Liputan6.com, Jakarta Mengetahui penyebab preeklampsia pada ibu hamil dapat mengurangi resiko yang membahayakan bagi ibu dan janin. Preeklampsia adalah gangguan kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urine.
Baca Juga
Advertisement
Preeklampsia biasanya muncul pada usia kandungan lebih dari 20 minggu. Kondisi ini dapat membahayakan organ-organ lainnya, seperti ginjal dan hati. Jika tidak diobati, preeklamsia dapat menjadi eklamsia. Eklamsia adalah kondisi preeklamsia yang disertai kejang. Hal ini dapat berakibat fatal bagi ibu dan janin, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pada bayi, preeklamsia dapat mengakibatkan kelahiran prematur dan pertumbuhan janin yang terhambat. Maka dari itu penting bagi ibu hamil untuk mengetahui penyebab preeklampsia, gejala, dan bagaimana cara mencegah serta mengatasi preeklamsia.
Berikut ini ulasan mengenai penyebab preeklampsia, gejala, dampak, cara mengobati, hinnga cara mencegahnya yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai ssumber, Kamis (1/7/2021).
Penyebab Preeklampsia
Plasenta adalah salah satu organ penting yang berfungsi untuk menyalurkan darah dari ibu ke bayi di dalam kandungan. Munculnya preeklampsia karena adanya gangguan perkembangan pada plasenta, yang disebabkan oleh masalah pada pembuluh darah pemasok plasenta. Faktor genetik atau adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia juga berperan dalam mekanisme penyakit ini
Pada keadaan normal, plasenta mendapatkan suplai darah yang banyak dan konstan untuk mendukung perkembangan bayi. Namun pada kondisi preeklampsia, plasenta tidak mendapatkan cukup darah. Hal ini mengakibatkan suplai darah kepada bayi terganggu. Berbagai sinyal dan substansi dari plasenta yang terganggu menyebabkan tekanan darah ibu naik.
Faktor lain yang mungkin dapat menjadi penyebab preeklampsia, antara lain:
1. Kehamilan pertama.
2. Pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.
3. Mempunyai masalah medis lain, yaitu tekanan darah tinggi, diabetes, dan lupus.
4. Usia lebih dari 40 tahun.
5. Jarak kehamilan lebih dari 10 tahun dari kehamilan sebelumnya.
6. Obesitas pada awal kehamilan.
7. Hamil kembar atau lebih.
Advertisement
Gejala Preeklampsia
Setealh memahami penyebab preeklampsia, Anda harus mengetahui gejala preklampsia. Preeklampsia terkadang tidak disertai dengan gejala-gejala tertentu, maka wanita hamil perlu melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan mengecek tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi bisa menjadi gejala awal preeklampsia. Waspadai jika tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih.
Gejala lainnya yang mungkin muncul dapat berupa sakit kepala hebat, mengalami gangguan penglihatan, terhadap cahaya, sesak napas, mual, dan muntah. Selain itu, nyeri dapat muncul pada perut bagian atas, tepatnya di bawah rusuk sebelah kanan.
Dampak dari Preeklampsia
Plasenta yang tidak mendapatkan aliran darah untuk didistribusikan ke janin adalah penyebab preeklampsia. Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai masalah pada pertumbuhan dan perkembangan janin karena janin tidak mendapatkan cukup makanan dari ibu.
Masalah yang sering muncul pada janin akibat preeklampsia adalah berat badan rendah dan kelahiran prematur. Hal ini bahkan dapat mengakibatkan masalah pertumbuhan saat anak sudah lahir, seperti gangguan fungsi kognitif, masalah penglihatan dan pendengaran pada anak.
Penyebab preeklampsia juga bisa memicu berbagai masalah pada kesehatan ibu, yaitu:
a. Stroke.
b. Paru-paru basah.
c. Gagal jantung.
d. Kebutaan.
e. Perdarahan pada hati.
f. Perdarahan yang serius ketika melahirkan.
g. Preeklampsia juga mengakibatkan plasenta tiba-tiba terputus dari ibu dan janin, sehingga menyebabkan kelahiran mati.
Advertisement
Cara Mengatasi Preeklampsia
Jika wanita hamil terdeteksi mengalami preeklampsia, dokter akan melakukan pemeriksaan kehamilan lebih sering dibandingkan pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan. Dokter juga akan melakukan beberapa tes guna mengetahui kondisi bayi dalam kandungan.
Tata laksana preeklampsia yang paling utama adalah persalinan. Apabila usia kandungan tidak terlalu muda, biasanya dokter akan menyarankan untuk melakukan proses kelahiran lebih cepat agar tidak membahayakan kondisi ibu dan bayi dalam kandungan.
Namun, jika usia kandungan masih terlalu muda dan preeklampsia telah terdeteksi sejak dini, dokter akan melakukan beberapa hal untuk mengatasinya. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi preeklampsia, diantaranya:
1. Menurunkan Tekanan Darah
Pada kondisi preeklampsia tekanan darah akan tinggi, sehingga dibutuhkan perawatan yang dapat menurunkan tekanan darah atau disebut antihipertensi. Tidak semua obat antihipertensi aman bagi ibu hamil. Jadi sebelum mengonsumsi obat tersebut, diskusikan terlebih dahulu dengan dokter.
2. Memberikan Obat Antikejang
Magnesium sulfat sering dipakai untuk mengatasi dan mencegah kejang. Dokter akan memberikan obat ini jika preeklampsia tergolong berat.
3. Menyarankan Pemberian Kortikosteroid
Kortikosteroid biasanya diberikan jika ibu hamil mengalami kondisi preeklampsia atau sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan kadar platelet rendah). Kortikosteroid dapat memperbaiki fungsi trombosit dan hati untuk mencegah persalinan terlalu awal. Selain itu, kortikosteroid juga dapat membantu mematangkan paru-paru bayi agar jika harus lahir prematur, bayi dapat bernapas dengan baik.
4. Merekomendasikan Rawat Inap
Jika preeklampsia yang dialami ibu hamil tergolong berat, kemungkinan dokter akan meminta untuk melakukan rawat inap agar dokter dapat dengan mudah mengontrol kondisi ibu hamil, bayi di dalam kandungan, dan kadar cairan amnion atau air ketuban. Kurangnya cairan ini merupakan tanda adanya masalah dengan suplai darah pada bayi.
Pencegahan Preeklampsia
Tidak ada cara khusus untuk mencegah preeklampsia. Namun, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko terjadinya preeklampsia, yaitu:
1. Melakukan kontrol rutin selama kehamilan.
2. Mengontrol tekanan darah dan gula darah jika memiliki kondisi hipertensi dan diabetes sebelum kehamilan.
3. Menerapkan pola hidup sehat, antara lain dengan menjaga berat badan ideal, mencukupi kebutuhan nutrisi, tidak mengonsumsi makanan yang tinggi garam, rajin berolahraga, dan tidak merokok.
4. Mengonsumsi suplemen vitamin atau mineral sesuai saran dokter.
Advertisement