Liputan6.com, Jeddah - - Banyaknya jumlah jemaah lanjut usia (lansia) dan risiko tinggi (risti) yang diberangkatkan ke Tanah Suci pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M ini menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia. Tercatat ada sekitar 67 ribu jemaah haji lansia atau 30 persen dari total kuota yang diberangkatkan tahun ini.
Karena itu, Kementerian Agama (Kemenag) RI mengangkat tema 'Haji Ramah Lansia' sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap tamu-tamu Allah usia lanjut.
Baca Juga
Pesan pemerintah melalui Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, di antaranya meminta jemaah lansia tidak memaksakan diri menjalankan ibadah sunah selama di Tanah Suci. Jemaah kategori ini diimbau fokus mempersiapkan diri menghadapi puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
Advertisement
Konsultan Ibadah PPIH Arab Saudi Daerah Kerja Madinah, KH Ahmad Wazir Ali mengatakan, jemaah lansia bahkan mendapatkan keringanan-keringanan ibadah saat pelaksanaan masyarair atau puncak haji di Armuzna.
Di antaranya, jemaah lansia boleh tidak ikut mabit atau bermalam di Muzdalifah dan Mina. Selain itu, lempar jumrah jemaah lansia juga boleh diwakilkan atau dibadalkan jemaah lain.
"Keringanan bagi lansia mabitnya gugur, lontar jumrah bisa diwakilkan," kata Kiai Wazir kepada tim Media Center Haji (MCH) PPID Arab Saudi 1444 H/2023 M beberapa waktu lalu.
"Enggak perlu ke Muzdalifah atau Mina. Orang sakit kok dibawa-bawa (ke Muzdalifah dan Mina)," katanya menambahkan.
Lebih lanjut, Kiai Wazir juga mengimbau kepada jemaah haji yang sedang sakit agar berihram dengan niat bersyarat (isytirath). Jika dalam perjalanan menuju Makkah ada halangan, maka jemaah bisa langsung tahalul dan boleh menjalankan apa yang dilarang saat berihram.
Sebab itu, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, Jawa Timur ini berharap jemaah haji lansia tidak perlu memaksakan diri menjalankan ibadah-ibadah sunnah. Ibadahnya cukup yang wajib-wajib saja.
"Jemaah lansia atau risti perlu mengukur kemampuan. Harus tau diri. Toh bila tidak bisa menjalankan ibadah-ibadah laiknya orang normal, tetap bisa mendapatkan pahalanya," ujar Kiai Wazir menandaskan.
Â
Tidak Perlu Bayar Dam
Sementara itu, Konsultan Ibadah PPIH Arab Saudi Daerah Kerja Makkah, KH Ahmad Kartono menuturkan bahwa jemaah yang sedang sakit, lanjut usia, lemah fisik, dan disabilitas dibolehkan tidak melakukan mabit di Muzdalifah dan Mina pada puncak haji nanti. Mereka juga tidak perlu membayar dam/denda karena tidak mabit.
"Orang-orang yang memiliki uzur syar'i (halangan menurut hukum syara') seperti jemaah sakit, lanjut usia, lemah fisik, dan disabilitas bagi mereka ada keringanan atau rukhsah, salah satunya tidak mabit di Muzdalifah dan Mina, mereka tidak dikenakan sanksi bayar dam," kata Kartono kepada tim MCH.
Kebolehan tidak mabit di Muzdalifah dan Mina ini, menurut Kartono, dibuktikan dengan argumen Imam An-Nawawi di dalam kitab Syarkh al-Muhadzab yang artinya:
"Orang yang meninggalkan mabit di Muzdlifah dan Mina karena uzur maka tidak membayar dam. Mereka yang termasuk uzur adalah yang meninggalkan harta dan takut hartanya hilang jika mabit, orang yang takut dirinya sakit jika mabit, orang yang sakit dan merasa sulit jika mabit, orang yang menjaga orang sakit, orang yang menjaga budak lari, dan orang yang sibuk dengan urusan/pekerjaan yang jika ditinggalkan menjadi terbengkalai."
Â
Advertisement
Cuaca di Makkah 41-47 Derajat Celcius
Saat ini, kata Kartono, cuaca di Makkah Al-Mukarramah cukup tinggi yaitu berkisar antara 41-47 derajat Celsius. Bagi jemaah yang berhalangan, selain dibolehkan tidak mabit di Muzdalifah dan Mina, juga boleh tawaf dengan kursi roda, jumrahnya boleh diwakilkan, serta tidak perlu menjalankan tawaf wada'.
"Selain itu juga tidak perlu memaksakan salat di Masjidil Haram. Selama di Makkah salat di hotel saja, pahalanya sama 1.000 kali lipat," kata Kartono lagi.
Jemaah haji, katanya, perlu memahami bahwa ibadah haji adalah ibadah badaniyah/fisiknya harus sehat. Apalagi proses ibadah haji tidak hanya dilakukan pada satu tempat, tetapi berpindah-pindah dengan jarak yang tidak dekat, sehingga membutuhkan fisik yang sehat dan kuat.
"Tawaf dan sa'i di Masjidil Haram, wukuf di Arafah, mabit di wilayah Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah tanggal 10, 11, 12, dan 13 di Mina, kembali ke Makkah, tawaf ifadah dan tawaf wada' di Masjidil Haram, dan ziarah di Madinah," beber Kartono.
Semua rangkaian ibadah haji ini dijalankan dengan fisik. Menurut Kartono, ada solusi hukum rukhsah/keringanan bagi jemaah lansia. Jemaah tidak perlu memaksakan diri melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji jika kondisi fisiknya tidak memungkinkan.