Sejarah Turunnya Al Quran hingga Menjadi Bentuk Mushaf yang Kita Kenal Sekarang

Berdasarkan sejarah turunya Al Quran, wahyu pertama diturunkan pada pada tahun 610 Masehi ketika Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 14 Jun 2023, 13:40 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2023, 13:40 WIB
alquran
Ilustrasi Al Qur’an Credit: freepik.com

Liputan6.com, Jakarta Sejarah turunnya Al Quran penting untuk diketahui bagi setiap muslim. Sebab, Al Quran merupakan kitab suci yang mengandung ilmu pengetahuan dan pedoman hidup bagi setiap umat Islam. 

Berdasarkan sejarah turunya Al Quran, wahyu pertama diturunkan pada pada tahun 610 Masehi ketika Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun. Al Quran diturunkan secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril.

Para ulama membagi sejarah turunya Al Quran dalam dua periode. Yang pertama adalah periode sebelum Nabi Muhammad SAW sebelum hijrah. Sedangkan periode yang kedua adalah periode hijrah.

Adapun surat-surat yang turun di periode sebelum hijrah disebut sebagai surat-surat atau ayat-ayat makkiyah. Sedangkan ayat-ayat yang turun di periode hijrah disebut sebagai ayat-ayat madaniyyah.

Untuk lebih memahami sejarah turunnya Al Quran, berikut penjelasan selengkapnya, mulai dari turunnya wahyu pertama hingga ayat-ayat Al Quran dimushafkan, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (14/6/2023).

Peristiwa di Gua Hira dan Turunnya Wahyu Pertama

Sejarah turunnya Al Quran tidak lepas dari sebuah tempat yang bernama Gua Hira. Sebab, di tempat tersebut turun wahyu pertama, yakni surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Turunnya ayat tersebut menandai diangkatnya Muhammad menjadi seorang nabi dan rasul.

Diketahui bahwa sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul, Nabi Muhammad SAW memang memiliki kebiasaan untuk menyendiri atau uzlah di Gua Hira, setiap bulan Ramadhan. Menurut Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, tujuan dari uzlah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah untuk memfokuskan pikiran untuk merenungkan alam semesta, memperhatikan fenomena-fenomena keindahan, dan ruhnya bertasbih bersama ruh alam wujud, berpelukan dengan keindahan dan kesempurnaan, bergaul dengan hakikat yang agung, dan latihan bergaul dengannya dengan penuh pengertian dan pemahaman.

Selama beruzlah, Nabi Muhammad menyendiri dan membebaskan diri dari hiruk-pikuk kehidupan serta segala kesibukannya tidak penting. Puncaknya adalah pada 17 Ramadhan, di mana Malaikat Jibril datang membawa wahyu pertama dari Allah SWT.

“Bacalah,” kata Malaikat Jibril.

Nabi menjawab “Aku tidak dapat membaca."

Dialog tersebut terulang sampai tiga kali. Kemudian Malaikat Jibril membacakan Surat Al-Alaq ayat 1-5 berikut ini:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ

Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!

خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ

Artinya: Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ

Artinya: Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia,

الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ

Artinya: yang mengajar (manusia) dengan pena.

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

Artinya: Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Turunnya Wahyu Kedua Surat Al-Muddassir ayat 1 dan 2

Keistimewaan 22 Binatang yang Disebut Dalam Alquran (Part 1)
Inilah keistimewaan 22 binatang yang disebutkan dalam kitab suci agama Islam, Alquran.

Turunnya surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5 di Gua Hira menandai dimulainya sejarah turunnya Al Quran. Setelah peritiwa di Gua Hira', Nabi Muhammad SAW pulang dengan perasaan takut yang yang luar biasa. Bahkan tubuh beliau sampai gemetar.

Sampai di rumah, Nabi meminta istrinya, Siti Khadijah, untuk menyelimutinya. "Tolong selimuti aku, selimuti aku," ucap Nabi.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Saya menyendiri di Gua Hira selama sebulan. Setelah selesai, saya lalu bermaksud turun ke bawah. Ketika berada di pertengahan bukit, tiba-tiba sebuah suara memanggil, tapi saya tidak melihat seorang pun. Akan tetapi, tatkala saya mengangkat kepala, tiba-tiba terlihat malaikat yang sebelumnya mendatangi saya. Saya langsung bergegas pulang. Sesampainya di rumah, saya lalu berkata, ‘Selimuti saya!’ Allah lalu menurunkan ayat, “Wahai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan!’”

Ayat tersebut adalah Surat Al-Muddassir ayat 1 dan 2, yakni sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَا الْمُدَّثِّرُۙ

Artinya: Wahai orang yang berkemul (berselimut)!

قُمْ فَاَنْذِرْۖ

Artinya: bangunlah, lalu berilah peringatan! (2)

Setelah itu, Khadijah membawa Nabi bertemu dengan Waraqah bin Naufal bin Asad bin 'Abdil 'Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah. Khadijah menanyakan kepada Waraqah mengenai apa yang terjadi pada suaminya. Waraqah, yang sudah lanjut usia mengatakan bahwa yang ditemui oleh suaminya adalah Malaikat Jibril.

Selain itu, Waraqah juga mengemukakan kemungkinan besar bahwa Muhammad SAW adalah seorang nabi. Waraqah mengingatkan bahwa menjadi seorang nabi adalah tugas yang berat. Menurut Waraqah, nabi-nabi besar sebelumnya selalu diabaikan dan merasa kesepian dalam masyarakat. Menjadi nabi berarti diasingkan dan merasa sendirian.

Waraqah menyatakan dukungannya kepada Nabi. Ia berjanji akan melindungi dan membantu Nabi selama ia masih hidup. Akan tetapi, tak lama setelah pertemuan itu, Waraqah meninggal dunia.

Proses Diturunkannya Al Quran

Keistimewaan 22 Binatang yang Disebut dalam Alquran (Part 2)
Inilah keistimewaan 22 binatang yang disebutkan dalam kitab suci agama Islam, Alquran.

Sejarah turunnya Al Quran tidak berlangsung secara langsung, sebab ayat-ayat Al Quran sendiri sehingga terbentuklah menjadi mushaf seperti yang kita kenal sekarang melalui proses yang panjang. Adapun proses turunnya Al Quran berlangsung secara bertahap selama sekitar 23 tahun. Beberapa sumber mengatakan bahwa penurunan Al-Quran berlangsung selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.

Selama periode tersebut, Allah SWT menyampaikan Al-Quran kepada Muhammad dalam bentuk 30 juz atau 114 surat, dengan sekitar 6666 ayat. Al-Quran sendiri diturunkan di dua tempat, yaitu di Mekah dan di Madinah. Ayat-ayat yang turun di Mekah disebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun di Madinah disebut ayat Madaniyah.

Dalam sejarah turunnya Al Quran, periode pertama di Mekah berlangsung selama 4 hingga 5 tahun. Pada masa ini, dakwah Islam masih terbatas pada lingkungan kecil, dan ayat-ayat yang diturunkan umumnya berkaitan dengan pembentukan kepribadian Rasulullah SAW, prinsip-prinsip akhlak Islam, pengetahuan tentang sifat Allah, serta penolakan terhadap pandangan hidup pada masa jahiliyah.

Periode kedua di Mekah berlangsung selama 4 hingga 9 tahun. Pada masa ini, dakwah Islam mulai mendapat perlawanan. Masyarakat Mekah mulai menghalangi dakwah. Ayat-ayat yang diturunkan pada masa ini umumnya berkaitan dengan kewajiban sebagai seorang Muslim, pembatasan dalam ibadah kepada Allah, pembahasan tentang hari kiamat, serta ancaman dan pengecaman terhadap orang-orang musyrik yang berperilaku buruk.

Berikutnya dalam sejarah turunnya Al Quran, terdapat periode Madinah.Periode di Madinah berlangsung selama 10 tahun. Rasulullah SAW hijrah dari Mekah ke Madinah, dan masyarakat di sekitar Madinah mulai menguatkan imannya. Di sana, masyarakat Muslim dan Yahudi hidup berdampingan, tetapi seiring berjalannya waktu, kaum Yahudi juga mulai menentang dakwah Nabi Muhammad SAW.

Sebelum Al Quran Berbentuk Mushaf

[Bintang] Mahasiswa Termuda Asal Surabaya Ini Juga Penghafal Alquran Lho
Mahasiswa Termuda Asal Surabaya Ini Juga Penghafal Alquran Lho. (Ilustrasi: static.independent.co.uk)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Al Quran tidak langsung diturunkan dalam bentuk kitab atau mushaf seperti yang kita kenal sekarang. Berdasarkan sejarah turunnya Al Quran, ayat-ayat dalam Al Quran diturunkan secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun.

Bahkan ketika ayat-ayat Al Quran diturunkan, semua itu tidak langsung ditulis dan dirangkum dalam buku atau kitab. Setiap ayat dalam Al Quran dihafalkan oleh Nabi Muhhamad SAW dan para sahabat di luar kepala. Ada beberapa faktor yang membuat Al Quran tidak langsung dibubukan di zaman Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan sejarah turunnya Al Quran hingga firman Allah tersebut dibukukan, ada banyak faktor yang mendasari bahwa Al Quran tidak langsung dibukukan.

Pada waktu itu, kertas belum umum digunakan di wilayah Arab, meskipun sudah ada di China. Karena Nabi Muhammad SAW tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis, saat menerima wahyu, beliau segera menyampaikannya kepada para sahabat. Para sahabat kemudian menghafal wahyu tersebut secara lisan.

Bagi mereka yang memiliki kemampuan menulis, mereka diminta untuk menuliskannya pada bahan-bahan seperti kulit pohon, batu, kain, kulit hewan, dan sebagainya. Tujuan utama adalah untuk menjaga keaslian dan kesucian Al-Quran.

Untuk memastikan keberlanjutan dan keakuratan Al-Quran, setiap tahun Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad SAW akan mengulangi hafalan Al-Quran. Bahkan menjelang tahun terakhir kehidupan beliau, Nabi Muhammad SAW beserta Malaikat Jibril mengulangi hafalan tersebut dua kali sebagai upaya untuk memperkuat pengingatan dan kelestarian Al-Quran.

Upaya Membukukan Al Quran

Ilustrasi Seseorang Sedang Meraih Pahala Ramadan dengan Berdoa dan Membaca Alquran
Ilustrasi Seseorang Sedang Meraih Pahala Ramadan dengan Berdoa dan Membaca Alquran (freepik)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam sejarah turunnya Al Quran, bahwa firman Allah SWt tersebut tidak diturunkan dalam bentuk kitab seperti yang kita kenal sekarang. Pada zaman Nabi Muhammad SAW, setiap ayat Al Quran dihafalkan oleh para sahabat. Bagi mereka yang memiliki kemampuan menulis, mereka diminta untuk menuliskannya pada bahan-bahan seperti kulit pohon, batu, kain, kulit hewan, dan sebagainya.

Upaya membukukan Al Quran baru dimulai pada masa khalifah Abu Bakar. Di masa kekhalifahan Abu Bakar, banyak penghafal Al Quran yang mati syahid dalam Perang Yamamah. Hal ini membuat Umar bin Khattab menjadi khawatir dan memikirkan masa depan Al-Qur'an. Oleh karena itu, Umar berdiskusi dengan Khalifah Abu Bakar mengenai perlunya mengumpulkan kembali Al-Qur'an.

Dalam rangka mengatasi kekhawatiran tersebut, Abu Bakar dan Umar bin Khattab mulai mengumpulkan fragmen-fragmen ayat Al-Qur'an yang ada. Kemudian, Abu Bakar meminta bantuan Zaid ibn Tsabit, seorang mantan juru tulis Nabi Muhammad SAW, untuk menuliskan Al-Qur'an agar dapat disatukan menjadi satu lembaran.

Setelah Al-Qur'an terkumpul dalam satu mushaf yang teratur, mushaf tersebut diserahkan kepada Abu Bakar dan ia menyimpannya hingga wafat. Kemudian, Umar bin Khattab mengambil alih tugas menjaga mushaf tersebut hingga beliau juga wafat. Setelah kepemimpinan Umar, tanggung jawab menjaga mushaf Al-Qur'an diwarisi oleh putrinya bernama Hafshah binti Umar bin Khattab, yang juga merupakan salah satu istri Nabi Muhammad SAW.

Standardisasi Mushaf Al Quran

Ayat Tentang Puasa
Alquran / Sumber: iStockphoto

Kemudian pada zaman Khalifah Utsman bin Affan terjadi standardisasi mushaf Al Quran. Ini menjadi bagian penting dalam sejaran turunnya Al Quran. Standardisasi mushaf Al Quran dilakukan karena agama Islam yang menyebar semakin luas, sehingga menyebabkan perbedaan pengucapan beberapa kata dalam Al-Qur’an.

Oleh karena itu, Utsman bin Affan mengambil inisiatif untuk menetapkan standar Al-Qur'an yang dikenal sebagai Mushaf Utsmani. Dalam upaya ini, Utsman bin Affan membentuk sebuah panitia yang terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisham.

Tujuan utama mereka adalah untuk mengumpulkan Al-Qur'an dalam bentuk yang tercatat, dengan menyalin ayat-ayat dari lembaran-lembaran menjadi satu buku. Selain itu, mereka berupaya untuk menyatukan gaya penulisan dan pelafalannya agar sesuai dengan dialek suku Quraisy, karena konon Al-Qur'an diturunkan dalam dialek suku tersebut.

Utsman berupaya mengirim utusan kepada Hafsah binti Umar untuk meminta dokumen-dokumen yang berisi ayat-ayat Al-Qur'an. Selama negosiasi, Hafsah memberikan izin dengan syarat bahwa Utsman harus mengembalikan dokumen asli setelah ayat-ayatnya selesai disalin. Utsman menyetujui persyaratan tersebut.

Setelah Al-Qur'an tersusun dengan rapi dan terbukukan, mushaf tersebut mulai didistribusikan ke beberapa negara, seperti Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan Madinah, serta ke negara-negara Islam lainnya. Utsman juga memenuhi janjinya dengan mengembalikan dokumen asli kepada Hafsah.

Demikian adalah sejarah turunnya Al Quran, hingga menjadi mushaf yang kita kenal seperti sekarang. Dari serangkaian penjelasan mengenai sejarah turunnya Al Quran tersebut, kita dapat memahami bahwa Al Quran menjadi seperti sekarang ini melalui proses panjang karena diturunkan secara bertahap. Bahkan ketika diupayakan untuk dibukukan pun, juga melalui proses yang melibatkan tiga masa kekhalifahan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya