Liputan6.com, Jakarta Penyakit Bell’s Palsy merupakan kelumpuhan pada otot wajah yang menyebabkan salah satu sisi wajah tampak mengendur atau melorot. Kondisi ini dapat muncul secara tiba-tiba, namun biasanya tidak bersifat permanen.Â
Baca Juga
Advertisement
Kelumpuhan otot-otot pada satu sisi wajah ini membuatnya menjadi tidak simetris. Kerusakan saraf pada wajah juga dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya kemampuan wajah untuk berekspresi, gangguan produksi air mata dan rasa pengecap, serta mati rasa.
Advertisement
Ada beberapa gejala yang kerap dirasakan penderita penyakit Bell’s Palsy. Namun, untuk mendiagnosis penyakit Bell’s Palsy ini dibutuhkan wawancara dokter dengan penderitanya untuk benar-benar memastikan.
Untuk lebih mengenal penyakit Bell’s Palsy, berikut Liputan6.com telah merangkum dari berbagai sumber seputar penyakit yang tidak bisa disepelakan ini, Selasa (15/10/2019).
Mengenal tentang Penyakit Bell’s Palsy, Berbeda dengan Stroke
Penyakit Bells Palsy merupakan kelumpuhan atau kelemahan otot-otot yang terjadi pada satu sisi wajah. Kondisi ini dapat membuat wajah menjadi tidak simetris.
Kerusakan saraf pada wajah juga dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya kemampuan wajah untuk berekspresi, gangguan produksi air mata, dan rasa pengecap seperti mati rasa. Umumnya, penyakit Bell’s Palsy ini bersifat sementara dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Penyakit Bell’s Palsy banyak dianggap mirip dengan stroke. Walaupun memiliki gejala yang mirip berupa kelumpuhan, namun penyakit ini berbeda dengan stroke. Gejala Bell’s Palsy hanya terbatas pada otot wajah dan sebagian besar penderitanya bisa pulih sepenuhnya dalam waktu 6 bulan.
Advertisement
Gejala Penyakit Bell’s Palsy
Gejala yang kerap dirasakan penderita Bell’s Palsy adalah kelumpuhan pada salah satu sisi wajah. Kelumpuhan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan bentuk wajah, sehingga penderita sulit tersenyum dengan simetris atau menutup mata di sisi yang lumpuh.
Selain kelumpuhan pada salah satu sisi wajah, ada gejala penyakit Bell’s Palsy lainnya seperti:
- Penderita tidak bisa mengerutkan dahi, menutup kelopak mata, wajah tertarik kea rah sisi yang sehat, dan sebagainya
- Nyeri tajam di belakang telinga atau dari dalam telinga
- Sensitif terhadap suara
- Berkurangnya daya pengecapan pada lidah
- Terkadang wajah terasa kaku
Diagnosis Bell’s Palsy
Jika merasakan beberapa gejala di atas, namun untuk mendiagnosis Bell’s Palsy perlu dilakukan beberapa wawancara antara penderita dengan dokter. Di sini dokter akan menanyakan riwayat penyakit penderita maupun keluarga yang bersangkutan.
Misalnya saja anggota keluarga ada yang mengidap diabetes mellitus, hipertensi, gangguan telinga, riwayat stroke, gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya. Selain itu, dokter akan memastikan apakah kelumpuhan pada sebelah wajah tidak diikuti oleh kelumpuhan badan yang lain.
Apabila terdapat kelumpuhan, maka kemungkinan penderita terkena stroke. Selain itu, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa tes darah, elektromiografi, serta pemindaian dengan CT scan dan MRI untuk mengetahui penyebab kelumpuhan otot wajah.
Advertisement
Penyebab Penyakit Bell’s Palsy
Penyakit Bell’s Palsy terjadi karena adanya peradangan pada saraf yang mengendalikan otot wajah. Peradangan ini menyebabkan saraf terhimpit sebagian atau bahkan seluruhnya. Hal inilah yang menyebabkan otot yang menghubungkan dengan saraf akan berhenti bekerja.
Kondisi inilah yang membuat otot wajah lumpuh. Namun, penyebab peradangan saraf masih belum diketahui secara pasti. Tetapi kondisi ini diduga terjadi karena infeksi virus.
Virus yang diduga menyebabkan peradangan saraf seperti herpes simplex (penyebab penyakit kelamin) atau virus varicella zoster (penyebab cacar air). Selain virus, ada beberapa penyakit lain yang diduga sebagai pemicu Bell’s Palsy seperti infeksi telinga bagian tengah, sarkoidosis, tumor pada kelenjar ludah, hipertensi, atau diabetes.
Cara Mengatasi Penyakit Bell’s Palsy
Sebenarnya penderita penyakit Bell’s Palsy yang masih mengalami gejala ringan biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Namun, untuk penderita dengan gejala lebih parah membutuhkan penanganan guna mempercepat proses kesembuhan dan mencegah komplikasi jangka panjang.
Pengobatan Bell’s Palsy dapat berupa obat-obatan, fisioterapi, dan latihan mandiri. Apabila penderita memiliki diabetes dan tekanan darah tinggi, bisa meningkatkan dosisnya akan lebih ketat dan disertai control untuk kedua penyakit tersebut.
Antivirus dapat diberikan jika tidak ada gangguan fungsi ginjal. Apabila mata penderita tidak bisa menutup, diperlukan tetes mata untuk mencegah kerusakan mata. Penderita juga dapat menutup sendiri matanya setiap beberapa saat agar mata tidak terlalu kering.
Selain itu, penderita dapat melakukan terapi sendiri di rumah. Misalnya dengan menghadap ke cermin dan berlatih mengucapkan huruf A-I-U-E-O dengan otot-otot mulut bergerak secara maksimal.
Apabila kondisinya semakin parah, maka bersegeralah konsultasi ke dokter.
Advertisement