13 Persen Populasi Indonesia Rawan Alami Parkinson, Ketahui Gejalanya

Parkinson adalah penyakit neurodegenerative. Artinya, terjadi proses penuaan pada sistem saraf di otak saat zat dopamin yang dihasilkan terus mengalami penurunan hingga 30 persen.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 17 Mei 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2024, 18:00 WIB
13 Persen Populasi Indonesia Rawan Alami Parkinson, Simak Gejala hingga Penanganannya
13 Persen Populasi Indonesia Rawan Alami Parkinson, Simak Gejala hingga Penanganannya. (Photo Copyright by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia tergolong negara aging population di mana sekitar 13 persen populasinya berusia lebih dari 60 tahun sehingga rawan terkena Parkinson.

Faktor lingkungan, polusi, gaya hidup memiliki andil seseorang terkena penyakit Parkinson.

Menurut dokter spesialis saraf RS Siloam Lippo Village, Rocksy Fransisca V. Situmeang, Parkinson adalah penyakit neurodegenerative. Artinya, terjadi proses penuaan pada sistem saraf di otak saat zat dopamin yang dihasilkan terus mengalami penurunan hingga 30 persen. Umumnya, penyandang Parkinson kesulitan mengontrol gerakan tubuhnya terutama tangan.

Saman Zafar & Sridhara S.Yaddanapudi (2023) dari National Library of Medicine menyebutkan, setiap 1 persen orang berusia di atas 60 tahun terkena Parkinson. Namun, seiring berjalannya waktu dan umur seseorang, penuaan sistem saraf pun terus mengalami kemunduran dan bisa terjadi mulai pada usia 50, 40, hingga usia 30 tahun.

”Secara teori, sebesar 15 persen penyakit Parkinson dipengaruhi dari faktor genetik,” ujar Rocksy mengutip Ted Dawson, M.D., Ph.D., Director of the Institute for Cell Engineering, John Hopkins Medicine.

Ketika seseorang terkena penyakit Parkinson, yang pertama dilakukan adalah pergi ke dokter spesialis saraf untuk pengecekan lebih lanjut.

Pemberian obat-obatan yang tepat dari dokter akan meningkatkan kualitas hidup seorang pasien menjadi lebih baik.

“Selain mengonsumsi obat-obatan, tentu pasien penyakit Parkinson juga membutuhkan latihan secara rutin untuk melatih gerak otot agar tidak mengalami kekakuan. Pada penyandang Parkinson juga perlu diimbangi dengan nutrisi yang cukup agar menjaga badan pasien Parkinson tetap fit,” jelas Rocksy dalam keterangan pers dikutip Jumat (17/5/2024).

4 Gejala Parkinson

dokter spesialis saraf RS Siloam Lippo Village, Rocksy Fransisca V. Situmeang
Dokter spesialis saraf RS Siloam Lippo Village, Rocksy Fransisca V. Situmeang soal Parkinson. Foto: Siloam Hospitals Group.

Rocksy menambahkan, gejala penyakit Parkinson bisa disingkat menjadi TRAP, yaitu:

Tremor (Bergetar)

Tremor adalah gejala paling umum pada Parkinson. Tremor umumnya terlihat pada tangan, sering terjadi dimulai saat istirahat. Tremor biasanya terasa di satu sisi tubuh terlebih dahulu, kemudian menyebar ke sisi lain seiring dengan perkembangan penyakit.

Rigidity (Kekakuan)

Kekakuan otot dapat membuat gerakan tubuh menjadi terhambat dan sulit dilakukan. Kekakuan otot yang paling sering terjadi pada Parkinson adalah kekakuan pada lengan, tungkai, dan leher.

Akinesia (Gerakan Lebih Lambat)

Akinesia atau bradikinesia merujuk pada gerakan yang menjadi lebih lambat. Gerakan seperti berjalan, bicara dan aktivitas lain menjadi terganggu.

Postural Instability (Ketidakstabilan Postur)

Ketidakstabilan postur adalah gejala yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan dan postur tubuh yang baik. Pasien Parkinson sering kali memiliki ketidakstabilan saat berdiri atau berjalan, sehingga berisiko jatuh.

Selain gejala di atas, ada yang disebut gejala secara non motorik, seperti susah untuk tidur, gangguan penciuman, gangguan buang air besar (BAB), dan susah menelan. 

Minimalisasi Risiko Parkinson

Parkinson adalah penyakit yang tidak bisa dicegah, tapi dapat diminimalisasi dengan memperbaiki pola hidup.

Rocksy menyebutkan beberapa tips untuk meminimalisasi risiko penyakit Parkinson, yakni:

  • Konsumsi makanan bergizi
  • Minum air mineral yang cukup
  • Konsumsi buah dan sayur yang alami (tanpa pestisida)
  • Menjaga lingkungan tetap bersih sehingga kualitas udara di sekitar tetap terjaga.

“Satu lagi yang tidak kalah penting, tingkat stres juga dapat memengaruhi seseorang terkena Parkinson. Oleh karena itu, perlu untuk terus mengontrol emosi pada diri kita sendiri dan menghindari hal-hal yang dapat memicu stres kita naik,” papar Rocksy.

Jenis Pengobatan Parkinson

Lebih lanjut Rocksy mengatakan, terdapat tiga jenis pengobatan yang dapat digunakan ke pasien Parkinson, melalui obat-obatan, terapi fisik, dan dengan metode operasi. Berikut merupakan penjelasan singkat mengenai ketiga jenis pengobatan tersebut:

Obat

Obat-obatan menjadi metode utama dalam mengelola penyakit Parkinson. Dokter dapat meresepkan berbagai macam obat yang bertujuan mengontrol gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Terapi Fisik

Fisioterapi menjadi bagian penting dalam manajemen penyakit Parkinson. Terapis fisik akan bekerja sama dengan pasien untuk mengembangkan program latihan khusus yang bertujuan meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan koordinasi gerakan.

Latihan conditioning dan pelatihan keseimbangan dapat membantu pasien meningkatkan kemampuan bergerak dan mengurangi risiko jatuh.

Deep Brain Stimulation (DBS)

DBS adalah sebuah prosedur bedah yang ditujukan untuk mengurangi gejala Parkinson yang tidak terkontrol dengan obat-obatan.

Proses ini melibatkan penanaman elektroda tipis ke dalam area otak yang bertanggung jawab akan kontrol gerakan. Elektroda tersebut dihubungkan dengan sebuah perangkat. Pemilihan pas yang sesuai dan evaluasi yang cermat diperlukan untuk memastikan keberhasilan dan keamanan prosedur ini.

INFOGRAFIS JOURNAL: Lansia di Indonesia Diperkirakan Capai 20 persen dari Jumlah Keseluruhan pada 2045
INFOGRAFIS JOURNAL: Lansia di Indonesia Diperkirakan Capai 20 persen dari Jumlah Keseluruhan pada 2045 (Liputan6.com/Abdillah).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya