Makna Halal Bihalal Menurut Ustadz Adi Hidayat, Bukan Sekadar Tradisi Lebaran

UAH menjelaskan, kata “halal” berasal dari akar kata al-hillu. Dalam bentuk kerja, katanya adalah ahalla-yuhillu, lalu membentuk halal, ihlalan, dan halalan. “Al-hillu ini artinya sesuatu yang sudah terurai, sudah tidak punya persoalan,” tambahnya

oleh Liputan6.com Diperbarui 11 Apr 2025, 15:30 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2025, 15:30 WIB
Ustadz Adi Hidayat atau UAH
Ustadz Adi Hidayat atau UAH. (Foto: YouTube Adi Hidayat Official)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Tradisi halal bihalal setiap usai Idul Fitri menjadi salah satu ciri khas masyarakat Muslim di Indonesia. Di momen ini, umat Islam saling mengunjungi, meminta maaf, dan mempererat silaturahmi antaranggota keluarga maupun masyarakat.

Namun, halal bihalal sesungguhnya bukan sekadar budaya lokal yang diwariskan turun-temurun. Ada makna yang lebih dalam dari sekadar berjabat tangan dan menyajikan hidangan khas lebaran.

Pendakwah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH) menuturkan bahwa istilah halal bihalal memiliki akar yang kuat dalam bahasa Arab dan konsep keislaman. “Kalau kita ingin memahami maknanya dengan baik, kita harus kembali ke akar katanya,” katanya.

UAH menjelaskan, kata “halal” berasal dari akar kata al-hillu. Dalam bentuk kerja, katanya adalah ahalla-yuhillu, lalu membentuk halal, ihlalan, dan halalan. “Al-hillu ini artinya sesuatu yang sudah terurai, sudah tidak punya persoalan,” tambahnya

Penjelasan mendalam ini disampaikan UAH dalam sebuah video yang dirangkum dari tayangan kanal YouTube @r-kabunantv. Dalam video tersebut, ia mengupas filosofi dan nilai-nilai keislaman yang terkandung dalam istilah halal bihalal secara rinci.

“Kalau ada tali yang kusut, lalu bisa diluruskan kembali, itulah yang disebut hillul ahbal,” ucap UAH. Maka, ketika sesuatu telah kembali lurus dan tak lagi kusut, maka kondisi itu disebut sebagai ‘halal’.

Dalam pengertian ini, halal tidak hanya terbatas pada status makanan atau transaksi. Halal adalah kondisi yang telah terurai, kembali bersih, dan bebas dari kerumitan. Karenanya, halal bihalal menjadi momen mengurai simpul konflik dan menyambung kembali tali silaturahmi.

 

Proses Pembersihan Batin

arti halal bihalal dalam bahasa arab
arti halal bihalal dalam bahasa arab ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Halal bihalal, menurut UAH, adalah proses pembersihan batin dan sosial. Ia menegaskan, “Kalau kita masih menyimpan dendam atau ganjalan setelah halal bihalal, berarti kita belum benar-benar halal.”

Tidak hanya di level pribadi, konsep ini juga berlaku untuk kehidupan sosial yang lebih luas. Halal bihalal bisa menjadi jembatan untuk meredakan konflik antaranggota masyarakat. Ia menambahkan, “Halal bihalal bukan sekadar saling memaafkan, tapi menyelesaikan persoalan.”

UAH mengingatkan bahwa halal bihalal seharusnya tidak menjadi formalitas tahunan. “Jangan hanya datang, salaman, lalu pulang. Tapi pastikan hati kita ikut bersih saat kembali ke rumah,” ujarnya.

Tradisi ini juga memberi pelajaran penting dalam konteks keluarga. Dalam relasi antaranggota keluarga yang kadang renggang, halal bihalal menjadi peluang besar untuk kembali merajut hubungan yang renggang. “Kalau ada saudara yang lama tidak bicara, inilah saatnya,” kata UAH.

Semangat ini, kata UAH, seharusnya diteruskan dalam interaksi harian. Tidak cukup satu hari setelah lebaran, tapi menjadi kebiasaan untuk menjaga hati tetap jernih. “Kalau bisa halal bihalal setiap hari, kenapa harus tunggu setahun sekali?” ujarnya sambil tersenyum dalam ceramah.

Dengan demikian, halal bihalal tidak bisa dilepaskan dari makna spiritual. Ia adalah simbol bahwa setelah menjalani Ramadhan dan Idul Fitri, seseorang harus benar-benar kembali ke fitrah. Bukan hanya tubuh yang bersih, tapi juga hati dan hubungan sosial.

 

Kunci Halal Bihalal Ini

contoh ikrar halal bihalal
halal bihalal ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

UAH juga mengingatkan bahwa keikhlasan adalah kunci utama dalam halal bihalal. “Kalau maaf di mulut tapi tidak di hati, itu bukan halal bihalal, itu basa-basi,” ucapnya tegas.

Pemahaman ini mendorong umat untuk lebih serius menjalankan tradisi ini. Dalam setiap jabat tangan, harus ada niat untuk memperbaiki hubungan dan melepaskan beban masa lalu. UAH menyebut, “Satu jabat tangan bisa menghapus dendam bertahun-tahun, asal ikhlas.”

Konsep ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya ukhuwah dan kasih sayang. Ketika umat Islam menjalankan halal bihalal dengan benar, maka masyarakat akan lebih damai dan rukun.

Melalui penjelasan tersebut, masyarakat diharapkan tidak lagi melihat halal bihalal sebagai momen kuliner atau basa-basi sosial. Tapi sebagai refleksi ruhani yang memperdalam makna silaturahmi.

Akhirnya, halal bihalal bukan hanya tentang saling meminta maaf, tetapi juga menyempurnakan ibadah Ramadhan dengan mengurai segala bentuk persoalan. Ini adalah bentuk nyata dari Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Dengan memaknai halal bihalal secara utuh, umat Islam dapat menjadikan tradisi ini sebagai jalan untuk memperkuat hubungan sosial, membersihkan hati, dan memulai lembaran hidup yang baru dengan ketulusan.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya