Selain komunikasi bahasa yang sulit, Kementerian Kesehatan mengaku sulit untuk menjangkau jemaah haji yang sakit karena ambulans Indonesia tidak memiliki izin dari pemerintah Arab Saudi.
Begitu disampaikan oleh DirJen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama pada sebuah pernyataan yang diterima Liputan6.com.
Menurutnya, ada lima kendala yang didapat selama petugas kesehatan berada di Arab Saudi, seperti:
Begitu disampaikan oleh DirJen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI, Prof dr Tjandra Yoga Aditama pada sebuah pernyataan yang diterima Liputan6.com.
Menurutnya, ada lima kendala yang didapat selama petugas kesehatan berada di Arab Saudi, seperti:
1. BPHI terbatas
Ruangan BPHI (Balai Pengobatan Haji Indonesia) yang diberikan ke Kementerian Kesehatan amat terbatas. Ini membuat sebagian pasien ditangani di luar tenda.
"Pemecahannya adalah tahun depan memperluas tenda. Kami sudah membicarakan langsung di lapangan dengan DirJen PHU Kementrian Agama dan prinsip ini disetujui. Kami juga bicara langsung kemarin sore dengan pihak DPR dan beliau juga setuju," jelasnya.
Advertisement
2. Kesulitan akses
Sulitnya kendaraan atau ambulans untuk merujuk pasien dari BPHI ke RS Arab Saudi (RSAS). Menurut Prof. Tjandra, ini dikarenakan ambulans kita tidak punya stiker izin (tidak dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi) dan jalanan sangat macet.
"Sebenarnya bisa menggunakan ambulans Arab Saudi, tapi ada masalah komunikasi. Tapi kini sudah diatasi dengan tenaga yang bisa bahasa Arab. Kemarin kami atasi dengan meminta langsung Kepala PPHI (perwakilan KemenAg di Konsulat Jenderal RI)‎ dan berhasil. Artinya, di tahun depan, ada 2 kemungkinan pemecahan:
a. Mobil atau ambulans BPHI Arafah diberi stiker izin, sehingga bebas keluar masuk meskipun peraturan Arab Saudi kadang berubah-ubah. Ada juga pemikiran bahwa ambulans di Rumah sakit atau Klinik mungkin Arab Saudi bisa disewa. Namun tentang jalan macet memang sulit diatasi
b. Ada staf senior, semacam Liasson Officer yang bisa berbahasa Arab, yang full time membantu BPHI Arafah.
3. Sulit melakukan pelayanan kesehatan
‎Dilakukan konsultasi telpon langsung antara spesialis atau guru besar di BPHI Arafah dengan dokter di kloter untuk meningkatkan pelayanan.
"Memang sulitnya juga, sebenarnya di tenda jamaah tidak diizinkan adanya pelayanan. Tapi sebagian dokter kloter ada yang memasang infus dan memberikan inhalasi yang amat membantu kesembuhan jemaahnya," ungkapnya.
Advertisement
4. Jumlah pasien terus meningkat
Ada peningkatan rujukan pasien ke BPHI Arafah pada saat terakhir menjelang jam wukuf di siang hari (pada saat wukuf tepat siang hari, suhu mencapai 47,2 derajat celsius dengan kelembaban 11 persen. Dan juga peningkatan rujukan pada sore hari menjelang jamaah berpindah semua dari Arafah ke Muzdalifah.
5. Jemaah haji banyak kelelahan tapi SDM terbatas
"SDM di BPHI Arafah cukup lelah, mereka dibagi beberapa shift tapi akhirnya praktis semua bekerja selama 24 jam. Pemecahannya adalah bantuan dari team lain, kemarin BPHI Medinah ikut membantu. Keterbatasan SDM memang sulit diatasi karena dikaitkan dengan keterbatasan kuota, nampaknya perlu pemikiran mendalam tentang hal ini," tuturnya.
Selain itu, masalah lainnya saat ibadah haji disebut Prof Tjandra adalah toilet umum memang masih antri. Bahkan di sebagian toilet ketersediaan air kurang setelah siang hari.
"Memang mulai tahun ini ada toilet baru bertingkat 2 yang besar dan bagus (sudah ditinjau pula oleh Bapak Menteri Agama dan rombongan pada 1 hari menjelang wukuf) tapi jumlahnya masih terbatas dan diharapkan Pemerintah Arab Saudi dapat menambahnya. Tapi kebersihan lingkungan dan waktu pemberian makanan catering jamaah relatif baik dan tepat waktu dibanding tahun lalu," ucapnya.
(Fit/Abd)
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓