Liputan6.com, Jakarta - ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk fokus, mengendalikan impuls, dan mengatur tingkat aktivitas. Kondisi ini, yang merupakan singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, sering kali terdiagnosis pada masa kanak-kanak dan dapat berlanjut hingga dewasa.
ADHD adalah gangguan yang kompleks, melibatkan berbagai faktor biologis dan lingkungan yang mempengaruhi fungsi otak dan perilaku.
Advertisement
Baca Juga
Orang tua, guru, dan profesional kesehatan perlu memahami ADHD untuk memberikan dukungan yang tepat kepada individu yang terkena dampaknya. Pengetahuan tentang ADHD adalah kunci dalam mengenali gejala awal, mencari diagnosis yang akurat, dan mengembangkan strategi manajemen yang efektif. Pemahaman yang lebih baik tentang ADHD dapat membantu mengurangi stigma dan meningkatkan kualitas hidup bagi mereka yang hidup dengan kondisi ini.
ADHD adalah kondisi yang serius dan dapat memiliki dampak signifikan pada kehidupan seseorang jika tidak ditangani dengan baik. Melansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ADHD dapat mempengaruhi prestasi akademik, hubungan sosial, dan kesejahteraan emosional anak.
Namun, dengan diagnosis dini, intervensi yang tepat, dan dukungan berkelanjutan, individu dengan ADHD dapat belajar mengelola gejala mereka dan menjalani kehidupan yang produktif dan memuaskan. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Senin (7/10/2024).
ADHD Adalah Apa?
ADHD adalah gangguan neurodevelopmental yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mempertahankan perhatian, mengendalikan impuls, dan mengatur tingkat aktivitas. Melansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, ADHD adalah singkatan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, yang diterjemahkan sebagai Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas.
Kondisi ini biasanya mulai terlihat pada masa kanak-kanak dan dapat berlanjut hingga dewasa, mempengaruhi berbagai aspek kehidupan individu termasuk akademik, sosial, dan pekerjaan.
ADHD adalah gangguan yang kompleks dengan penyebab multifaktorial. Penelitian menunjukkan bahwa ADHD memiliki komponen genetik yang kuat, dengan faktor herediter memainkan peran signifikan dalam perkembangannya. Melansir dari jurnal The Lancet, studi pada anak kembar menunjukkan tingkat heritabilitas ADHD mencapai 70-80%. Namun, faktor lingkungan juga berperan penting dalam ekspresi gen-gen yang terkait dengan ADHD dan perkembangan gejala-gejalanya.
ADHD adalah kondisi yang mempengaruhi fungsi eksekutif otak, yaitu serangkaian proses kognitif yang memungkinkan seseorang untuk merencanakan, memfokuskan perhatian, mengingat instruksi, dan mengelola berbagai tugas.
Melansir dari National Institute of Mental Health, individu dengan ADHD sering mengalami kesulitan dalam mengorganisir tugas, mengelola waktu, dan menyelesaikan pekerjaan. Hal ini dapat menyebabkan masalah di sekolah, tempat kerja, dan dalam hubungan interpersonal.
ADHD adalah gangguan yang sering disalahpahami dan kadang-kadang disalahartikan sebagai kemalasan atau kenakalan. Namun, penting untuk dipahami bahwa ADHD adalah kondisi medis yang nyata dengan dasar neurobiologis. Melansir dari American Psychiatric Association, diagnosis ADHD memerlukan evaluasi komprehensif oleh profesional kesehatan mental yang terlatih, dengan mempertimbangkan riwayat perkembangan, perilaku di berbagai setting, dan fungsi akademik atau pekerjaan.
ADHD adalah kondisi yang dapat dikelola dengan intervensi yang tepat. Meskipun tidak ada "penyembuhan" untuk ADHD, berbagai strategi pengobatan dan manajemen dapat membantu individu mengatasi gejala mereka dan meningkatkan fungsi sehari-hari.
Melansir dari Centers for Disease Control and Prevention, pendekatan pengobatan yang komprehensif untuk ADHD sering melibatkan kombinasi terapi perilaku, modifikasi lingkungan, dukungan pendidikan, dan dalam beberapa kasus, pengobatan. Dengan dukungan yang tepat, individu dengan ADHD dapat menjalani kehidupan yang sukses dan memuaskan.
Advertisement
Gejala ADHD
Melansir dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan berbagai sumber medis terpercaya, gejala ADHD dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama:
Inattention (Kurang Perhatian)
- Kesulitan mempertahankan fokus pada tugas atau aktivitas bermain
- Sering tidak memperhatikan detail atau membuat kesalahan ceroboh
- Tampak tidak mendengarkan saat diajak bicara langsung
- Kesulitan mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas
- Kesulitan mengorganisir tugas dan aktivitas
- Sering kehilangan barang-barang penting untuk tugas atau aktivitas
- Mudah terganggu oleh rangsangan eksternal
- Pelupa dalam aktivitas sehari-hari
Hyperactivity (Hiperaktivitas)
- Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki atau menggeliat di kursi
- Sering meninggalkan tempat duduk dalam situasi yang mengharuskan tetap duduk
- Sering berlari atau memanjat dalam situasi yang tidak tepat
- Kesulitan bermain atau terlibat dalam kegiatan santai dengan tenang
- Sering "bergerak terus" atau bertindak seolah-olah "digerakkan oleh motor"
- Berbicara berlebihan
Impulsivity (Impulsivitas)
- Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan
- Kesulitan menunggu giliran
- Sering menyela atau memotong pembicaraan orang lain
Penting untuk dicatat bahwa gejala-gejala ini harus persisten, terjadi dalam berbagai situasi, dan mengganggu fungsi sehari-hari untuk dianggap sebagai indikasi ADHD. Diagnosis ADHD memerlukan evaluasi komprehensif oleh profesional kesehatan yang berkualifikasi.
Penyebab ADHD
Meskipun penyebab pasti ADHD belum sepenuhnya dipahami, penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini disebabkan oleh interaksi kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Berikut adalah beberapa faktor yang diyakini berkontribusi pada perkembangan ADHD:
1. Genetik
Melansir dari studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Genetics, ADHD memiliki komponen genetik yang kuat. Anak-anak dengan orang tua atau saudara kandung yang memiliki ADHD memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi ini. Penelitian pada anak kembar menunjukkan tingkat heritabilitas ADHD mencapai 70-80%.
2. Struktur dan Fungsi Otak
Studi pencitraan otak, seperti yang dilaporkan dalam jurnal The Lancet Psychiatry, menunjukkan perbedaan struktural dan fungsional pada otak individu dengan ADHD. Area-area otak yang terlibat dalam perhatian, kontrol impuls, dan fungsi eksekutif, seperti korteks prefrontal dan ganglia basal, menunjukkan perbedaan dalam ukuran, aktivitas, atau konektivitas.
3. Neurotransmiter
Melansir dari National Institute of Mental Health, ketidakseimbangan neurotransmiter, terutama dopamin dan norepinefrin, diyakini berperan dalam ADHD. Neurotransmiter ini penting untuk regulasi perhatian, impuls, dan aktivitas motorik.
4. Faktor Prenatal dan Perinatal
Melansir dari studi yang dipublikasikan dalam Journal of Child Psychology and Psychiatry, faktor-faktor seperti prematuritas, berat badan lahir rendah, stres ibu selama kehamilan, dan paparan terhadap toksin seperti alkohol, nikotin, atau polutan lingkungan selama kehamilan dapat meningkatkan risiko ADHD.
5. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti paparan timbal, trauma kepala, atau stres psikososial yang kronis dapat berkontribusi pada perkembangan atau perburukan gejala ADHD. Namun, melansir dari American Academy of Pediatrics, penting untuk dicatat bahwa faktor-faktor seperti pola asuh atau konsumsi gula berlebihan tidak menyebabkan ADHD, meskipun dapat mempengaruhi perilaku anak.
Advertisement
Pengobatan ADHD
Pengobatan ADHD adalah pendekatan multifaset yang dirancang untuk mengelola gejala dan meningkatkan fungsi sehari-hari individu yang terkena dampak. Melansir dari American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, strategi pengobatan yang paling efektif biasanya melibatkan kombinasi intervensi perilaku dan, dalam banyak kasus, pengobatan. Pendekatan ini, yang dikenal sebagai pengobatan multimodal, disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap individu.
Terapi perilaku dan psikoedukasi merupakan komponen penting dalam pengobatan ADHD. Melansir dari National Institute for Health and Care Excellence (NICE), intervensi ini dapat mencakup pelatihan keterampilan sosial, terapi kognitif-perilaku, dan pelatihan manajemen orang tua.
Strategi ini membantu individu dengan ADHD mengembangkan keterampilan organisasi, meningkatkan kontrol impuls, dan mengelola emosi mereka secara lebih efektif. Selain itu, modifikasi lingkungan di rumah dan sekolah, seperti menyediakan ruang belajar yang terstruktur dan mengurangi gangguan, dapat sangat membantu.
Dalam banyak kasus, terutama untuk ADHD yang lebih parah, pengobatan mungkin direkomendasikan sebagai bagian dari rencana pengobatan. Melansir dari Food and Drug Administration (FDA), stimulan seperti methylphenidate dan amphetamine adalah pengobatan lini pertama yang paling umum untuk ADHD.
Obat-obatan ini bekerja dengan meningkatkan kadar dopamin dan norepinefrin di otak, membantu meningkatkan perhatian dan mengurangi hiperaktivitas. Untuk individu yang tidak merespons dengan baik terhadap stimulan atau mengalami efek samping yang signifikan, obat non-stimulan seperti atomoxetine atau guanfacine mungkin menjadi alternatif. Penting untuk dicatat bahwa penggunaan obat-obatan harus selalu di bawah pengawasan ketat profesional medis yang berkualifikasi.