Tren Childfree di Indonesia: Pilihan Pribadi atau Ancaman Demografi?

Meningkatnya tren childfree di Indonesia menimbulkan kekhawatiran demografi, namun juga mencerminkan pemberdayaan perempuan dan pilihan hidup individual yang perlu dihormati.

oleh Gloria Trivena May Ary Diperbarui 06 Feb 2025, 12:16 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2025, 10:08 WIB
Tren Childfree di Indonesia: Pilihan Pribadi atau Ancaman Demografi?
Ilustrasi perempuan mandiri. (c) Milkos/Depositphotos.com... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Tren childfree, atau pilihan untuk tidak memiliki anak, semakin marak di Indonesia. Data BPS tahun 2022 menunjukkan sekitar 8,2 persen perempuan usia 15-49 tahun yang menyatakan tidak ingin memiliki anak, meningkat dari 7 persen di tahun 2019. Fenomena ini lantas memicu perdebatan, apakah ini ancaman bagi demografi Indonesia atau sekadar refleksi perubahan sosial?

Promosi 1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pilihan Childfree

Diduga ada beberapa faktor yang mendorong peningkatan tren childfree di Indonesia. Misalnya saja seperti faktor ekonomi yang menjadi penghalang utama, terutama di perkotaan. Ditambah lagi, biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan hidup anak sangat tinggi menjadi faktor pendukung mengapa banyak perempuan yang semakin ke sini semakin enggan memiliki anak. 

Selain karena ekonomi, terjadinya tren childfree di Indonesia pun juga diakibatkan oleh beberapa hal lainnya. Di antaranya seperti:

1. Pendidikan

Pendidikan nyatanya juga berperan dalam maraknya aksi childfree di kalangan perempuan Indonesia. Ya, perempuan berpendidikan tinggi cenderung memilih childfree. Mereka mungkin lebih menyadari komitmen besar yang dibutuhkan untuk membesarkan anak yang berkualitas, memperioritaskan karier dan pengembangan diri.

2. Kesiapan mental dan emosional

Hal ini juga dinilai amat krusial. Bagi sebagian orang, membesarkan anak membutuhkan tanggung jawab besar, dan masih banyak perempuan yang ternyata merasa belum siap menghadapi tantangan kehamilan, persalinan, dan pengasuhan.

3. Trauma masa lalu

Trauma masa lalu ternyata memungkinkan perempuan untuk mengambil keputusan untuk childfree. Pengalaman negatif dalam pengasuhan di masa kecil dapat membuat seseorang enggan mengulanginya.

4. Work-life balance

Keputusan untuk chidlfree ini juga bisa diakibatkan oleh keinginan untuk memiliki work-life balance. Yup, bagi sejumlah perempuan, childfree ini dipandang sebagai cara untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik antara karier dan kehidupan pribadi.

Meskipun beberapa alasan ini tidak selalu diungkapkan secara terbuka, namun gaya hidup diduga juga mungkin menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Dampak Potensial dan Pandangan yang Berbeda

Meningkatnya tren childfree di Indonesia tentunya dapat menimbulkan kekhawatiran karena dampaknya pada struktur penduduk dan ketahanan bangsa. Bahkan, penurunan angka kelahiran ini dikhawatirkan dapat menyebabkan berkurangnya jumlah penduduk usia produktif, yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Namun, di sisi lain, pilihan untuk tidak memiliki anak merupakan hak individu yang perlu dihormati. Para pendukung childfree sendiri yang berpendapat bahwa setiap perempuan berhak menentukan keputusan reproduksinya sendiri tanpa tekanan sosial. Terlebih, tren ini sendiri berkembang bukan hanya akibat preferensi individu, tetapi juga karena berbagai faktor sosial hingga ekonomi.

Meskipun ada kekhawatiran terkait dampak demografis, penting untuk tetap menghargai kebebasan dalam menentukan pilihan hidup. Oleh karena itu, diperlukan dialog terbuka serta edukasi yang menyeluruh guna memahami implikasi dari fenomena ini. Pemerintah juga perlu merancang kebijakan yang mendukung baik perempuan yang ingin memiliki anak maupun mereka yang memilih childfree, demi menciptakan lingkungan yang lebih adil dan inklusif bagi semua.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya