Liputan6.com, Jakarta - Estimasi beban kasus tuberkulosis atau TB baru di Indonesia mengalami peningkatan dari semula 969.000 kasus menjadi 1.060.000 kasus atau 385 per 100.000 penduduk (10 persen).
Angka ini berdasarkan Global TB Report 2023 yang juga menunjukkan bahwa kematian akibat TB sebesar 134.000 atau 49 per 100.000 penduduk per tahun.
Baca Juga
Merespons angka ini, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melancarkan 16 cara penanganan TBC, yakni:
Advertisement
- Imunisasi BCG pada bayi.
- Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).
- Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
- Pengembangan vaksin TBC.
- Penemuan Kasus TBC.
- Surveilans TBC untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyebarkan data TBC. Data TBC yang akurat sangat penting untuk perencanaan, monitoring, dan evaluasi program penanggulangan TBC.
- Peningkatan Kapasitas Fasilitas Pelayanan Kesehatan TBC. Pemerintah Indonesia terus meningkatkan kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan TBC, baik dari segi alat diagnostik, logistik OAT/non OAT, sumber daya manusia, sistem informasi dan pencatatan pelaporan.
- Menggerakan upaya penemuan kasus melalui skrining, baik di fasyankes pemerintah serta penguatan di luar fasyankes pemerintah (RS swasta, klinik, TPMD).
- Penemuan aktif masif di tempat-tempat beresiko tinggi terjadi penularan TBC, misalnya Lapas/rutan, Pondok pesantren, shelter penampungan, perusahaan padat karya dan lainnya.
- Mendorong capaian investigasi kontak (IK) pada seluruh kontak serumah dan kontak erat dari indeks kasus TBC bersama Dinkes, fasyankes dan komunitas.
- Penguatan Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi, kabupaten/kota hingga desa melalui rapat reguler bersama Kementerian Dalam Negeri dan seluruh Kepala Daerah Provinsi dan Kab/Kota untuk memantau progress capaian TBC di masing-masing daerah.
- Mendorong Gerakan Temukan dan Obati Sampai Sembuh (TOSS TBC). Gerakan ini melibatkan berbagai pihak, termasuk petugas kesehatan, kader, komunitas, PMO dan keluarga pasien TBC.
- Meningkatkan peran multi sektor, baik itu pemerintah, dunia usaha, organisasi masyarakat dan filantropi untuk memberikan pendampingan serta dukungan ekonomi pada pasien TBC.
- Penghentian stigma TBC di masyarakat melalui penyebaran komunikasi dan edukasi tentang TBC yang tepat dan mudah diterima masyarakat awam serta berkolaborasi dengan mitra dan komunitas.
- Peningkatan kapasitas untuk kader/PMO yang mendampingi pasien TBC.
- Pendampingan psikososial bagi pasien TBC oleh komunitas dan organisasi penyintas TBC.
Gencarkan Terapi Pencegahan TBC
Strategi penanganan TB ini disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Aji Muhawarman, lewat keterangan tertulis pada Rabu, 6 November 2024.
Seperti disampaikan di atas, upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya adalah pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT).
TPT merupakan pemberian obat untuk mencegah TBC pada orang yang berisiko tinggi terkena TBC, seperti kontak erat penderita TBC dan orang dengan HIV/AIDS.
Per Oktober 2024, capaian pemberian TPT pada kontak serumah telah mencapai 12,4 persen. Capaian ini sudah meningkat hampir enam kali lipat dari tahun 2023.
Advertisement
Salah Satunya Gegara Pandemi COVID-19
Keterangan yang disampaikan Aji menerangkan bahwa peningkatan estimasi TB baru terjadi lantaran adanya penurunan penemuan kasus TBC di tahun 2020 dan 2021, dikarenakan adanya pandemi COVID-19. Ini berakibat pula pada banyaknya penularan TBC ke orang di sekitar pasien TBC yang belum diobati.
Disampaikan pula bahwa capaian notifikasi kasus TBC tahun 2021, 2022 dan 2023 cenderung mengalami peningkatan.
“Berdasarkan data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB), notifikasi kasus TBC tahun 2021 sebesar 443.235 kasus, tahun 2022 sebesar 724.309 kasus, dan tahun 2023 sebesar 821.200 kasus,” kata Aji lewat keterangan itu.
Hingga 29 Oktober 2024, secara nasional capaian penemuan kasus TBC mencapai 692.420 (63 persen dari target 90 persen).
Penemuan kasus untuk TBC sensitif obat (SO) sebesar 681.185 (98 persen) dan TBC resisten obat (RO) sebesar 11.235 (2 persen).
Gap antara TBC SO dan RO yang Diobati
Aji menyampaikan, masih terdapat gap antara kasus TBC SO dan RO yang diobati. Kasus TBC SO yang diobati adalah 86 persen (target 100 persen) dan kasus TBC RO yang diobati hanya 65 persen (target 90 persen).
Angka keberhasilan pengobatan TBC SO mencapai 81 persen (target 90 persen) dan TBC RO baru mencapai 56 persen (target 80 persen).
“Harapannya semua kasus TBC yang sudah ditemukan dan dilaporkan, bisa dilakukan inisiasi pengobatan secepatnya dan melaksanakan pengobatan hingga tuntas,” terangnya.
Advertisement