Hukum Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW Menurut Muhammadiyah

Bagaimana pandangan Muhammadiyah tentang hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW?

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Sep 2023, 14:30 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2023, 14:30 WIB
Pawai Maulid Nabi di Jakarta
Murid sekolah memainkan rebana keliling saat pawai mengelilingi Kawasan Pejambon dan Gambir di Jakarta, Sabtu (8/10/2022). Pawai tersebut diikuti ratusan peserta dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), Madrasah Aliyah dan perwakilan Majelis Taklim Istiqlal dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam menyambut bulan Rabiul Awal dengan gembira. Sebab, Rabiul Awal merupakan bulan kelahiran Nabi.

Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada 12 Rabiul Awal, tahun Gajah atau 570 M. Di Indonesia, lahir berbagai tradisi untuk memperingati dan merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Namun begitu, tak semua golongan umat Islam merayakan Maulid Nabi. Ada yang mengharamkan, menganggapnya bid'ah, dan lain sebagainya.

Lantas, bagaimana pandangan Muhammadiyah tentang hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW? 

Mengutip laman Muhammadiyah, Rabu (27/9/2023), dalam hal ini, Majelis Tarjih menegaskan bahwa tidak ada dalil yang berisi larangan maupun perintah dalam memperinati Maulid Nabi Saw.

 “Pada prinsipnya, Tim Fatwa belum pernah menemukan dalil tentang perintah menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi saw, sementara itu belum pernah pula menemukan dalil yang melarang penyelenggaraannya,” tutur Amirudin Faza, Kepala Kantor Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, kepada tim redaksi Muhammadiyah.or.id pada Selasa (19/10/2021)

Karenanya, ujar dia, bahwa hukum Maulid Nabi Saw ini termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya. Jika perayaan ini telah membudaya di masyarakat, penting untuk diperhatikan aspek-aspek yang memang dilarang Agama.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Memperhatikan Manfaat dan Mudharat

Maulid Nabi Muhammad SAW.
Pepsodent bersama Badan Pengurus Masjid Istiqlal dan BAZNAS menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal 1444 Hijriah dengan tajuk “Meneladani Senyum Rasulullah #AmalkanSenyuman,” di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu (8/10/2022). (Foto: Istimewa)

“Perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbutan bid’ah dan mengandung unsur syirik serta memuja-muja Nabi Muhammad saw secara berlebihan, seperti membaca wirid-wirid atau bacaan-bacaan sejenis yang tidak jelas sumber dan dalilnya,” terang Amir sambil mengutip hadis riwayat Umar bin Khattab yang terdapat dalam Shahih Bukhari.

Selain harus memperhatikan aspek yang dilarang agama, perayaan Maulid Nabi juga harus atas dasar kemaslahatan. Amir menerangkan bahwa kemaslahatan di sini, adalah menyadari betapa penting mengimajinasikan bagaimana kalau Nabi Saw hadir pada zaman kita.

Misalnya dengan cara menyelenggarakan pengajian atau acara lain yang sejenis yang mengandung materi kisah-kisah keteladanan Nabi saw.

“Maulid Nabi Muhammad saw yang dipandang perlu diselenggarakan tersebut harus mengandung manfaat untuk kepentingan dakwah Islam, meningkatkan iman dan taqwa serta mencintai dan meneladani sifat, perilaku, kepemimpinan dan perjuangan Nabi Muhammad saw,” terang Amir sambil mengutip QS. al-Ahzab: 21.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya