Perpres Perlindungan Anak dari Dampak Game Online Ditargetkan Rampung Tahun Ini

Peraturan Presiden (Perpres) mengenai perlindungan anak dari game online bakal segera dirampungkan.

oleh Tim Health diperbarui 18 Apr 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2024, 09:00 WIB
FOTO: Pembatasan Waktu Bermain Game Online di China
Seorang pria bermain game komputer di sebuah kafe internet di Beijing, China, Jumat (10/9/2021). Pejabat China memanggil perusahaan game, termasuk dua yang terbesar yaitu Tencent dan NetEase, untuk membahas pembatasan lebih lanjut pada industri game online. (GREG BAKER/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) mengenai perlindungan anak dari game online bakal segera dirampungkan. Peraturan tersebut guna merespons maraknya tindak kriminalitas seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual serta perundungan yang dilakukan anak-anak karena pengaruh game online.

"Progresnya sudah harmonisasi antara kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah sehingga tugas dan fungsi serta kewenangannya tidak tumpang tindih. Insya Allah tahun ini ditargetkan rampung," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar di Jakarta, Rabu, dilansir Antara.

Game yang mengandung kekerasan, kata Nahar, berdampak sangat buruk pada perkembangan mental dan perilaku anak dan remaja.

Menurutnya, pemerintah akan terus mengawasi konten atau game online yang mengandung kekerasan, termasuk adanya kemungkinan pemblokiran game seperti Free Fire.

"Pengaruhnya banyak dan sangat kompleks. Risiko yang dihadapi termasuk konten, perilaku, kontak fisik, perilaku konsumen. Konten-konten tidak sesuai dengan rating usia anak-anak. Ini -Free Fire- yang harusnya diperketat dan diawasi, mengingat risiko-risiko dari perkembangan perilaku yang dapat membahayakan dan mempengaruhi anak-anak," kata Nahar.

Dampak game yang mengandung kekerasan juga dijelaskan oleh psikolog Stenny Prawitasari. Menurutnya, game tersebut berisiko memengaruhi kesehatan mental dan emosional anak.

""Game seperti Free Fire mengandung adegan kekerasan yang intens, termasuk pertempuran dan penggunaan senjata. Bermain game semacam ini secara berulang dapat membuat anak-anak mungkin menjadi kurang peka terhadap konsekuensi nyata dari tindakan kekerasan," katanya.

 

Hasil Studi

Dia menjelaskan, beberapa penelitian menunjukkan korelasi antara bermain game dan peningkatan agresi pada anak.

Dalam lingkungan yang kompetitif seperti game bergenre battle royale, anak-anak lebih rentan terhadap perilaku agresif, seperti berkata kasar atau mengekspresikan kemarahan saat kalah dalam permainan.

Game tersebut juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan keterampilan sosial dan kemampuan berkomunikasi anak-anak.

 

Perlu Perhatian Khusus

Oleh karena itu, Stenny mengatakan, pemerintah perlu memberi perhatian lebih serius terhadap dampak game online pada anak-anak. Seperti upaya memperketat regulasi dan aturan penggunaan game online, khususnya bagi kalangan anak-anak.

"Pembatasan akses dan pengawasan terhadap konten game yang mengandung kekerasan dan tidak sesuai dengan usia anak perlu diperkuat untuk melindungi generasi mendatang dari potensi dampak negatif," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya