Liputan6.com, Jakarta - Jakarta, ibu kota Indonesia, menghadapi ancaman serius tenggelam setiap tahunnya. Fenomena ini telah menjadi perhatian para ahli dan pemangku kepentingan di seluruh dunia. Setiap tahun kota Jakarta tenggelam berapa cm? Menurut laporan World Economic Forum (WEF), Jakarta mengalami penurunan permukaan tanah hingga 17 cm per tahun.
Baca Juga
Advertisement
Penyebab utama tenggelamnya Jakarta adalah eksploitasi air tanah yang berlebihan, perencanaan kota yang buruk, dan dampak perubahan iklim global. Kombinasi faktor-faktor ini mengakibatkan penurunan tanah yang signifikan di berbagai wilayah kota. Jakarta Utara, misalnya, telah tenggelam 2,5 meter dalam 10 tahun terakhir, dengan kecepatan penurunan mencapai 25 cm per tahun di beberapa bagian.
Situasi ini semakin mengkhawatirkan mengingat proyeksi masa depan yang suram. Para ahli memperkirakan bahwa jika tren ini berlanjut, sekitar 95% wilayah Jakarta Utara akan terendam air laut pada tahun 2050. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Jakarta; kota-kota besar lain seperti Lagos, Houston, dan Dhaka juga menghadapi ancaman serupa akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia.
Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Kamis (19/9/2024).
Setiap Tahun Kota Jakarta Tenggelam Berapa Cm?
Jakarta, ibu kota Indonesia, menghadapi ancaman serius akibat fenomena penurunan tanah yang terjadi secara signifikan setiap tahunnya. Pertanyaan "Setiap tahun kota Jakarta tenggelam berapa cm?" menjadi semakin relevan mengingat dampaknya yang luas terhadap kehidupan warga dan masa depan kota. Menurut laporan dari World Economic Forum (WEF), Jakarta mengalami penurunan tanah dengan laju yang sangat mengkhawatirkan, mencapai sekitar 17 cm setiap tahunnya.
Tingkat penurunan tanah di Jakarta bervariasi di berbagai wilayah kota. Jakarta Utara, sebagai kawasan pesisir, mengalami dampak paling parah. Penelitian yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, Jakarta Utara telah mengalami penurunan tanah sebesar 2,5 meter. Ini berarti beberapa bagian wilayah tersebut tenggelam dengan kecepatan rata-rata 25 cm per tahun, jauh di atas rata-rata global untuk kota-kota besar di pesisir.
Wilayah Lain di Jakarta Juga Mengalami
Wilayah lain di Jakarta juga tidak luput dari fenomena ini, meskipun dengan tingkat yang lebih rendah. Jakarta Barat dilaporkan mengalami penurunan tanah sebanyak 15 cm setiap tahun, sementara Jakarta Timur tenggelam sekitar 10 cm per tahun. Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, meski tidak separah wilayah lainnya, juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 2 cm dan 1 cm setiap tahunnya.
Setiap tahun kota Jakarta tenggelam berapa cm? Jawabannya bervariasi tergantung lokasi spesifik di dalam kota, namun angka rata-rata 17 cm per tahun yang dilaporkan WEF memberikan gambaran yang mengkhawatirkan. Jika tren ini berlanjut tanpa adanya intervensi yang signifikan, proyeksi menunjukkan bahwa sekitar 95% wilayah Jakarta Utara akan terendam air laut pada tahun 2050.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada infrastruktur fisik kota, tetapi juga mengancam kehidupan dan mata pencaharian jutaan warga Jakarta. Penurunan tanah yang terus-menerus meningkatkan risiko banjir, kerusakan bangunan, dan berbagai masalah lingkungan lainnya. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang seberapa cepat Jakarta tenggelam setiap tahunnya menjadi krusial dalam merumuskan strategi mitigasi dan adaptasi yang efektif untuk masa depan kota.
Advertisement
Penyebab Setiap Tahun Kota Jakarta Tenggelam
Fenomena tenggelamnya Jakarta setiap tahun disebabkan oleh beberapa faktor utama:
a) Eksploitasi Air Tanah Berlebihan
Penyebab utama penurunan tanah di Jakarta adalah pengambilan air tanah yang tidak terkendali. Ketergantungan yang tinggi pada air tanah sebagai sumber air bersih, akibat terbatasnya akses terhadap sistem penyediaan air bersih yang memadai, memaksa warga Jakarta untuk terus memompa air dari akuifer.
Praktik ini menyebabkan penurunan tekanan air di bawah permukaan tanah, yang mengakibatkan kompaksi tanah dan penurunan permukaan. Menurut laporan WEF, sekitar 60% kebutuhan air Jakarta dipenuhi dari air tanah, menunjukkan besarnya skala eksploitasi yang terjadi.
b) Urbanisasi dan Perencanaan Kota yang Buruk
Pertumbuhan populasi yang pesat dan urbanisasi yang tidak terkendali di Jakarta telah menciptakan tekanan besar pada infrastruktur kota dan sumber daya alam. Pembangunan yang tidak terencana dengan baik, terutama di daerah dataran rendah yang padat penduduk, memperparah dampak dari ekstraksi air tanah.
Kurangnya ruang terbuka hijau dan permukaan yang dapat menyerap air hujan juga berkontribusi pada masalah ini, karena mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air dan mempertahankan stabilitasnya.
c) Perubahan Iklim dan Kenaikan Permukaan Laut
Perubahan iklim global memainkan peran signifikan dalam memperburuk situasi di Jakarta. Kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global meningkatkan risiko banjir dan erosi pantai. Hal ini tidak hanya mengancam wilayah pesisir Jakarta secara langsung, tetapi juga mempersulit drainase air dari daratan ke laut, meningkatkan risiko banjir dan genangan air di seluruh kota.
d) Beban Bangunan dan Infrastruktur
Pembangunan gedung-gedung bertingkat dan infrastruktur berat di atas tanah yang tidak stabil juga berkontribusi pada penurunan tanah. Beban berat ini menekan lapisan tanah di bawahnya, mempercepat proses penurunan, terutama di area dengan ekstraksi air tanah yang tinggi.
e) Kurangnya Regulasi dan Penegakan Hukum
Meskipun ada upaya untuk mengatasi masalah ini, seperti kebijakan pemulihan tabel air yang dicanangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, implementasi dan penegakan yang lemah membuat upaya-upaya tersebut kurang efektif. Kurangnya kesadaran masyarakat dan lemahnya penegakan hukum terkait penggunaan air tanah dan pembangunan ilegal juga menjadi faktor penting dalam permasalahan ini.
Apakah Bisa Dicegah dan Diatasi?
Meskipun situasi Jakarta tampak mengkhawatirkan, para ahli meyakini bahwa fenomena tenggelamnya kota ini masih bisa dicegah dan diatasi. Namun, diperlukan pendekatan komprehensif dan tindakan cepat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Setiap tahun kota Jakarta tenggelam berapa cm bukan lagi sekadar pertanyaan, tetapi harus menjadi dorongan untuk aksi nyata.
1. Menghentikan ekstraksi air tanah berlebihan
Langkah pertama yang krusial adalah menghentikan ekstraksi air tanah berlebihan. Pemerintah DKI Jakarta telah mulai menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan air tanah, terutama untuk keperluan industri dan komersial. Implementasi sistem penyediaan air bersih yang lebih baik dan luas juga menjadi prioritas. Proyek-proyek seperti pembangunan waduk dan sistem pengolahan air bersih skala besar harus dipercepat untuk mengurangi ketergantungan pada air tanah.
2. Perbaikan tata ruang kota dan manajemen lingkungan
Perbaikan tata ruang kota dan manajemen lingkungan juga menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini. Peningkatan area resapan air, seperti ruang terbuka hijau dan taman kota, dapat membantu mengurangi limpasan air permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Program "biopori" yang melibatkan pembuatan lubang-lubang resapan air di berbagai titik kota juga telah diimplementasikan dan perlu diperluas.
3. Adaptasi terhadap perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut
Adaptasi terhadap perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut juga menjadi fokus penting. Pembangunan tanggul laut dan sistem polder di wilayah pesisir Jakarta merupakan upaya untuk melindungi kota dari intrusi air laut. Sementara itu, revitalisasi sistem drainase kota dan normalisasi sungai-sungai yang melintasi Jakarta juga penting untuk meningkatkan kapasitas kota dalam menangani banjir dan genangan air.
4. Edukasi dan partisipasi masyarakat
Edukasi dan partisipasi masyarakat menjadi komponen vital dalam upaya pencegahan dan penanggulangan. Kampanye kesadaran publik tentang pentingnya konservasi air dan dampak ekstraksi air tanah berlebihan perlu terus digalakkan. Program-program seperti pemanenan air hujan di tingkat rumah tangga dan komunitas juga dapat berkontribusi signifikan dalam mengurangi ketergantungan pada air tanah.
5. Kolaborasi internasional dan pemanfaatan teknologi mutakhir
Kolaborasi internasional dan pemanfaatan teknologi mutakhir juga dapat membantu Jakarta dalam mengatasi tantangan ini. Kerjasama dengan kota-kota lain yang menghadapi masalah serupa, seperti Bangkok atau Venice, dapat membuka peluang pertukaran pengetahuan dan best practices. Penggunaan teknologi pemantauan canggih, seperti satelit dan sensor tanah, dapat membantu dalam mengukur dan memantau penurunan tanah secara lebih akurat, memungkinkan respons yang lebih cepat dan tepat sasaran.
Advertisement