Liputan6.com, Jakarta Penggemar sepak bola Indonesia pada periode 2007 hingga 2012 pasti mengenal sosok Wahyu Wijiastanto, seorang bek tangguh yang pernah memperkuat berbagai klub dan tim nasional. Kariernya yang cemerlang menjadikannya salah satu pemain yang diingat oleh banyak orang.
Wahyu Wijiastanto lahir di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Ia memulai perjalanan profesionalnya di dunia sepak bola dengan bergabung bersama Persis Solo, kemudian melanjutkan karier di Persiba Bantul, Semen Padang, dan menjadi bagian dari skuad Timnas Indonesia dalam beberapa pertandingan resmi.
Baca Juga
Pria yang lahir pada 31 Mei 1986 ini memiliki postur yang mencolok dengan tinggi sekitar 1,91 meter dan tubuh yang kekar. Penampilannya yang mengingatkan pada sosok raksasa dalam budaya Jawa ini membuatnya mudah dikenali di lapangan.
Advertisement
Wahyu Wijiastanto baru-baru ini membagikan kisah menarik di balik julukan "buto" yang melekat padanya. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Bicara Bola by Akmal, ia menjelaskan bagaimana nama tersebut muncul.
Menurut Wahyu, julukan ini diberikan oleh pelatihnya saat ia mengikuti Diklat Salatiga, yang kini dikenal sebagai PPLP Jawa Tengah. "Buto awalnya dari Diklat Salatiga, salah satu pelatih, Hariyadi, memanggil saya dengan nama itu. Jelas karena perawakanku yang besar, hitam, dan gondrong, serta karakter pemain zaman dulu yang membuat bola bisa lewat, tapi tidak dengan pemainnya," jelasnya.
Dengan nada bercanda, Wahyu menambahkan, "Mungkin karena buto sering makan orang, dari situlah saya dipanggil demikian." Cerita ini menambah warna pada perjalanan kariernya yang penuh warna.
Berawal dari Voli
Wahyu Wijiastanto merupakan salah satu pemain sepak bola profesional yang telah menorehkan prestasi di berbagai klub Indonesia. Kariernya dimulai di Persis Solo, kemudian melanjutkan perjalanan di Persiba Bantul, Semen Padang, Kalteng Putera, dan terakhir di Persip Pekalongan sebelum memutuskan untuk pensiun dari dunia sepak bola.
Di level internasional, Wahyu berkesempatan untuk memperkuat Timnas Indonesia sebanyak enam kali. Total waktu bermainnya mencapai 472 menit, menunjukkan dedikasi dan komitmennya terhadap tim nasional.
Menariknya, sebelum terjun ke dunia sepak bola, Wahyu sebenarnya lebih dulu mengenal olahraga voli. Ia mengungkapkan, "Saya mulai bermain sepak bola sejak kecil, tepatnya dari SMP. Namun, saya memiliki dasar voli yang kuat karena rumah saya dekat dengan Polsek Jaten, Karanganyar. Saya sering berlatih voli di sana. Suatu ketika, teman saya mengajak untuk bergabung dengan SSB Pelita Solo di Liga Bogasari, meskipun saat itu saya belum pernah bermain sepak bola."
Perjalanan Wahyu Wijiastanto menunjukkan bahwa latar belakang olahraga yang beragam dapat membuka peluang baru. Dari voli, ia beralih ke sepak bola dan berhasil membangun karier yang mengesankan. Kisahnya menjadi inspirasi bagi banyak atlet muda yang bercita-cita untuk berkarier di dunia olahraga.
Advertisement
Selalu Jadi Bek
Wahyu Wijiastanto, seorang pemain bertahan yang telah mengukir namanya di dunia sepak bola, mengawali kariernya dengan postur tubuh yang mendukung perannya di lapangan. Ia mengenang perjalanan awalnya yang penuh kenangan, termasuk momen berharga saat menerima hadiah sepatu yang menginspirasinya untuk membeli dua sepeda motor sekaligus.
Wahyu memulai kariernya di Sekolah Sepak Bola (SSB) di Sukoharjo, di mana ia berhasil meraih predikat sebagai pemain terbaik. “Saya ingat saat itu, dua kali mencetak tendangan bebas dari tengah lapangan dan mendapatkan hadiah bola. Sejak dulu, saya memang lebih nyaman bermain sebagai pemain belakang,” ujarnya.
Setelah sukses di SSB, Wahyu melanjutkan kariernya di Diklat Salatiga meski awalnya tidak memiliki niat untuk berkarier profesional. Ia kemudian bergabung dengan PSKS Krakatau Steel di bawah bimbingan pelatih Suimin Diharja. Langkah selanjutnya membawanya ke Persis Solo, di mana pada usia 18 tahun, ia mendapatkan kontrak dengan gaji Rp18 juta dan total kontrak sebesar Rp170 juta.
Setelah menandatangani kontrak, Wahyu langsung membeli dua sepeda motor sebagai bentuk perayaan atas pencapaiannya. Perjalanan kariernya berlanjut dengan bermain untuk beberapa klub, termasuk Persiba Bantul, Semen Padang, kembali ke Persiba Bantul, Kalteng Putra, dan terakhir di Persip Pekalongan pada tahun 2018.
Pemain yang dikenal dengan nomor punggung 13 ini telah menunjukkan dedikasi dan komitmennya dalam dunia sepak bola. Perjalanan kariernya yang penuh warna menjadi inspirasi bagi banyak pemain muda yang bercita-cita untuk meniti karier di olahraga ini.