Liputan6.com, Jakarta Jelang pergantian tahun, pakar mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi berbagai potensi ancaman kesehatan pada 2025.
Tantangan kesehatan yang kompleks termasuk ancaman penyakit menular yang sudah ada (malaria, HIV, TBC, DHF), risiko pandemi flu burung, dan resistensi antimikroba dapat terjadi di tahun yang baru.
Baca Juga
Selain itu, zoonosis, sanitasi buruk, minim akses air bersih dan masalah gangguan gizi dan dampak perubahan iklim akan semakin memperumit upaya pengendalian penyakit.
Advertisement
Menurut pakar keamanan dan ketahanan kesehatan SPS YARSI & CEPH Griffith, Dicky Budiman, beberapa potensi ancaman utama yang dihadapi Indonesia di 2025 adalah:
Malaria, HIV, dan Tuberkulosis (TBC)
Malaria, HIV, dan TBC diperkirakan tetap menjadi masalah besar di Indonesia pada 2025, mengingat tingkat kematian globalnya mencapai sekitar 2 juta jiwa setiap tahun.
Malaria masih menjadi endemik di beberapa wilayah Indonesia, terutama di daerah timur seperti Papua dan Nusa Tenggara. Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan akses pengobatan antiretroviral (ARV) dan mengurangi stigma sosial HIV.
Di samping itu, Indonesia termasuk dalam daftar negara dengan beban TBC tertinggi, dan timbulnya resistensi antibiotic dapat memperburuk situasi.
Flu Burung (H5N1)
Flu burung tipe H5N1, yang telah menyebar luas pada unggas domestik dan liar, menjadi perhatian global dan nasional. Di Amerika Serikat, kasus penularan pada manusia meningkat dengan angka kematian mencapai 30 persen dari total infeksi manusia.
Di Indonesia, populasi unggas yang besar dan kurangnya pengawasan ketat meningkatkan risiko transmisi ke manusia (zoonosis), terutama di peternakan kecil yang belum tersentuh regulasi ketat.
Risiko Pandemi Baru
Risiko pandemi baru juga menjadi salah satu yang tak boleh lepas dari perhatian. H5N1 bisa saja mengalami mutasi.
“Satu mutasi genetik saja pada virus ini dapat membuatnya lebih mudah menular antar manusia, yang berpotensi memicu pandemi,” kata Dicky dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, dikutip Senin (30/12/2024).
Resistensi Antimikroba
Penyalahgunaan antibiotic, resep obat tidak terkontrol dan antimikroba dapat menyebabkan peningkatan kasus infeksi yang sulit diobati karena adanya Resistensi Antimikroba (AMR).
Penyakit yang disebabkan oleh patogen resisten, seperti HIV drug resistant, TBC resisten obat, gonorrhoea resisten antibiotic dan infeksi bakteri lainnya, menjadi ancaman serius.
Resistensi antibiotik dapat membuat pengobatan penyakit yang sebelumnya mudah diobati menjadi sulit dan berbiaya tinggi.
Advertisement
Zoonosis dan Penyakit Baru
Penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia (zoonosis), seperti Mpox (cacar monyet), Ebola, Zika dan rabies, tetap menjadi tantangan. Terutama di daerah dengan literasi rendah, kontak dengan alam liar dan populasi hewan liar yang tinggi serta tingkat vaksinasi hewan yang rendah.
Dampak Perubahan Iklim pada Penyebaran Penyakit
Tak henti di situ, masalah perubahan iklim juga bisa mendukung penyebaran penyakit seperti:
Demam Berdarah Dengue (DBD): Perubahan iklim yang meningkatkan suhu dan curah hujan di beberapa wilayah memperluas habitat nyamuk Aedes aegypti, vektor utama DBD.
Penyakit pernapasan: Polusi udara dan kebakaran hutan dapat memicu peningkatan kasus penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan asma.
Lonjakan Penyakit Mental
Tak hanya penyakit fisik, penyakit mental pun berpotensi melonjak. Masalah kesehatan mental diprediksi terus meningkat akibat stres ekonomi, ketidakpastian global, dan isolasi sosial.
Depresi, kecemasan, dan bunuh diri menjadi tantangan utama, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda.
Di saat bersamaan, permasalahan penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung serta pembuluh darah akan semakin meningkat.
Seiring dengan populasi penduduk di atas 60 tahun semakin meningkat, gaya sedentary life yang makin merebak. Ditambah dengan pola makan minum yang tinggi kalori, lemak dan gula garam.
Masyarakat juga cenderung semakin terpapar polutan dan tata kota yang tidak ramah pejalan kaki dan ruang terbuka hijau semakin menjauhkan publik dari kualitas hidup sehat.
Advertisement