Liputan6.com, Jakarta Ilmu nahwu mungkin belum begitu familier di telinga sebagian orang. Ilmu nahwu ini berkaitan dengan bahasa Arab. Bila kamu ingin mempelajari dan menguasi bahasa Arab, maka kamu perlu memahami ilmu nahwu ini.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Ilmu nahwu mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenali kalimat-kalimat bahasa Arab. Hal ini terutama berkaitan dengan bagaimana membunyikan bagian akhir dari suatu kata dalam struktur kalimat. Ilmu nahwu berkaitan dengan ilmu shorof.
Ilmu shorof merupakan ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenal pola-pola kalimat dan kondisi-kondisinya. Dengan ilmu Sharaf kita bisa mengeahui pola kata, karena setiap kata dalam bahasa Arab memiliki pola.
Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (1/6/2023) tentang ilmu nahwu.
Pengertian Ilmu Nahwu
Ilmu Nahwu merupakan salah satu bagian dasar dari ilmu tata bahasa dalam bahasa Arab untuk mengetahui jabatan kata dalam kalimat dan bentuk huruf atau harakat terakhir dari suatu kata. Dalam bahasa Indonesia, nahwu disebut juga nahu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nahwu atau nahu adalah tata bahasa (menyangkut tata kalimat dan tata bentuk). Ilmu nahwu juga disebut dengan gramatika atau sintaksis.
Ilmu nahwu diambil dari kata dalam bahasa Arab “Nahwu” yang artinya contoh. Sementara itu, menurut terminologi, ilmu nahwu adalah ilmu yang membahas pokok-pokok (isim, fi’il, huruf, macam-macam i’rob, awamil, tawabi’, dan lain-lain), yang dengan ilmu tersebut dapat diketahui keadaan-keadaan akhir kalimah baik secara i’rob maupun mabni.
Ada beberapa pengertian ilmu nahwu dalam bahasa Arab, di antaranya yaitu:
1. Ilmu nahwu adalah ilmu yang mempelajari tentang jabatan kata dalam kalimat dan harakat akhirnya, baik berubah (i'rab) atau tetap (bina)
2. Ilmu nahwu merupakan kaidah-kaidah yang dengannya diketahui hukum-hukum akhir-akhir kata bahasa arab dalam keadaan tersusun.
3. Ilmu nahwu yaitu ilmu yang menunjukan kepada kita bagaimana cara untuk menggabungkan kata benda (ismun), kata kerja (fi’lun), atau partikel (huruf/harfun) untuk membentuk kalimat yang bermanfaat (jumlah mufidah) juga untuk mengetahui keadaan (i’rab) huruf akhir dari sebuah kata.
Advertisement
Sejarah Ilmu Nahwu
Penemu ilmu nahwu adalah Abu Al-Aswad Ad-Du'ali. Suatu saat Aswad Ad-duali mendengarkan anak perempuannya berucap:
مَا اَجْمَلُ السَّمَاءِ
(baca : maa ajmalusamaai")
Maka Aswad Ad-Duali pun menjawab: Kawakibuhaa atau Nujumuha Bintang bintangnya, karena Abu Al-Aswad Ad-Du'ali mengira anak perempuannya bertanya.
Namun anaknya membantah, yang ia maksud adalah takjub bukan pertanyaan. Maka Aswad Ad-Duali pun menjawab:
اِفْتَحِيْ فِيْكِ – iftahii Fiiki: Bukalah Mulutmu
Yang Maksudnya adalah sebagati teguran bacaannya adalah Maa Ajmalaassama'a ! (مَا اَجْمَلَ السَّمَاءَ), bukan Maa Ajmalassama'u (مَا اَجْمَلَ السَّمَاءُ)
Aswad Ad-Dauli pun menceritakan prihal ini kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kemudian Sayyidina Ali memerintahkan untuk mendokumentasikan prihal ilmu nahwu, agar tidak ada lagi kesalahan bacaan dan pengucapan dalam bahasa Arab hingga membuat makna yang berbeda.
Tujuan Pembelajaran Ilmu Nahwu
Setelah memahami pengertian dari ilmu nahwu, kamu bisa memahami tujuan pembelajarannya. Tujuan pelajaran Ilmu nahwu adalah sebagai penjagaan lisan dari kesalahan dalam pengucapan lafal bahasa arab dan untuk memahami Al-Quran serta Hadis Nabi Muhammad SAW dengan pemahaman yang benar. Hal ini karena Al-Qur'an dan As-Sunnah inilah asal syariat Islam dan di atas kedua hal tersebut pembahasan seputar syariat islam terjadi.
Tujuan utama dari mempelajari ilmu nahwu tentunya agar kamu dapat memahami kitabullah (Al-Quran) dan sunah rasul-Nya Nabi Muhammad SAW. Hal ini disebabkan karena kebanyakan pembahasan keduanya (Al-Quran dan sunah) atau untuk memahami lebih banyak dari kedua sumber ilmu umat Islam tersebut, tergantung pengetahuan tentang ilmu Nahwu ini. Selain itu, ilmu nahwu juga berguna dalam memperbaiki lisan agar sesuai dengan bahasa Arab, yang dengannya Kalamullah (Al-Quran) turun dengan bahasa tersebut.
Advertisement
Jenis Kata dalam Ilmu Nahwu
Subjek pembahasan dari ilmu nahwu adalah huruf (harf), kata (kalimah), dan kalimat (jumlah). Sementara itu, jenis kata dalam bahasa Arab yang termasuk pembahasan ilmu nahwu ada tiga, yaitu kata benda atau isim, kata kerja atau fi’il, dan huruf atau harfun.
1. Kata Benda atau Isim
Kata benda atau Isim dalam ilmu nahwu merujuk pada benda, sifat, ataupun orang. Biasanya ismim atau kata benda ini dapat dilihat dari jenis kelaminnya, apakah isim tersebut isim mudzakkar (isim yang berjenis kelamin laki-laki) atau isim muannats (isim yang berjenis kelamin perempuan).
Contoh isim mudzakkar adalah Muhammad, Umar, dan Nuh. Sementara itu, contoh isim muannats di antaranya adalah Fatimah, Aisyah, dan Aminah. Jika diperhatikan, pada akhir lafadz kata berjenis kelamin perempuan selalu diakhiri dengan huruf ta marbutah (ة), sedangkan isim nmudzakar bisa berakhiran apa saja.
Selain isim berdasarkan jenis kelamin, ada pula isim berdasarkan jumlahnya. Isim berdasarkan jumlahnya dibagi menjadi lima macam, yaitu isim mufrad, isim tasmiyah, isim jama’ muzakkar salim, isim jama’ muannas salim, dan isim jama’ taksir.
2. Kata Kerja atau Fi'il
Fi’il sebagai ilmu nahwu dibagi lagi menjadi fi’il madhi (kata kerja masa lalu), fi’il mudhari (kata kerja masa sekarang atau masa depan), fi’il ‘amr (kata perintah), fi’il nahi (kata kerja melarang). Contohnya yaitu asal kalimatnya adalah fi'il Madhi menjadi: ضَرَب (Dharaba), artinya 'telah memukul'. Kemudian diubah ke fi’il Mudhari’ menjadi: يَضْرِبُ (Yadhribu), artinya 'akan memukul'. Setelah itu, diubah menjadi contoh lain, misalnya Masdar: ضَرْبٌ (Dharbun) artinya 'pukulan'.
3. Huruf atau Harfun
Harfun adalah kelompok atau jenis kata yang tidak termasuk isim dan fi’il. Fungsinya sebagai kata depan, kata sambung, atau kata tambahan. Ciri utama harfun adalah tidak dapat dipahami jika tidak berdiri sendiri dan biasanya hanya terdiri dari beberapa huruf hijaiyah.