Proses pemeriksaan terhadap pelaku kasus asusila, pelecehan seksual, dan tindak perkosaan di Indonesia masih dinilai lambat. Bahkan ada kesan polisi hanya menjadi mediator, yang mendamaikan pelaku dan korban.
Parahnya, ada yang mengatakan bahwa penyelesaian kasus seperti ini dengan cukup mengawinkan si korban dan pelaku.
"Banyak yang bilang cukup mengawinkan antara korban dan pelaku (di mana yang dimaksud adalah SS dan RW). Itu satu hal yang sangat picik," kata Ifa Kusuma selaku Kuasa Hukum dari RW, korban asusila penyair Sitok Srengenge kepada Health Liputan6.com ditulis Senin (10/2/2014)
Menurut Ifa, bagaimana mungkin korban disuruh hidup dengan pelaku, yang jelas-jelas sudah merusak hidupnya serta menambah beban korban selama hidupnya. Apalagi bila korban sampai hamil, dan melahirkan.
"Secara psikis tentu memberatkan si korban. Korban sudah mendapatkan beban mental, mendapatkan diskriminasi dari orang-orang sekitar, eh, malah disuruh hidup sama pelaku. Ini yang harus diluruskan," kata Ifa menambahkan.
Maka itu, selaku kuasa hukum RW, Irfa meminta kepada pihak kepolisian untuk mengubah undang-undang yang ada. Pasalnya, meski sudah banyak saksi dan alat bukti yang diperiksa oleh pihak berwajib, Sitok Srengenge belum juga dipanggil untuk diperiksa.
"Semua sudah memenuhi prasyarat, tidak ada masalah lagi untuk itu. Bahkan dua korban SS selain RW juga sudah diminta sebagai saksi," kata Ifa menerangkan.
Bahkan untuk menguatkan semuanya, rencananya dokter forensik yang menangani RW, akan diperiksa sebagai saksi pada hari ini, Senin (10/2/2014)
RW merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia yang hamil akibat tindakan asusila yang dilakukan Sitok Srengenge. Setelah mengandung selama sembilan bulan, pada Jumat 31 Januari 2014, pukul 21:15 WIB, RW melahirkan seorang bayi lucu nan menggemaskan.
(Adt/Abd)
Parahnya, ada yang mengatakan bahwa penyelesaian kasus seperti ini dengan cukup mengawinkan si korban dan pelaku.
"Banyak yang bilang cukup mengawinkan antara korban dan pelaku (di mana yang dimaksud adalah SS dan RW). Itu satu hal yang sangat picik," kata Ifa Kusuma selaku Kuasa Hukum dari RW, korban asusila penyair Sitok Srengenge kepada Health Liputan6.com ditulis Senin (10/2/2014)
Menurut Ifa, bagaimana mungkin korban disuruh hidup dengan pelaku, yang jelas-jelas sudah merusak hidupnya serta menambah beban korban selama hidupnya. Apalagi bila korban sampai hamil, dan melahirkan.
"Secara psikis tentu memberatkan si korban. Korban sudah mendapatkan beban mental, mendapatkan diskriminasi dari orang-orang sekitar, eh, malah disuruh hidup sama pelaku. Ini yang harus diluruskan," kata Ifa menambahkan.
Maka itu, selaku kuasa hukum RW, Irfa meminta kepada pihak kepolisian untuk mengubah undang-undang yang ada. Pasalnya, meski sudah banyak saksi dan alat bukti yang diperiksa oleh pihak berwajib, Sitok Srengenge belum juga dipanggil untuk diperiksa.
"Semua sudah memenuhi prasyarat, tidak ada masalah lagi untuk itu. Bahkan dua korban SS selain RW juga sudah diminta sebagai saksi," kata Ifa menerangkan.
Bahkan untuk menguatkan semuanya, rencananya dokter forensik yang menangani RW, akan diperiksa sebagai saksi pada hari ini, Senin (10/2/2014)
RW merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia yang hamil akibat tindakan asusila yang dilakukan Sitok Srengenge. Setelah mengandung selama sembilan bulan, pada Jumat 31 Januari 2014, pukul 21:15 WIB, RW melahirkan seorang bayi lucu nan menggemaskan.
(Adt/Abd)