Liputan6.com, Jakarta Pernahkah Anda membayangkan sebuah kota yang mampu menyerap dan mengelola air hujan secara efisien seperti spons? Konsep inilah yang dikenal sebagai Kota Spons, dan kini tengah menjadi fokus perhatian di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur. Kota Spons adalah pendekatan inovatif yang mengintegrasikan elemen hijau dan biru untuk mengatasi tantangan terkait air hujan dan drainase perkotaan.
Penerapan konsep ini di IKN mencakup berbagai strategi, mulai dari pembangunan ruang terbuka hijau yang luas hingga infrastruktur biru seperti kolam retensi dan sistem drainase canggih. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan tahan terhadap risiko banjir, sambil meningkatkan kualitas hidup warga. Bagaimana metode ini diterapkan dan apa saja komponen penting yang terlibat?
Advertisement
Baca Juga
Dengan mengadopsi teknologi terbaru dan pendekatan holistik, Kota Spons di IKN diharapkan tidak hanya dapat mengatasi masalah drainase tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat. Apakah Anda penasaran bagaimana kota ini akan berubah dan berfungsi dalam praktik?
Untuk lebih mengenal apa itu Kota Spons, berikut ini telah Liputan6.com rangkum informasi lengkapnya, Rabu (7/8/2024).
Latar Belakang dan Aturan di Balik Pemilihan Konsep Sponge City di IKN
Perubahan iklim merupakan tantangan global yang semakin mendesak, dan dampaknya sangat terasa di kota-kota pesisir seperti Jakarta. Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, menghadapi ancaman serius dari kombinasi peningkatan permukaan laut dan penurunan tanah yang dapat menyebabkan sekitar seperempat wilayahnya tenggelam pada tahun 2050. Dalam menghadapi risiko ini, pemindahan ibu kota negara ke Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur menjadi salah satu langkah mitigasi yang strategis.
Pembangunan IKN dirancang dengan prinsip dasar yang menekankan pada orientasi terhadap alam, teknologi, dan keberlanjutan lingkungan. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara mencantumkan konsep-konsep penting untuk pengembangan kawasan IKN, termasuk penekanan pada mitigasi risiko perubahan iklim dan dampak urbanisasi.
Salah satu pendekatan utama yang dipilih untuk mengatasi masalah ini adalah konsep Sponge City, yang diperkenalkan pertama kali oleh arsitek Tiongkok, Kongjian Yu, pada tahun 2000. Sponge City merupakan pendekatan pengelolaan air perkotaan yang berkelanjutan, bertujuan untuk membuat kota dapat menyerap, menyimpan, dan mengelola air hujan secara efektif.
Konsep ini menjadi sangat relevan di era perubahan iklim karena dapat membantu mengurangi risiko banjir dan kekurangan air bersih yang semakin meningkat. Dengan prinsip-prinsip dasar yang mengintegrasikan solusi berbasis alam, teknologi, dan keberlanjutan, konsep Sponge City diharapkan dapat menjadi landasan pembangunan IKN yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Advertisement
Pengembangan Kawasan IKN sebagai Sponge City
Penerapan konsep Sponge City dalam pengembangan kawasan IKN melibatkan berbagai aspek strategis yang dirancang untuk mengembalikan siklus alami air dan meningkatkan keberlanjutan lingkungan. Konsep ini diterapkan melalui pembangunan infrastruktur hijau dan biru yang luas, termasuk taman kota, atap hijau, dan lahan basah.
Selain itu, sistem drainase perkotaan diperbarui dengan penggunaan kolam retensi, jaringan pipa, serta teknologi canggih untuk mengumpulkan, menyaring, dan memanfaatkan air hujan. Pembangunan IKN bertujuan untuk menciptakan ruang terbuka hijau dan biru yang terhubung secara harmonis dalam satu kesatuan tata hidrologis, dengan mengoptimalkan peresapan air hujan dan meminimalkan limpasan permukaan.
Dalam praktek, pengembangan IKN sebagai Sponge City mencakup tiga tujuan utama:
- Pertama, menciptakan Kota Nusantara yang mengintegrasikan koridor hijau dan biru untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan memastikan ketersediaan air bersih.
- Kedua, mengembangkan Kota Penyerap yang efektif, di mana taman kota berfungsi sebagai ruang terbuka hijau yang menyerap limpasan air hujan dan koridor hijau serta biru berfungsi sebagai penangkap limpasan kota.
- Ketiga, mewujudkan Kota Terpadu dengan elemen fasilitas perkotaan yang dirancang untuk mengumpulkan air hujan dan meningkatkan daya serap tanah, berkontribusi pada perbaikan lingkungan habitat.
Penerapan prinsip-prinsip ini diharapkan dapat membantu mencapai lingkungan perkotaan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun konsep Sponge City menawarkan banyak manfaat, penerapannya di IKN menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Salah satu tantangan utama adalah biaya investasi awal yang tinggi, yang dapat menjadi hambatan besar dalam pelaksanaan proyek-proyek skala besar. Selain itu, pengelolaan jangka panjang dari infrastruktur Sponge City juga memerlukan perencanaan yang kompleks dan berkelanjutan.
Ketidakpastian mengenai kondisi hidrologi masa depan akibat perubahan iklim menambah kerumitan dalam perencanaan kota dan desain infrastruktur, karena perhitungan yang akurat sangat penting untuk memastikan bahwa sistem yang dibangun dapat menghadapi berbagai perubahan lingkungan di masa depan.
Tantangan lain termasuk perluasan penerapan konsep Sponge City di wilayah sekitar IKN. Kerja sama yang harmonis dengan wilayah mitra sekitar, seperti Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, sangat penting untuk mendukung keberhasilan pengembangan kawasan IKN.
Peraturan tata ruang yang ada harus disesuaikan untuk mendukung integrasi konsep Sponge City dan memastikan bahwa pengembangan wilayah sekitarnya sejalan dengan tujuan keberlanjutan yang diinginkan. Meskipun terdapat berbagai tantangan, harapan besar ditempatkan pada konsep Sponge City sebagai solusi yang dapat mengatasi isu-isu urbanisasi dan perubahan iklim, berkat inovasi teknologi dan perencanaan perkotaan yang terus berkembang.
Advertisement