Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)Â menggemakan pentingnya eliminasi lemak trans industrial di Indonesia. Penelitian WHO terbaru di Tanah Air menunjukkan bahwa masih banyak makanan yang tinggi akan lemak trans dan masih beredar dengan bebas.Â
Penelitian WHO di Jakarta dan Bogor pada 2023 mengambil 130 sampel dengan 4 kategori makanan, yaitu lemak dan minyak, margarin dan selai, makanan kemasan dan makanan siap saji.
Baca Juga
Hal yang melandasi dilaksanakannya penelitian ini adalah adanya peningkatan risiko serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung koroner, salah satu akibat dari konsumsi lemak trans.
Advertisement
"Di Indonesia, penyakit tidak menular bertanggung jawab atas 73% dari seluruh angkat kematian, dan salah satunya adalah penyakit jantung," ucap Lubna Bhatti selaku Team Leader Noncommunicable Diseases and Healthier Population, WHO Indonesia menyampaikan dalam acara Peluncuran Kajian Sumber Asam Lemak Trans pada Pangan di Jakarta (6/5/2024).
Hasil dari penelitian menunjukkan 11 dari 130 atau 8,46% sampel tersebut memiliki kandungan lemak trans yang tinggi, yaitu diatas 2% dari total lemak. Padahal WHO sudah mengeluarkan anjuran bahwa makanan hanya boleh mengandung lemak trans kurang dari 2% dari total lemak yang sudah diikuti oleh 53 negara di dunia.
Kandungan lemak trans yang tinggi ditemukan pada produk-produk yang banyak dikonsumsi seperti biskuit, wafer, bolu, pastri, dan jajanan kaki lima seperti martabak dan roti maryam.
Kandungan lemak trans yang tinggi juga ditemukan pada bahan-bahan yang banyak digunakan untuk membuat kue dan roti seperti mentega putih atau shortening serta campuran margarin dan mentega.
Bahan makanan yang mengandung lemak trans tertinggi merupakan campuran margarin dan mentega yang merupakan produk impor, yaitu sebanyak 22,68 g ALT atau setara dengan 10 kali lebih tinggi dibandingkan anjuran dari WHO.
Rekomendasi WHO Untuk Kondisi Tersebut
Dengan ditemukannya kondisi dimana masih banyak makanan yang tinggi akan lemak trans di Indonesia, WHO merekomendasikan dua hal yang dapat diimplementasikan untuk menyelesaikan permasalahan.
Pertama, Indonesia perlu menetapkan peraturan eleminasi lemak trans industrial dengan membatasi kandungan lemak trans 2% dari kandungan lemak total di segala produk makanan.
Kedua, melarang produksi, penggunaan, penjualan, dan impor minyak terhidrogenasi sebagian (PHO)
Tanpa adanya peraturan eliminasi lemak trans, Indonesia menghadapi risiko masuknya produk-produk yang menganduk lemak trans tinggi sehubungan dengan para produsen yang menyasar pasar-pasar yang masih mengizinkan produk tersebut.
"Cara yang paling tepat untuk mengurangi atau bahkan meniadakan pasar-pasar tersebut adalah melalui regulasi dan penguatannya," tutur Lubna.
Advertisement
Contoh Negara yang Memiliki Regulasi Mengenai Eliminasi Lemak Trans Industrial
Kenya merupakan salah satu negara yang dijadikan contoh oleh WHO untuk menunjukkan efektifitas regulasi mengenai eliminasi lemak trans industrial.
Kebijakan Kenya tersebut berpotensi menyelamatkan 50.000 nyawa, mencegah lebih dari 100.000 kasus baru penyakir jantung sepanjang masa hidup penduduk dan menghemat biaya perawatan kesehatan sebesar USD270 juta atau lebih dari Rp4 triliun.
Selain Kenya, Dante Saksono Harbuwono, Wakil Menteri Kesehatan RI juga menjadikan negara Denmark sebagai contoh negara yang sudah melaksanakan regulasi eliminiasi lemak trans industrial semenjak tahun 2003.
"Denmark adalah negara pertama yang melarang asam lemak trans industri pada makanan. Dan ini sudah dilakukan sejak tahun 2003, berarti 20 tahun yang lalu," ucapnya pada kesempatan yang sama.Â
Hasil dari regulasi tersebut, dalam kurun waktu 10 tahun, angka kematian penyakit jantung dan pembuluh darah hanya mencapai 20 persen tanpa intervensi lain apa pun.