari dialog dengan para perempuan ia menemukan hal menarik. Banyak sekali perempuan atau ibu rumah tangga yang ternyata juga berwirausaha atau memiliki pekerjaan sampingan.

“Ini perlu digali lebih jauh, makanya penting untuk civitas akademika juga ikut berperan meneliti hal ini,” jelas Bintang.

Bintang mengatakan, pertanyaan dalam wawancara penelitian atau riset perlu lebih sensitif terhadap jawaban-jawaban perempuan.

Seringkali ketika perempuan di daerah dihadapkan dengan pertanyaan tentang pekerjaan, jawabannya hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Padahal menurut Menteri PPPA, jika digali lebih dalam jawaban perempuan bisa sangat beragam seperti berwirausaha.

Soroti Urgensi UU TPKS

Di lain sisi, Menteri PPPA juga menyoroti urgensi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk terus disosialisasikan di lingkungan kampus dan masyarakat.

Mengingat kampus sebagai ruang intelektual, Menteri PPPA berharap siapapun terutama perempuan harus merasa aman dan nyaman di kampus dan terhindar dari kekerasan seksual.

“Saat ini kita sudah memiliki Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai terobosan dan pembaharuan hukum dalam hal strategi nasional perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual dari hulu hingga hilir.”

“Perguruan tinggi dapat memainkan peranan kunci dengan ikut membumikan UU TPKS terutama di lingkungan kampus,” tutur Bintang.

Harapkan Peran Aktif Perguruan Tinggi

Selaku mitra KemenPPPA, perguruan tinggi diharapkan dapat mengalirkan pemahaman terkait UU TPKS dan berbagai peraturan turunannya, serta layanan penunjangnya.

Implementasi Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi juga harus dilakukan. Tujuannya, agar kampus memiliki payung hukum dan penanganan yang komprehensif terhadap kasus kekerasan seksual.

“Kami berharap Universitas Warmadewa dapat ikut serta dalam melakukan sosialisasi UU TPKS melalui Tridharma Perguruan Tinggi sebagai pijakan untuk berkolaborasi.”

“Selain itu tidak hanya membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), tetapi satgas ini juga harus betul-betul berperan maksimal dalam memberikan perlindungan kepada mahasiswi-mahasiswi yang ada di sini,” tegas Bintang.

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya