Â
Liputan6.com, Jakarta - Hari Penyakit Chagas Sedunia diperingati setiap 14 April untuk meningkatkan kesadaran global terhadap penyakit Chagas, infeksi menular yang disebabkan oleh parasit Trypanosoma cruzi.
Peringatan ini penting karena penyakit yang ditularkan melalui gigitan serangga ini bisa berdampak fatal, termasuk menyebabkan gagal jantung, dan menghambat harapan untuk hidup panjang umur.
Advertisement
Menurut Epidemiolog dan PhD Global Health Security, Dr. Dicky Budiman, penyakit Chagas ditularkan oleh serangga yang dikenal sebagai kissing bug atau Triatoma.
"Penularan terjadi saat serangga menggigit dan meninggalkan kotoran di kulit. Ketika seseorang tanpa sadar menggaruk area tersebut, parasit masuk ke dalam tubuh," kata Dicky dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 14 April 2025.
Meskipun penyakit Chagas lebih umum ditemukan di Amerika Latin, peringatan Hari Penyakit Chagas Sedunia menjadi pengingat bahwa penyakit ini termasuk dalam kategori neglected tropical diseases (NTDs).
Penyakit tropis terabaikan ini sering luput dari perhatian, padahal memiliki risiko tinggi, termasuk mengganggu fungsi jantung dan menurunkan kualitas hidup.
Apa Saja Tahapan Penyakit Chagas?
Dalam momentum Hari Penyakit Chagas Sedunia, penting untuk memahami bahwa penyakit Chagas memiliki dua fase, yaitu:
Fase Akut
Fase akut terjadi 1–2 minggu setelah infeksi dan biasanya ringan, seperti demam, kelelahan, dan pembengkakan di area gigitan serangga. Banyak kasus tidak terdeteksi karena gejala yang samar.
Fase Kronis
Fase kronis jauh lebih serius. Sekitar 30 persen pasien akan mengalami komplikasi berat jangka panjang, terutama pada jantung. Hal ini dapat menyebabkan gagal jantung, aritmia, dan pelebaran organ seperti esofagus atau usus besar. Tanpa penanganan, komplikasi ini berisiko mengancam nyawa
Â
Apakah Penyakit Chagas Ada di Indonesia?
Dr. Dicky menyebutkan, sejauh ini belum ada laporan kasus lokal penyakit Chagas di Indonesia karena vektor utama, yaitu serangga Triatominae, tidak ditemukan di Asia Tenggara.
Meski begitu, peringatan Hari Penyakit Chagas Sedunia mengingatkan kita untuk tetap waspada terhadap risiko penyebaran melalui perjalanan dan migrasi internasional, terutama dari wilayah endemis.
Â
Advertisement
Penyakit Chagas: Silent Killer yang Serang Jantung
"Komplikasi paling berbahaya dari penyakit Chagas adalah masalah jantung," tambah Dicky. Dalam fase kronis, parasit dapat menyerang otot jantung dan menyebabkan kardiomiopati.
Ini mencakup pembesaran jantung, gangguan ritme jantung (aritmia), dan pada akhirnya gagal jantung. Kondisi yang bisa berujung pada kematian mendadak.
Inilah alasan mengapa penyakit Chagas disebut sebagai silent killer. Penderitanya bisa hidup bertahun-tahun tanpa gejala yang nyata, lalu tiba-tiba mengalami komplikasi serius.
Hal ini menjadi ancaman besar terhadap harapan hidup panjang umur, terutama jika diagnosis dan pengobatan terlambat dilakukan.
Penyakit Chagas adalah contoh nyata dari penyakit menular yang memiliki dampak global, meskipun lebih banyak ditemukan di Amerika Latin.
Di era global health security saat ini, negara-negara non-endemis seperti Indonesia tetap perlu waspada, terutama dalam konteks migrasi, perjalanan, dan transfusi darah.
Â
Bagaimana Cara Cegah Penyakit Chagas?
Memperingati Hari Penyakit Chagas Sedunia, Dr. Dicky Budiman menekankan pentingnya memutus rantai penularan penyakit Chagas untuk mencegah komplikasi serius seperti gagal jantung dan menjaga harapan hidup panjang umur.
Berikut beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan:
1.Perbaikan rumah di wilayah endemis
Menghilangkan tempat persembunyian serangga vektor seperti kissing bug dengan menutup celah pada dinding atau atap jerami.
2. Penyemprotan insektisida
Dilakukan secara berkala di daerah endemis untuk mengendalikan populasi serangga pembawa penyakit.
3. Skrining darah dan organ donor
Untuk mencegah penularan penyakit Chagas melalui transfusi darah atau transplantasi organ.
4. Edukasi masyarakat
Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan cara menghindari gigitan serangga.
5. Skrining pada pelaku perjalanan dan migran
Terutama dari wilayah Amerika Latin, meskipun Indonesia bukan negara endemis. Ini menjadi langkah penting dalam mencegah penyebaran dan menjaga kesehatan masyarakat global.Â
"Untuk negara non-endemis seperti Indonesia, penting juga melakukan skrining pada pelaku perjalanan atau migran dari daerah Amerika Latin," pungkasnya.
Advertisement
