Liputan6.com, Jakarta - Mungkin dalam bayangan kita suasana saat zaman Nabi Muhammad SAW dahulu adalah suasananya serius, berperang dan sebagainya. Terlebih di daerah padang pasir yang suasananya panas.
Jarang terlintas di benak kita jika ada sahabat Nabi Muhammad SAW yang berani melucu dan bahkah mengerjai Rasulullah. Bukannya marah, Nabi akhir zaman justru terpingkal-pingkal dibuatnya.
Advertisement
Ada satu sosok sahabat Nabi, namanya Nuaiman bin Amr bin Rafa'ah, ia merupakan salah satu pengikut setia dan berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam. Beberapa riwayat menyebutkan tentang kebaikannya dan partisipasinya dalam berbagai peristiwa sejarah Islam.
Advertisement
Baca Juga
Nuaiman bin Rufaah adalah salah satu sahabat yang dikenal karena kecintaannya pada Rasulullah dan Islam. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia adalah seorang pedagang dan seorang pahlawan dalam peperangan Islam.
Selain itu, ia juga terkenal dengan kebaikan hatinya dan kemurahan dalam membantu sesama. Ia juga sosok yang kocak dan humoris.
Simak Video Pilihan Ini:
Si Jahil Nuaiman
Soal kejahilannya, luar biasa. Bahkan Nabi bisa terpingkal-pingkal meski dikerjai sahabat satu ini. Dan tak ada amarah sama sekali.
Kejahilannya yang menghibur bagi Nabi Muhammad SAW membuat tak boleh ada siapapun yang menyakiti Nuaiman.
Rasulullah SAW pun melarang para sahabat untuk mencela Nu’aiman karena ia adalah seorang mujahid sejati Islam. Nu’aiman juga sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya. Hingga Rasulullah SAW Bersabda: “Kalian jangan senang menghujat Nu’aiman karena dia cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Nu’aiman adalah seorang mujahid sejati Islam. Ia menjadi Ashabul Badr karena ikut terlibat dalam Perang Badar bersama Rasulullah dan para sahabat yang lainnya.
Nu’aiman banyak melakukan hal-hal konyol dan jahil hingga membuat Rasulullah dan para sahabat lainnya terpingkal-pingkal, tidak kuat menahan tawa. Yang menjadi target keusilannya tidak hanya para sahabat, tapi bahkan juga Rasulullah.
Advertisement
Nabi Muhammad SAW Dikerjai Nuaiman dengan Segentong Madu
Dikutip dari nu.or.id, merujuk buku Yang Jenaka dari M Quraish Shihab (Quraish Shihab, 2014) dan buku Dari Canda Nabi & Sufi Sampai Kelucuan Kita (A Mustofa Bisri, 2016).
Dikisahkan suatu ketika Nu’aiman ingin menghadiahi Rasulullah seguci madu. Nu’aiman lantas mendatangi penjual madu dan menyuruhnya untuk menghantarkan madunya itu kepada Rasulullah.
“Nanti kamu minta juga uang harganya,” kata Nu’aiman kepada penjual madu itu.
Penjual madu gembira karena barang dagangannya laku. Ia akhirnya menuruti apa yang diucapkan Nu’aiman. Ia datang menghadap Rasulullah dengan membawa seguci madu, hadiah dari Nu’aiman. Ketika itu, Rasulullah senang karena mendapatkan hadiah madu dari sahabatnya itu.
Namun keriangan Rasulullah itu langsung berubah menjadi sebuah ‘keterjekejutan’ ketika penjual madu juga menyodorkan tagihan. “Ini madunya Rasulullah. Harganya sekian,” kata penjual madu.
Rasulullah langsung sadar memang seperti itulah kelakukan Nu’aiman. Memberi hadiah, tapi beliau malah yang harus membayarnya. Mau tidak mau, beliau akhirnya memberikan sejumlah uang kepada penjual madu itu. Jadilah Rasulullah mendapatkan hadiah madu, sekaligus tagihan harganya.
Beberapa saat setelah kejadian itu, Rasulullah memanggil Nu’aiman. Ia bertanya kepadanya sahabatnya itu mengapa melakukan hal itu.
“Saya ingin berbuat baik kepada Anda ya Rasulullah, tapi saya tidak punya apa-apa,” jawab Nu’aiman. Rasulullah lalu tersenyum setelah mendengar jawaban sahabatnya itu.
Demikianlah Rasulullah. Beliau biasa saja ketika menjadi sasaran kejahilan Nu’aiman. Tidak tersinggung, apalagi marah.
Nuaiman Jual Sahabatnya Sendiri sebagai Budak
Dikisahkan pula bahwa pada suatu waktu Nu’aiman diajak oleh Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk pergi ke Negeri Syam. Ketika itu sebelum keberangkatannya, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi Rasulullah SAW untuk memohon izin mengajak dua sahabat untuk ikut berdagang dengannya.
“Ya Rasulullah ..., saya ingin meminta izin untuk mengajak dua sahabat ikut berdagang ke Negeri Syam, yakni Nu'aiman dan Suwaibith bin Harmalah,” tutur Abu Bakar, yang kemudian diizinkan mereka oleh Rasulullah untuk bepergian. Sesampainya di Negeri Syam, semua dibagikan tugasnya masing-masing, salah satunya Suwaibith bin Harmalah yang ditugaskan menjaga perbekalan, karena dikenal sebagai orang yang sangat amanah. Saat Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq sedang pergi berniaga, dan Suwaibith menjaga makanan, datanglah Nu'aiman kepada Suwaibith di waktu siang mengatakan bahwa dirinya telah merasa lapar.
“Wahai Suwaibith, aku sudah lapar, maka berikanlah saya sepotong roti untuk saya makan saat ini,” ujar Nu’aiman. Namun, permintaan tersebut tidak diwujudkan oleh Suwaibith, karena dirinya yang begitu kuat dalam mengemban amanah memilih menunggu Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq datang.
Mendengar jawaban Suwaibith, lantas Nu'aiman langsung mengancamnya, “Berikan aku sepotong roti itu atau kau akan kuberikan pelajaran.” Namun tetap saja, Suwaibith tetap bersikukuh menjaga amanah dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan tidak memberikan sepotong roti itu kepada Nu'aiman. Nu’aiman pun bergegas pergi ke pasar, kemudian berusaha untuk mencari tempat yang menjual hamba sahaya di sana.
Saat Nu’aiman berhasil menemukan penjual yang dimaksud, ia langsung menanyakan satu per satu dari hamba sahaya tersebut yang ternyata berkisar dari harga 100 hingga 300 dirham. Kemudian, ia mengatakan kepada penjual hamba sahaya itu,
“Aku juga punya hamba sahaya, namun hanya saya jual 20 dirham, murah,” katanya.
Advertisement
Menjadi Bahan Cerita Nabi Muhammad Setiap Ada Tamu
Mendengar tutur pernyataan dari Nu'aiman tersebut, si penjual tak lantas percaya karena harganya yang sangat murah. Lebih lanjut, Nu'aiman menjelaskan bahwa hamba sahaya yang dimilikinya itu murah karena memiliki aib (kecacatan) di mana ia takkan mengaku sebagai hamba haya dan selalu menyebut-nyebut dirinya sebagai orang yang merdeka. Hingga akhirnya semua orang berkumpul untuk membeli hamba sahaya yang dimaksudkan oleh Nu'aiman. Tak disangka, ternyata Nu'aiman malah mengarahkan mereka kepada Suwaibith yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
Nu’aiman pun menerima uang sebesar 20 dirham, kemudian disusul dengan penangkapan Suwaibith sebagai hamba sahaya yang dimaksudkan oleh Nu’aiman. Ketika ditangkap, Suwaibith berteriak, “Aku bukan hamba sahaya. Aku orang merdeka!” Namun, teriakan itu ditanggapi oleh sekumpulan orang yang menangkapnya, “Kami sudah tahu kekuranganmu.” Mereka yang menangkap Suwaibith terus menghiraukan teriakan darinya sambil membawa Suwaibith dan menjualnya ke pasar. Selepas itu, Nu’aiman menjadi orang yang memegang uang banyak. Ia menggunakannya untuk membeli makanan, minuman, hingga hadiah untuk Rasulullah SAW.
Tak lama kemudian, Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq pun pulang dan kebingungan karena dirinya tak menemukan Suwaibith di mana pun. Dengan mudahnya dan penuh kejujuran, Nu’aiman pun berkata, “Sudah saya jual, wahai Abu Bakar.”
Mengetahui hal itu, lantas Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq tertawa dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Nu’aiman pun menceritakan semuanya secara detail hingga titik di mana Suwaibith yang notabene sebagai sahabatnya sendiri akhirnya ia jual. Hingga akhirnya Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq pun langsung bergegas ke pasar dan membeli kembali Suwaibith, hingga ia bebas kembali sebagai orang yang merdeka.
Sepulangnya mereka ke Madinah, kisah ini diceritakan kepada Rasulullah SAW. Maka, ketika diceritakan kisah Nu’aiman tersebut, Nabi Muhammad SAW tertawa sejadi-jadinya hingga gigi geraham beliau tampak terlihat jelas di depan para sahabat. Hingga setahun berlalu dari kisah tersebut, Rasulullah SAW. selalu menceritakan ulang kisah Nu’aiman kepada siapa pun tamu yang datang kepadanya. Demikian beberapa kisah tentang sosok Nu'aiman bin Ibnu Amr bin Raf’ah (Nu’aiman) yang selalu membuat Rasulullah SAW tertawa saat berada di dekatnya. Wallahu A'lam.
Penulis: Nugroho Purbo