Latar Belakang Pemilu di Indonesia yang Wajib Disimak, Kenali Dasar Hukum dan Sistemnya

Pemilu merupakan mekanisme esensial dalam sistem pemerintahan demokratis yang bertujuan, untuk memberikan hak suara kepada masyarakat dalam menentukan pilihan dan mengekspresikan preferensi politik mereka.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 31 Jan 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi pemilu, PTPS
Ilustrasi pemilu, PTPS. (Image by macrovector on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Latar belakang pemilu merujuk pada sejarah, perkembangan dan konteks historis yang melandasi sistem pemilihan umum di suatu negara atau wilayah. Pengertian ini mencakup berbagai aspek, mulai dari perkembangan konsep demokrasi, perubahan sosial, hingga perubahan regulasi yang membentuk cara pemilihan umum di suatu tempat.

Latar belakang pemilu di Indonesia telah mengalami evolusi seiring dengan bergulirnya zaman, terutama sejak era reformasi pada tahun 1998. Perkembangan ini menjadikan pemilu sebagai instrumen yang semakin demokratis dan inklusif, serta mencerminkan semangat perubahan dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik.

Latar belakang pemilu di Indonesia sebelumnya didominasi oleh partai-partai politik tertentu yang diakui oleh pemerintah. Namun, setelah meletusnya reformasi pada tahun 1998, terjadi pergeseran paradigma yang signifikan. Reformasi ini kemudian membuka pintu lebar-lebar menuju kebebasan politik dan partisipasi masyarakat, dalam menentukan pilihan politik mereka.

Perkembangan ini tidak hanya menciptakan panggung politik yang lebih dinamis, tetapi juga memberikan warga negara perasaan bahwa suara dan partisipasi mereka memiliki dampak yang nyata dalam proses demokrasi. Berikut ini latar belakang pemilu yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (31/1/2024). 

Sejarah dan Latar Belakang Pemilu

Ilustrasi pemilu
Tata cara pemilu 2019. (Foto: merdeka.com)

Pada tanggal 3 November 1945, melalui Maklumat X yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, didorong pembentukan partai-partai politik sebagai persiapan untuk penyelenggaraan Pemilu pada tahun 1946. Maklumat X memberikan legitimasi kepada partai-partai politik yang sudah terbentuk sebelumnya, baik pada masa pemerintahan Belanda maupun Jepang.

Maklumat X juga menetapkan tujuan lain, yaitu penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan Januari 1946. Namun, rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan karena beberapa faktor, antara lain kurangnya perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan rendahnya stabilitas keamanan negara pada saat itu. Pemerintah dan rakyat saat itu lebih fokus pada upaya mempertahankan kemerdekaan.

Pemilu 1955

Sejarah pemilu di Indonesia diawali pada tahun 1955,, setelah melalui periode pemerintahan Soekarno. Pada periode ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menetapkan UUD 1945 sebagai Dasar Negara. Konstituante dan DPR hasil Pemilu dibubarkan dan digantikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Selama periode Soekarno, terjadi perubahan politik yang krusial, termasuk ketika MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) menolak Pidato Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara pada Sidang Umum Ke-IV tanggal 22 Juni 1966.

Pemilu 1971 – 1997

Setelah pemerintahan Soekarno, MPRS menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada tanggal 12 Maret 1967, dan pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto ditetapkan sebagai Presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS. Selama 32 tahun kepemimpinan Soeharto, Indonesia mengadakan enam kali Pemilu untuk memilih anggota DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat I, dan DPRD tingkat II. Pada era ini, Presiden dipilih oleh MPRS.

Pemilu 1971

Orde Baru mulai meredam persaingan politik dan mengurangi pluralisme politik. Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi partai yang mendominasi dengan perolehan suara sebesar 62,82%.

Pemilu 1977

Pemilu tahun 1977 mengalami perubahan dengan penyatuan beberapa partai politik. Partai Nahdlatul Ulama (NU), Parmusi, Perti, dan PSII bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan Partai Nasional Indonesia (PNI), Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Formasi kepartaian ini terus dipertahankan hingga Pemilu 1997, dengan Golkar sebagai partai mayoritas, diikuti oleh PPP dan PDI.

Pemilu 1999

Pada tahun 1998, Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie sebagai Presiden, dan pada tahun yang sama, Pemilu yang semula diagendakan pada tahun 2002 dipercepat pelaksanaannya menjadi tahun 1999. Pemilu 2009 berjalan secara damai tanpa kekacauan yang signifikan. Pembagian kursi mengikuti sistem proposional dengan menggunakan varian Roget. Calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah tempat seseorang dicalonkan.

Pemilu 2004

Pemilu 2004 melibatkan banyak partai politik dan terdiri dari dua tahap, yaitu pemilihan anggota parlemen yang memenuhi parliamentary threshold dan pemilihan presiden dengan dua putaran. Terjadi perubahan sistem dalam pemilihan DPR/DPRD, DPD, dan pemilihan presiden-wakil presiden yang dilakukan secara langsung.

Pemilu 2009

Pemilu 2009 merupakan pemilu kedua dengan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Pasangan calon terpilih ditentukan berdasarkan perolehan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dengan minimal 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia.

Pemilu 2014

Pemilu 2014 diadakan dua kali, yaitu untuk pemilihan anggota legislatif pada 9 April 2014, dan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden pada 9 Juli 2014. Pemilu ini memilih anggota DPR, DPD, serta anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota periode 2014-2019.

Pemilu 2019

Pemilu 2019 melibatkan 20 partai politik, namun setelah verifikasi dan proses banding, hanya 16 partai yang menjadi peserta pemilu legislatif. PDI Perjuangan menjadi pemenang dengan perolehan suara terbanyak dan 128 kursi di DPR, diikuti oleh Partai Gerindra dan Partai Golkar.

Sejak periode reformasi, Pemilu di Indonesia diadakan secara reguler setiap lima tahun untuk memilih anggota DPR, DPRD tingkat I, dan DPRD tingkat II. Sistem pemilihan umum yang digunakan saat ini adalah sistem pemilihan umum langsung berdasarkan perwakilan proporsional. Pemilu menjadi salah satu mekanisme penting dalam proses demokratisasi dan perwujudan kehendak rakyat di Indonesia.

Dasar Hukum Pemilu di Indonesia

Ilustrasi pemilu
Ilustrasi pemilu. (Photo by Edmond Dantès on Pexels)

Pemilihan umum di Indonesia diatur oleh serangkaian undang-undang dan konstitusi negara, memberikan landasan hukum yang kokoh untuk melaksanakan proses demokratis. Dasar hukum utamanya terletak pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebuah payung hukum yang menjadi pedoman utama pelaksanaan pemilu di Indonesia. Selain itu, prinsip-prinsip pemilihan umum juga tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya dalam Pasal 22E ayat (1), yang menetapkan bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan secara jujur, adil, langsung, umum, bebas, rahasia, dan berkeadilan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu merinci berbagai aspek terkait pelaksanaan pemilihan umum. Hal ini mencakup sistem pemilihan, alokasi jumlah kursi yang diperebutkan, tahapan-tahapan pemilu, proses pemungutan suara, hingga peraturan terkait calon dan partai politik. Selain itu, undang-undang ini juga mengatur lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Adapun, terdapat undang-undang terkait lainnya yang memengaruhi pelaksanaan pemilihan umum, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah, yang berfungsi sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Selain itu, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum juga memberikan arahan terkait penyelenggaraan pemilu.

Dengan dasar hukum yang kokoh ini, diharapkan sistem pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia dapat berjalan dengan integritas, keadilan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Landasan hukum yang kuat menjadi fondasi penting dalam memastikan bahwa setiap tahap pemilu dilaksanakan secara transparan dan memberikan hak suara kepada seluruh warga negara secara adil.

Sistem Pemilihan

Ilustrasi Pemilu, pemungutan suara
Ilustrasi Pemilu, pemungutan suara. (Image by krakenimages.com on Freepik)

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia merupakan rangkaian proses demokratis yang melibatkan berbagai jenis pemilihan umum, diatur secara rutin sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pemilu ini menjadi fondasi dari sistem pemerintahan demokratis yang mendorong partisipasi aktif warga negara dalam menentukan perwakilan mereka di lembaga legislatif dan eksekutif. Pemilihan umum legislatif merupakan salah satu elemen penting dalam dinamika politik Indonesia. Proses ini bertujuan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di tingkat nasional dan daerah. Seiringnya dengan itu, pemilihan umum presiden dan wakil presiden diadakan setiap lima tahun untuk menentukan kepala negara dan pemerintahan.

Sistem pemilu yang diterapkan di Indonesia mengadopsi pendekatan proporsional. Dalam konteks ini, kursi di lembaga legislatif dialokasikan berdasarkan presentase suara yang diperoleh oleh setiap partai politik. Pendekatan ini dipilih untuk memastikan representasi yang adil dan seimbang bagi berbagai partai politik, serta untuk mencegah dominasi oleh satu atau beberapa partai tertentu. Keunggulan dari sistem proporsional ini adalah memberikan peluang kepada partai politik kecil dan baru untuk tetap memiliki tempat dan suara dalam kebijakan publik. Dengan demikian, pemilihan umum di Indonesia tidak hanya menjadi wahana penentuan perwakilan politik, tetapi juga alat untuk memupuk keragaman pandangan politik dan mewakili spektrum yang luas dari kepentingan masyarakat.

Diharapkan, melalui sistem pemilihan umum yang inklusif ini, Indonesia dapat membangun pemerintahan yang mewakili dan memahami berbagai aspek masyarakat. Kesinambungan pelaksanaan pemilu dengan integritas dan transparansi diharapkan akan terus memperkuat fondasi demokrasi dan meningkatkan partisipasi warga negara dalam proses politik negara ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya