Maksum Artinya Apa? Ini Makna dan Dalil-Dalilnya

Pengertian dan makna kata maksum, beserta dengan dalil-dalilnya.

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 09 Mar 2023, 11:50 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2023, 11:50 WIB
Heboh, Beredar Foto-foto Diklaim Cicit Nabi Muhammad SAW!
Kaligrafi Nabi Muhammad SAW | Via: istimewa

Liputan6.com, Jakarta Maksum artinya dalam dalam bahasa Indonesia adalah dilindungi. Maksum adalah Istilah Arab yang umum digunakan dalam teologi Islam untuk merujuk pada seseorang yang dianggap bebas dari dosa dan dilindungi oleh Tuhan dari segala kesalahan atau kesalahan. Istilah ini berasal dari kata Arab "isme" yang berarti "dilindungi".

Dalam tradisi Islam, konsep maksum sangat erat kaitannya dengan pengertian kenabian dan tuntunan Ilahi. Nabi dan rasul Allah dianggap maksum artinya mereka dipilih oleh Allah untuk menerima wahyu ilahi dan untuk membimbing umat manusia menuju jalan yang benar. Mereka diyakini bebas dari segala macam dosa, kesalahan, dan kesalahan, dan ajaran mereka dianggap sempurna dan abadi.

Konsep maksum artinya konsep yang mencerminkan keyakinan Islam akan sifat sempurna tuntunan Ilahi dan pentingnya mengikutinya untuk mencapai pencerahan dan keselamatan spiritual. Ini menekankan pentingnya mengikuti tuntunan para nabi dan penerus mereka, dan itu mendorong umat Islam untuk mencari ilmu dan pemahaman tentang agama mereka untuk menjalani kehidupan yang saleh dan benar.

Lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber pada Kamis (9/3/2023). Pengertian dan makna kata maksum, beserta dengan dalil-dalilnya.

Bebas dari dosa

Surat Nabi Muhammad SAW Sebut Muslim Harus Lindungi Umat Nasrani
Kaligrafi Nabi Muhammad SAW | Via: istimewa

Maksum adalah kata Arab yang berarti "sempurna" atau "tanpa dosa." Dalam teologi Islam, istilah ini biasa digunakan untuk menyebut para nabi, rasul, dan orang-orang dilindungi dari dosa oleh Allah. Konsep maksum adalah ajaran penting dalam Islam dan digunakan untuk menekankan kemurnian moral dan spiritual dari tokoh-tokoh ini, serta peran mereka sebagai pedoman dan panutan bagi umat beriman.

Dalam teologi Islam, istilah maksum mengacu pada orang yang dilindungi oleh Allah dari melakukan dosa, baik disengaja maupun tidak disengaja. Ini berarti bahwa mereka dianggap sempurna, atau tidak mampu melakukan kesalahan yang akan mengakibatkan dosa. Konsep maksum sangat penting dalam Islam Syiah, yang digunakan untuk menggambarkan dua belas Imam yang menggantikan Nabi Muhammad dalam memimpin komunitas Muslim. 

Muslim Syiah percaya bahwa para Imam diangkat secara ilahi dan diberkahi dengan pengetahuan dan bimbingan khusus, dan bahwa mereka dilindungi dari dosa oleh Allah. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa Allah telah memilih orang-orang tertentu untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi dan telah menganugerahkan kepada mereka karunia dan kemampuan khusus.

Gagasan maksum juga terkait erat dengan konsep tauhid, atau keesaan Tuhan. Dalam teologi Syiah, para Imam diyakini mewujudkan prinsip tauhid dan berfungsi sebagai penghubung antara individu beriman dan Allah. Mereka dipandang sebagai contoh sempurna kesalehan dan moralitas Islam, dan ajaran serta tindakan mereka dianggap berwibawa dan mengikat bagi semua umat Islam.

Secara keseluruhan, konsep maksum mencerminkan pentingnya kemurnian moral dan spiritual dalam teologi Islam, dan keyakinan bahwa individu-individu tertentu telah dipilih oleh Allah untuk dijadikan pedoman dan panutan bagi orang beriman.

 

Dalil Tentang Maksum

Istilah maksum sendiri tidak disebutkan dalam Al-Qur'an secara khusus, namun ada ayat-ayat dalam Al-Qur'an dan Hadits yang sering dikutip terkait dengan konsep maksum, khususnya dalam Islam Syiah. Berikut beberapa contohnya:

Surat Ali ‘Imran Ayat 33

۞ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰٓ ءَادَمَ وَنُوحًا وَءَالَ إِبْرَٰهِيمَ وَءَالَ عِمْرَٰنَ عَلَى ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing),

Ayat ini sering dikutip sebagai bukti status khusus individu tertentu dalam Islam, termasuk para nabi dan keluarganya. Muslim Syiah menafsirkan ayat ini secara khusus mengacu pada dua belas Imam, yang diyakini sebagai keturunan dari keluarga 'Imran (termasuk Musa dan Harun).

 

Surat Ali ‘Imran Ayat 103

وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Ayat ini terkadang dikutip sebagai bukti konsep tawassul, atau mencari syafaat melalui Nabi dan keluarganya. Muslim Syiah percaya bahwa para Imam memiliki hubungan khusus dengan Allah dan dapat menjadi perantara atas nama orang beriman.

 

Surat An-Nisa Ayat 59

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya

Ayat ini terkadang dikutip sebagai bukti gagasan bahwa para Imam memiliki peran khusus dalam menafsirkan dan menegakkan hukum Islam. Muslim Syiah percaya bahwa para Imam adalah pemimpin yang sah dari komunitas Muslim dan bahwa mereka memiliki wewenang untuk membuat keputusan hukum berdasarkan pengetahuan mereka tentang Al-Qur'an dan Hadits.

 

Surat Al-Ahzab Ayat 33

وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Artinya: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Ayat ini sering dikutip sebagai bukti konsep Ahl al-Bayt, atau keluarga Nabi Muhammad. Muslim Syiah percaya bahwa keluarga Nabi, termasuk putrinya Fatima, suaminya Ali, dan keturunan mereka (para Imam), dipilih oleh Allah karena kemurnian moral dan spiritual mereka. Ayat tersebut terkadang dimaknai sebagai acuan konsep maksum.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya