Estimasi Beban Kasus Tuberkulosis Baru di Indonesia Meningkat Jadi 1 Juta Lebih per Tahun

Berdasarkan Global TB Report 2023, estimasi beban kasus TB baru di Indonesia mengalami peningkatan dari semula 969.000 kasus menjadi 1.060.000 kasus atau 385 per 100.000 penduduk (10 persen).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 06 Nov 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2024, 17:00 WIB
Antusias Warga Mengikuti Skrinning Penyakit TBC
Warga melihat hasil ronsen mobile X-Ray Artificial Intelligence saat kegiatan skrining penyakit tuberkulosis (TBC) di Kantor Kecamatan Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (4/1/2023). Penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mengungkap situasi terkini tuberkulosis alias TB di Indonesia.

Berdasarkan Global TB Report 2023, estimasi beban kasus TB baru di Indonesia mengalami peningkatan dari semula 969.000 kasus menjadi 1.060.000 kasus atau 385 per 100.000 penduduk (10 persen). Dengan angka kematian sebesar 134.000 atau 49 per 100.000 penduduk.

“Hal ini merupakan salah satu dampak dari penurunan penemuan kasus TBC di tahun 2020 dan 2021, dikarenakan adanya pandemi COVID-19, yang kemudian berakibat penularan TBC ke orang di sekitar pasien TBC yang belum diobati,” mengutip keterangan yang disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Aji Muhawarman, dikutip Rabu (6/11/2024).

Keterangan yang disampaikan Aji juga memaparkan, capaian notifikasi kasus TBC tahun 2021, 2022 dan 2023 cenderung mengalami peningkatan.

Berdasarkan data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB), notifikasi kasus TBC tahun 2021 sebesar 443.235 kasus, tahun 2022 sebesar 724.309 kasus, dan tahun 2023 sebesar 821.200 kasus.

Hingga 29 Oktober 2024, secara nasional capaian penemuan kasus TBC mencapai 692.420 (63 persen dari target 90 persen).

Penemuan kasus untuk TBC sensitif obat (SO) sebesar 681.185 (98 persen) dan TBC resisten obat (RO) sebesar 11.235 (2 persen).

Gap antara TBC SO dan RO yang Diobati

Aji menyampaikan, masih terdapat gap antara kasus TBC SO dan RO yang diobati. Kasus TBC SO yang diobati adalah 86 persen (target 100 persen) dan kasus TBC RO yang diobati hanya 65 persen (target 90 persen).

Angka keberhasilan pengobatan TBC SO mencapai 81 persen (target 90 persen) dan TBC RO baru mencapai 56 persen (target 80 persen).

“Harapannya semua kasus TBC yang sudah ditemukan dan dilaporkan, bisa dilakukan inisiasi pengobatan secepatnya dan melaksanakan pengobatan hingga tuntas,” mengutip keterangan yang disampaikan Aji.

Terapi Pencegahan TBC Masih Didorong

Guna melawan TB, upaya pencegahan melalui pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) masih tetap didorong.

TPT merupakan pemberian obat untuk mencegah TBC pada orang yang berisiko tinggi terkena TBC, seperti kontak erat penderita TBC dan orang dengan HIV/AIDS.

Per Oktober 2024, capaian pemberian TPT pada kontak serumah telah mencapai 12,4 persen. Capaian ini sudah meningkat hampir enam kali lipat dari tahun 2023.

Strategi Pemerintah Tangani TBC

Adapun strategi penanganan TBC yang diupayakan pemerintah yakni:

  1. Imunisasi BCG pada bayi.
  2. Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).
  3. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
  4. Pengembangan vaksin TBC. 
  5. Penemuan Kasus TBC.
  6. Surveilans TBC untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyebarkan data TBC. Data TBC yang akurat sangat penting untuk perencanaan, monitoring, dan evaluasi program penanggulangan TBC.
  7. Peningkatan Kapasitas Fasilitas Pelayanan Kesehatan TBC. Pemerintah Indonesia terus meningkatkan kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan TBC, baik dari segi alat diagnostik, logistik OAT/non OAT, sumber daya manusia, sistem informasi dan pencatatan pelaporan.
  8. Menggerakan upaya penemuan kasus melalui skrining, baik di fasyankes pemerintah serta penguatan di luar fasyankes pemerintah (RS swasta, klinik, TPMD).
  9. Penemuan aktif masif di tempat-tempat beresiko tinggi terjadi penularan TBC, misalnya Lapas/rutan, Pondok pesantren, shelter penampungan, perusahaan padat karya dan lainnya.
  10. Mendorong capaian investigasi kontak (IK) pada seluruh kontak serumah dan kontak erat dari indeks kasus TBC bersama Dinkes, fasyankes dan komunitas.
  11. Penguatan Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi, kabupaten/kota hingga desa melalui rapat reguler bersama Kementerian Dalam Negeri dan seluruh Kepala Daerah Provinsi dan Kab/Kota untuk memantau progress capaian TBC di masing-masing daerah.
  12. Mendorong Gerakan Temukan dan Obati Sampai Sembuh (TOSS TBC). Gerakan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk petugas kesehatan, kader, komunitas, PMO dan keluarga pasien TBC.
  13. Meningkatkan peran multi sektor, baik itu pemerintah, dunia usaha, organisasi masyarakat dan filantropi untuk memberikan pendampingan serta dukungan ekonomi pada pasien TBC.
  14. Penghentian stigma TBC di masyarakat melalui penyebaran komunikasi dan edukasi tentang TBC yang tepat dan mudah diterima masyarakat awam serta berkolaborasi dengan mitra dan komunitas.
  15. Peningkatan kapasitas untuk kader/PMO yang mendampingi pasien TBC.
  16. Pendampingan psikososial bagi pasien TBC oleh komunitas dan organisasi penyintas TBC.
Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya