PBNU: Nilai dalam Pancasila Mengandung Sendi-Sendi Keislaman

Yahya mengatakan, Pancasila merupakan terjemahan Islam untuk diterapkan peradaban dunia dalam konteks pasca perang dunia kedua. Dan isinya tidak ada yang bisa dipertentangkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Mei 2021, 16:42 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2021, 14:41 WIB
Presiden Jokowi Lantik Yahya Cholil Jadi Watimpres RI
Khatib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf bersiap dilantik sebagai anggota Wantimpres RI di Istana Negara, Jakarta, Kamis (31/5). Yahya Cholil diangkat menjadi anggota Wantimpres menggantikan almarhum KH Hasyim Muzadi yang wafat. (liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Khatib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyatakan Pancasila sama sekali bukanlah ideologi yang thagut. Sebaliknya Pancasila justru menggarisbawahi sendi-sendi Islam dalam konteks peradaban manusia.

Hal itu disampaikan KH Yahya Cholil Staquf, yang juga Khatib Aam Pengurus Besar NU ketika menyampaikan 'Inspirasi Sahur: Islam dan Kebangsaan' yang diselenggarakan Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan (PDIP). Pernyataannya bisa dilihat dan ditonton ulang di akun resmi youtube @bknp pdi perjuangan, Senin (3/5/2021).

Pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibien Rembang itu mengatakan, bukan Islam yang menguatkan Pancasila, namun justru Pancasila yang telah menguatkan Islam. Sebab Pancasila merupakan terjemahan nilai-nilai utama Islam yang menemukan konteks.

Dia melihat banyak orang yang mengecilkan Pancasila dan melabelinya thagut (menyembah selain pada Allah). Baginya, orang demikian adalah yang kurang belajar soal isi Islam dan makna Pancasila. Orang seperti ini biasanya juga tak memperhatikan teks dan konteks. 

"Orang-orang yang bilang Pancasila thagut itu, ini dia hanya mencari-cari alasan agar bisa memaksa orang lain kembali lagi ke format peradaban sebelum perang dunia pertama. Maka ini akan menjadi malapetaka yang luar biasa bagi peradaban umat manusia," kata KH Yahya Staquf. 

"Kenapa? Karena seluruh negara bangsa ini disuruh bubar semua untuk bergabung ke dalam satu kekhilafahan seperti dulu. Anda bisa bayangkan kita harus berperang lagi berapa puluh tahun,” tambah kemenakan Gus Mus ini.

Padahal, menurut dia, bisa dikatakan bahwa Pancasila merupakan terjemahan Islam untuk diterapkan peradaban dunia dalam konteks pasca perang dunia kedua. Dan isinya tidak ada yang bisa dipertentangkan.

"Bahkan menurut saya, Pancasila dengan persis sekali menggarisbawahi sendi-sendi Islam dalam konteks peradaban manusia seluruhnya. Misalnya pembukaan UUD 1945, kemerdekaan hak segala bangsa. Ini adalah basis dari peradaban. Jadi Indonesia lahir sebagai penanda momentum sejarah memberi arah kemana bangsa ini berjuang,” bebernya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kesetaraan di Mata Hukum

Yahya Staquf menekankan jika ingin Islam hadir secara membumi di dalam peradaban baru, maka orang Indonesia harus berbicara Pancasila. Ditegaskannya, Pancasila adalah terjemahan yang terbaik tentang bagaimana Islam dibumikan ke dalam peradaban tata dunia baru yang lebih mulia.

Staquf juga menyentuh isu kerap digulirkan di publik tentang Pancasila vs Islam. Seperti sejarah penghapusan tujuh kata dalam sila pertama pada Piagam Jakarta.

Menurutnya, ada yang menganggapnya sebagai produk sebuah proses negosiasi, yang memang mungkin terjadi. Namun dirinya pribadi lebih percaya bahwa hal itu merupakan wujud sebuah visi.

"Keyakinan saya, ada visi mendasar dalam hal ini. Karena kalau kita sudah berbicara Pancasila, ngapain masih bicara syariat? Pancasila bilang Ketuhanan Yang Maha Esa, lha itu semua sudah otomatis itu syariat kenapa diperdebatkan lagi? Sehingga tujuh kata ini hakikatnya tidak diperlukan,” bebernya.

Bangsa ini visioner dan modern menempatkan warganya setara di mata hukum sehingga tidak boleh satu pun di dalam dokumen fundamental seperti Pancasila ini seolah memberi kesan perbedaan satu kelompok dengan yang lain. Umat hindu ya menjalankan syariat hindu, umat budha juga dengan syariat budha, umat islam ya syariat islam. Kan sudah jelas itu saya rasa,” jelasnya.

Baginya, ada potensi besar Pancasila sebagai solusi atas masalah dunia. Sebab jika melihat realitas global saat ini, mengerucut kepada satu peradaban tunggal, batas fisik dan non fisik menjadi tidak relevan, dan potensi konflik semakin mengeras. 

"Marilah kita melihat ke seluruh dunia ini, tidak ada tawaran yang lebih baik bagi solusi peradaban kita ini selain Pancasila,” tuturnya.

Untuk diketahui, Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan hadir setiap hari pada bulan Ramadhan untuk sahur di subuh, dan menjelang berbuka di pukul 17.00 WIB. Dapat diikuti melalui kanal Youtube: BKNP PDI Perjuangan, Instagram: BKNPusat dan Facebook: Badan Kebudayaan Nasional Pusat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya