Apa Itu Strict Parents? Kenali Ciri-Ciri dan Dampak Pengasuhannya

Strict parents adalah orang tua yang memberikan pola asuh yang ketat, menempatkan standar, dan memberikan tuntunan yang tinggi bangi anak-anak mereka.

oleh Ayu Rifka Sitoresmi diperbarui 05 Jul 2022, 20:10 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2022, 20:10 WIB
Apa Itu Strict Parents? Kenali Ciri-Ciri dan Dampak Pengasuhannya
Ilustrasi orang tua yang sedang bercengkerama bersama anaknya. Credits: pexels.com by Andrea Piacquadio

Liputan6.com, Jakarta Istilah strict parents sering kali kita dengar dan banyak digunakan oleh orang-orang untuk menceritakan anak-anak yang sulit untuk mendapatkan izin dari orang tua. Lantas, apa itu strict parents?

Secara umum, strict parents adalah orang tua yang memberikan pola asuh yang ketat, menempatkan standar, dan memberikan tuntunan yang tinggi bangi anak-anak mereka. Sedangkan, dalam psikolog, orangtua dengan pola asuh yang ketat disebut juga strict parents.

Dengan strandar dan tuntunan yang tinggi pada anak, membuat pola asuh anak pun juga akan berbeda. Apabila orangtua memberikan standar tinggi dengan dukungan yang hangat serta responsif kepada anak-anak, itu menjadi pola asuh yang berwibawa. Tetapi ada pula pola asuh yang ketat dengan orangtua bersikap dingin, tidak responsif, dan tidak mendukung anak-anaknya. Itu akan memberikan dampak negatif bagi anak.

Berikut Liputan6.com ulas mengenai pengertian strict parents, ciri-ciri, dan dampaknya bagi anak yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Selasa (5/7/2022). 

Pengertian Strict Parents

Apa Itu Strict Parents? Kenali Ciri-Ciri dan Dampak Pengasuhannya
Ilustrasi Pola Asuh Anak Credit: pexels.com/Gustavo

Dikutip dari Cambridge Dictionary, kata strict memiliki beberapa pengertian. Pertama, strict artinya secara keras membatasi kebebasan seseorang untuk bersikap atau cenderung menghukum dengan keras apabila seseorang tidak patuh. Kata tersebut juga dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mengikuti peraturan atau suatu paham/prinsip dengan sangat ketat/taat. Sementara, dalam kamus Merriam Webster, strict juga bisa bermakna sangat ketat atau kaku. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa strict parents artinya adalah orang tua yang ketat, kaku, atau secara keras membatasi anak dalam bersikap atau juga menghukum dengan keras apabila tidak menurut.

Apabila gaya pengasuhan yang ketat dan responsif atau otoritatif akan menghasilkan kualitas anak yang baik, strict parents dengan gaya penuhi tekanan dan tidak responsif atau otoriter justru akan membentuk karakter anak yang rendah diri dan mengalami berbagai masalah dalam mental dan perilakunya.

Ciri-Ciri Strict Parents

Apa Itu Strict Parents? Kenali Ciri-Ciri dan Dampak Pengasuhannya
Ilustrasi Pola Asuh Anak Credit: pexels.com/Julia

Berikut ini terdapat beberapa ciri-ciri strict parents adalah:

1. Memiliki banyak aturan ketat dan menuntut.

2. Menuntut anak untuk mematuhi secara membabi buta harapan orangtua.

3. Tidak membiarkan anak mempertanyakan otoritas orangtua.

4. Menghukum berat karena melanggar aturan apa pun.

5. Dingin, tidak responsif terhadap anak.

6. Menggunakan kata-kata yang memalukan dan kasar.

7. Tidak membiarkan anak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

8. Memiliki harapan tinggi yang tidak realistis.

9. Tidak mentolerir kesalahan.

10. Merasa orangtua selalu benar.

11. Tidak ada pilihan komunikasi secara terbuka.

12. Kepatuhan dinilai sama dengan cinta.

13. Tidak ada bentuk hubungan memberi dan menerima, artinya hanya ada bentuk kontrol penuh.

Dampak Pengasuhan Strict Parents

Apa Itu Strict Parents? Kenali Ciri-Ciri dan Dampak Pengasuhannya
Ilustrasi anak berontak.

berikut ini beberapa dampak buruk dari strict parents atau pola asuh orang tua yang terlalu ketat bagi anak-anak adalah:

1. Pola asuh yang ketat membuat anak-anak akan kehilangan kesempatan untuk menginternalisasi disiplin diri dan tanggung jawab. Pengekangan yang terlalu keras memang dapat mengontrol perilaku untuk sementara, namun tidak membantu anak belajar untuk mengatur diri sendiri. Pengekangan yang keras justru memicu penolakan untuk mengambil tanggung jawab atas diri mereka sendiri. Perilaku disiplin diri pada anak akan berkembang dari kasih sayang orang tua secara internal. Tak ada seorang pun yang suka dikontrol, jadi tidak mengherankan pula jika anak-anak menolak pengekangan yang tidak disertai rasa empati.

2. Pola asuh yang otoriter, mengekang tanpa empati, dan perilaku didasari karena rasa ketakutan justru akan mengajarkan anak-anak untuk menggertak. Anak-anak cenderung mempelajari apa yang mereka jalani dan meneladani sikap orang tua. Jika orang tua berteriak, maka mereka akan meniru dengan berteriak pula. Bahkan, jika orang tua menggunakan kekerasan, mereka juga meniru dengan kekerasan.

3. Anak-anak yang dibesarkan dengan terlalu disiplin dan kerap diberi hukuman, maka anak tersebut cenderung mudah marah dan depresi Hal ini dikarenakan pola asuh anak yang otoriter menjelaskan kepada anak-anak bahwa sebagian dari diri mereka tidak dapat diterima, orang tua juga tidak turut membantu mereka untuk belajar mengatasi dan mengelola perasaan sulit yang mendorong mereka untuk bertindak. Anak-anak dibiarkan kesepian dan mencoba mencari-cari sendiri bagaimana cara mengatasi hal tersebut.

4. Pola asuh yang ketat akan mengajarkan anak-anak bahwa kekuasaan akan selalu benar. Mereka belajar patuh, namun tidak diajarkan untuk berpikir untuk mereka sendiri. Mereka cenderung tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka, atau mereka menghindari tanggung jawab dengan mengatakan bahwa mereka hanya untuk mencoba “mengikuti perintah”.

5. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang keras cenderung menjadi seorang yang pemberontak. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang ketat justru cenderung lebih mudah marah dan memberontak ketika remaja hingga dewasa.

6. Anak dengan pola asuh yang ketat dapat menjadi seorang pembohong yang hebat.

7. Pola asuh yang otoriter dapat merusak hubungan antara orang tua dan anak-anak mereka. Orang tua yang kerap memberikan hukuman kepada anak-anaknya justru dapat memotong sifat empati alami orang tua kepada anaknya sehingga membuat hubungan keduanya memburuk.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya