YPKKI Harap Izin Praktik Dokter Tamtam Dicabut Seumur Hidup

Dalam menengahi kasus pencabutan STR dokter Tamtam, YPKKI berharap ada tindak tegas dari hukum untuk dokter ini.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 19 Agu 2013, 17:06 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2013, 17:06 WIB
mala-praktek-130411c.jpg
Dalam menengahi kasus pencabutan STR (Surat Tanda Registrasi) dokter Tamtam, Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) berharap ada sikap tegas dari penegak hukum. Bahkan kalau bisa, dokter Tamtam dicabut izin prakteknya seumur hidup.

Begitu disampaikan oleh ketua YPKKI dr. Marius Widjajarta, S.E dalam konferensi pers di kantor Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta pada Senin (19/8/2013).

"Ini adalah masalah hidup dan mati pasien. Kasus yang dia tangani membuat pasiennya tidak bisa menemui orang yang dikasihi seumur hidup. Bagaimana jika itu menimpa dirinya dan keluarga?," kata Marius.

Marius menyampaikan hal ini karena menurutnya belum pernah ada kasus pencabutan STR sebanyak dua kali. Yang pertama, dokter Tamtam dikenakan sanksi pencabutan STR selama 9 bulan, dan kasus kedua ia diberi sanksi disiplin juga berupa pencabutan STR selama 1 tahun (sedang dalam proses sejak Juli 2013).

Padahal, Surat Tanda Registrasi merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi. Dengan adanya STR ini, dokter dapat melakukan aktivitas pelayanan kesehatan.

Sebelumnya, MKDKI (Majelis Kehormatan dan Disiplin Kedokteran Indonesia) memberikan sanksi disiplin pada dr. Tamtam Otamar Syamsudin, SpOG yang berpraktik di Rumah Sakit MMC, Jakarta karena dirasa lalai dalam bertugas. Ia memaksakan kondisi pasien yang semestinya tidak bisa dioperasi.

Kasus tersebut menimpa pasien bernama Santi Mulyasari. Santi dinyatakan meninggal dunia tahun lalu setelah dokter Tamtam melakukan operasi seksio sesaria atau caesar (prosedur melahirkan bayi dengan melakukan sayatan pada kulit perut dan membuka rahim ibunya untuk mengeluarkan bayi).

Masalahnya, ini adalah kali keempat dokter tersebut melakukan penangan seksio tersebut dengan status HB (hemoglobin) pasien berstatus sembilan. Padahal operasi ini harus dilakukan berencana. Setelah itu, pasien mengalami pendarahan dan akhirnya meninggal dunia. Karena ini operasi yang berisiko, seorang dokter harusnya bisa menyiapkan persediaan darah terlebih dahulu.

Maka itu, dari hasil penelusuran MKDKI, dokter Tamtam dinyatakan bersalah dengan sanksi disiplin dicabut SRT(Surat Tanda Registrasi). Atau dengan kata lain, dokter tersebut tidak diizinkan praktik selama 9 bulan pada Juni 2013.

Kasus kedua juga terjadi dilakukan oleh dokter Tamtam. Dengan segala pertombangannya, ia tidak melakukan prosedur melahirkan yang diminta pasien. Ketika itu, pasien minta di caesar, tapi dokter Tamtam tetap melakukan persalinan water birth.

Water birth dianggap MKDKI merupakan prosedur yang belum di standarisasi di Indonesia. Jadi prosedur ini sangat berisiko. MKDKI pun kembali memutuskan sanksi disiplin dicabut STR 1 tahun pada dokter Tamtam.

(Fit/Abd)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya