Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini kembali ramai diperbincangkan terkait tren childfree. Hal tersebut merupakan buntut dari pernyataan kontroversial oleh salah seorang influencer tanah air yang menyebutkan childfree sebagai rahasia dirinya tetap awet muda di usia yang sudah menginjak angka 30.
“Tidak punya anak memang anti penuaan alami. Anda bisa tidur selama delapan jam setiap hari, tidak stres mendengar teriakan anak- anak. Dan saat Anda akhirnya keriput, Anda punya uang untuk membayar botox,” ungkapnya saat membalas komentar di Instagram.
Advertisement
Baca Juga
Tentunya pernyataan tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bahkan banyak juga yang kemudian membandingkan dirinya dengan banyak artis ternama maupun para ibu di luar sana yang tetap awet muda meskipun telah mempunyai anak.
Istilah childfree merujuk pada orang yang memilih tidak memiliki anak, atau tempat dan situasi tanpa anak. Pada awal mulanya childfree merupakan tren dari masyarakat negara-negara barat, atau masyarakat yang mengikuti gaya hidup model barat.
Lantas apakah prinsip ini dapat dibenarkan menurut kacamata Islam, ataukah sebaliknya?
Saksikan Video Pilihan ini:
Pandangan Islam tentang Childfree
Melansir dari laman Nu Online, sebagaimana diketahui, ajaran agama Islam menganjurkan penganutnya untuk melangsungkan pernikahan, di mana tujuan pernikahan tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia, namun juga karena beberapa hikmah lainnya, Imam as-Sarkhasi (wafat 483 H) menjelaskan dalam kitabnya al-Mabsûth:
ثم يتعلق بهذا العقد أنواع من المصالح الدينية والدنيوية. من ذلك حفظ النساء و القيام عليهن. ومن ذلك صيانة النفس من الزنا. ومن ذلك تكثير عباد الله تعالى وأمة رسول الله صلى الله عليه وسلم وتحقيق مباهات الرسول صلى الله عليه وسلم بهم
Artinya, “Akad nikah ini berkaitan dengan berbagai kemaslahatan, baik kemaslahatan agama atau kemaslahatan dunia. Di antaranya melindungi dan mengurusi para wanita, menjaga diri dari zina, di antaranya pula memperbanyak populasi hamba Allah dan umat Nabi Muhammad saw, serta memastikan kebanggaan rasul atas umatnya.” (Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl as-Sarakhsi, al-Masbshût, [Beirut, Dârul Fikr, 1421 H/2000 M], juz IV, halaman 349-350).
Dapat dipahami, tujuan pernikahan adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi kedua pasangan, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Pentingnya memiliki keturunan dalam pernikahan pun telah tergambar dari sabda Nabi SAW tentang anjuran menikah dengan wanita yang subur dan sabda Nabi saw tentang anak saleh adalah investasi yang tidak terputus meski orang tuanya meninggal.
Advertisement
Tak Sesuai Anjuran Agama
Adapun menikah tanpa ingin memiliki keturunan atau childfree dengan alasan kekhawatiran dalam kemampuan finansial, alasan ini tidak cukup kuat untuk menjadi alasan enggan memiliki keturunan. Bakan alasan tersebut jika dicermati menggambarkan ketidakyakinan seseorang terhadap kebaikan Tuhannya. Syekh Uwais Wafa bin Muhammad Al-Arzanjani menyebutkan dalam ilustrasinya tentang hubungan manusia dengan pekerjaan:
ومنها، أي من تلك الوجوه، سوء ظنه بخالقه أنه لا يرزقهم الا من جهته
Artinya,“Di antara (penyebab kurangnya harta) adalah adanya prasangka buruk makhluk terhadap Tuhannya, bahwa Tuhan tidak akan memberi mereka rezeki kecuali dari makhluk.” (Uwais Wafa Muhammad bin Ahmad bin Khalil bin Dawud al-Arzanjani, Minhâjul Yaqîn ‘alâ Syarhi Adâbid Dunyâ wad Dîn, [Jeddah, al-Haramain: 1910], halaman 382).
Sehingga dapat disimpulkan jika dilihat dari kuatnya anjuran, keutamaan, serta urgensitas keberadaan anak saleh dari suatu pernikahan, serta pertimbangan yang tidak prinsipil untuk tidak memiliki keturunan, maka alasan memilih nikah tanpa memiliki keturunan atau childfree sebagaimana kasus di atas hendaknya tidak dilakukan. Sebab hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran agama, serta menyalahi makna filosofis dari pernikahan. Wallâhu a’lam.