Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dikenal dengan keberagaman-nya. Penduduknya terdiri dari berbagai suku, budaya dan agama yang berbeda-beda.
Namun, selama berabad-abad, Indonesia tetap rukun dan saling menghormati. Tak aneh warga di satu RT berbeda suku, agama dan kebiasaannya.
Saling membantu dan tolong menolong adalah sebuah keniscayaan ketika hidup bertetangga. Misal suatu ketika ada tetangga nonmuslim yang meninggal, umat Islam juga wajib membantunya.
Advertisement
Lantas, apakah diperbolehkan bagi seorang muslim ziarah kubur nonmuslim sebagai wujud empati mereka terhadap sesama? Hukum Ziarah Kubur Sebelum menjawab persoalan ini, perlu diketahui bagaimana hukum berziarah kubur?
Baca Juga
Ustadz M. Intihaul Fudola Toha, Pengurus LBM Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri dalam NU Online menjelaskan, Imam An-Nawawi di dalam kitab Al-Majmu’ menyebutkan bahwa konsensus ulama (ijma’) menyatakan ziarah kubur bagi laki-laki hukumnya adalah sunah.
أمّا الأحْكامُ فاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشّافِعِيِّ والأصْحابِ عَلى أنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِلرِّجالِ زِيارَةُ القُبُورِ وهُوَ قَوْلُ العُلَماءِ كافَّةً نَقَلَ العَبْدَرِيُّ فِيهِ إجْماعَ المُسْلِمِينَ
Artinya: “Beberapa nash ulama mazhab Syafi’i sepakat bahwa ziarah kubur bagi laki-laki hukumnya sunah. Bahkan Imam Al-‘Abdari menyebut bahwa permasalahan ini telah menjadi ijma’ ulama.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, juz V, halaman 310).
Selain ijma’, dalil kesunahan ziarah kubur juga berdasarkan hadis nabi yang mashur yaitu:
كُنْتٌ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُوْرِ فَزُوْرُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرٌُ الآخِرَةَ (رواه الترمذي)
Artinya, “Dulu aku melarang kalian ziarah kubur. Namun sekarang berziarahlah. Karena ziarah kubur dapat mengingatkan terhadap akhirat.” (HR At-Tirmizdi).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Hukum Ziarah Kubur Bagi Perempuan
Sedangkan hukum ziarah kubur bagi perempuan terdapat perbedaan pendapat antara ulama. Pertama, diperbolehkan bagi perempuan berziarah, namun hukumnya makruh. Pendapat pertama ini yang pilih oleh mayoritas ulama.
Kedua, menurut Imam Ar-Ruyani perempuan berziarah kubur hukumnya adalah sunah jika aman dari fitnah. Seperti perempuan tidak menjerit histeris sebab kepergian mayit dan semisalnya. Perbedaan di atas sebagaimana dikutip dalam Kitab Raudhatut Thalibin:
يُسْتَحَبُّ لِلرِّجالِ زِيارَةُ القُبُورِ، وهَلْ يُكْرَهُ لِلنِّساءِ؟ وجْهانِ. أحَدُهُما: وبِهِ قَطَعَ الأكْثَرُونَ: يُكْرَهُ. والثّانِي، وهُوَ الأصَحُّ عِنْدَ الرُّويانِيِّ: لا يُكْرَهُ إذا أمِنَتْ مِنَ الفِتْنَةِ
Artinya, “Sunah hukumnya bagi laki-laki ziarah kubur. Lantas apakah makruh ziarah bagi perempuan? Dalam hal ini ada dua pendapat.
Pendapat pertama yang dipilih mayoritas ulama adalah makruh. Pendapat kedua tidak makruh, dan ini adalah pendapat yang kuat menurut Imam Ar-Ruyani ketika perempuan aman dari fitnah.” (An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz II, halaman 139).
Pendapat Ar-Ruyani tersebut ditegaskan kembali oleh Imam Al-Isnawi dalam kitab Al-Muhimmat:
فَإِنِّي قَدْ رَاجَعْتُ كَلَامَ الرُّوْيَانِي فِي «البَحْرِ» فَوَجَدْتُ حَاصِلُهُ أَنَّ حُكْمَهُنَّ عَلَى هَذَا الوْجْهِ حُكْمُ الرِّجَالِ فِي اْلاِسْتِحْبَابِ
Artinya, “Sesungguhnya aku telah menganalisa ungkapan Ar-Ruyani dalam kitab Bahrul Madzhab. Intinya, hukum ziarah bagi perempuan dalam kondisi seperti ini (aman dari fitnah) adalah sunah sama seperti orang laki-laki.” (Al-Isnawi, Al-Muhimmat, juz II, halaman 508).
Perbedaan pendapat mengenai hukum ziarah bagi perempuan ini tidak berlaku jika yang diziarahi oleh perempuan adalah makam orang-orang saleh, seperti makam para nabi, wali dan para ulama. Dalam hal ini ulama sepakat hukumnya sunah bagi perempuan menziarahi makam-makam tersebut, sebagaimana penjelasan Imam Al-Isnawi:
أَنَّ إِطْلَاقَ الْكَرَاهَةِ لِلنِّسَاءِ قَدْ تَابَعَهُ عَلَيهِ فِي الرَّوْضَةِ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ، بَلْ يُسْتَثْنَى مِنْهُ قَبْرُ رَسُوْلِ الله ﷺ فَإِنَّ زِيَارَتَهُ مُسْتَحَبَّةٌ لَهُنَّ بِلَا نِزَاعٍ كَمَا اقْتَضَاهُ كَلَامُهُمْ
Artinya, “Sepintas kemakruhan ziarah bagi perempuan seakan-akan hukumnya mutlak. Namun sebenarnya tidak demikian. Tetapi dikecualikan makam Rasulullah saw. Sesungguhnya ziarah ke makam Rasulullah saw hukumnya sunah bagi perempuan tanpa ada perbedaan antara para ulama.” (Al-Isnawi, Al-Muhimmat, juz II, halaman 508).
Advertisement
Hukum Ziarah ke Makam Tetangga Nonmuslim
Sejatinya, ziarah kubur hanya disunahkan ke makam-makam orang Islam saja, khususnya ke makam orang-orang saleh atau kedua orangtua. Bahkan dalam salah satu redaksi hadis diungkapkan, bahwa ziarah ke makam orangtua tercatat sebagai bakti seorang anak kepada orang tuanya:
عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ: مَن زارَ قَبْرَ أبَوَيْهِ أوْ أحَدَهُما فِي كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً غَفَرَ اللَّهُ لَهُ وكانَ بارًّا بِوالِدِيهِ. (رَواه الحَكِيمُ)
Artinya, “Barangsiapa menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satu dari mereka di setiap hari Jumat, maka Allah akan memberikan ampunan kepadanya dan dia dicatat sebagai anak yang berbakti kepada kedua orangtua.” (HR Al-Hakim).
Meski begitu, bukan berarti ziarah kubur ke orang nonmuslim dilarang oleh syariat. Pakar fiqih terkemuka Imam As-Syirwani menegaskan dalam kitabnya Hasiyah Asy-Syirwani bahwa ziarah ke kuburan nonmuslim hukumnya diperbolehkan atau mubah:
وإنَّما تُسَنُّ الزِّيارَةُ لِلِاعْتِبارِ والتَّرَحُّمِ والدُّعاءِ أخْذًا مِن قَوْلِ الزَّرْكَشِيّ إنّ نَدْبَ الزِّيارَةِ مُقَيَّدٌ بِقَصْدِ الِاعْتِبارِ أوْ التَّرَحُّمِ والِاسْتِغْفارِ أوْ التِّلاوَةِ والدُّعاءِ ونَحْوِهِ ويَكُونُ المَيِّتُ مُسْلِمًا أيْ ولَوْ أجْنَبِيًّا لا يَعْرِفُهُ لَكِنَّها فِيمَن يَعْرِفُهُ آكَدُ فَلا تُسَنُّ زِيارَةُ الكافِرِ بَلْ تُباحُ كَما فِي المَجْمُوعِ
Artinya: “Sejatinya ziarah kubur disunahkan karena tujuan mengambil pelajaran atas kematian seseorang, mengasihi dan berdoa. Hal tersebut sebagaimana yang dipahami dari keterangan Imam Az-Zarkasyi. Selain itu, kesunahan ziarah juga disyaratkan kepada mayit yang beragama Islam, meskipun orang tersebut bukan kerabat atau bahkan tidak dikenalinya. Hanya saja ziarah ke orang yang dikenali hukumnya lebih dianjurkan. Maka dari itu tidak sunah berziarah ke kuburan orang nonmuslim. Namun hukumnya mubah.” (Imam As-Syirwani, Hasiyatus Syirwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj, juz III, halaman 300).
Bahkan Syekh Sulaiman Al-Bujairami menyatakan bahwa ziarah kubur ke nonmuslim hukumnya bisa menjadi sunah jika tujuannya adalah mengambil pelajaran terhadap orang yang meninggal atau untuk mengingat kematian.
أمّا زِيارَةُ قُبُورِ الكُفّارِ فَمُباحَةٌ، وقِيلَ مُحَرَّمَةٌ، شَرْحُ المَنهَجِ نَعَمْ إنْ كانَتْ الزِّيارَةُ بِقَصْدِ الِاعْتِبارِ وتَذَكُّرِ المَوْتِ كانَتْ مَندُوبَةً مُطْلَقًا إطْفِيحِيٌّ
Artinya: “Adapun ziarah ke kuburan orang-orang nonmuslim hukumnya diperbolehkan (mubah). Sedangkan menurut pendapat yang lemah hukumnya haram. Namun, jika ziarah ke kuburan nonmuslim disertai tujuan mengambil pelajaran atas kematian seseorang atau untuk mengingat kematian, maka hukumnya adalah sunah secara mutlak.” (Sulaiman Al-Bujairami, Hasyiyaul Bujairami ‘alal Khatib, juz II, halaman 301).
Simpulan Dari berbagai referensi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa ziarah ke kuburan nonmuslim sebagai wujud empati terhadap sesama hukumnya boleh, dan bahkan sunah jika disertai tujuan mengingat kematian.
Sikap saling menghargai dan menghormati memang seharusnya senatiasa terjaga antarumat beragama. Namun demikian, jangan sampai ziarah kubur terhadap nonmuslim ini melewati batas-batas toleransi, seperti mendoakan ampunan bagi orang-orang yang jelas-jelas meninggal tanpa membawa keimanan. Wallahua’lam bissawab.
Tim Rembulan