Selain Ibadah Qurban, Ini 6 Amalan Sunnah di Hari Raya Idul Adha yang Berpahala Besar

Umat muslim dianjurkan untuk melaksankan setiap amalan yang pernah dilakukan Rasulullah SAW. Utamanya yang bisa dilakukan dengan mudah dan berpahala besar.

oleh Ardi Munthe diperbarui 21 Mei 2024, 18:30 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2024, 18:30 WIB
Ilustrasi Idul Adha. Foto : (Istimewa)
Ilustrasi Idul Adha. Foto : (Istimewa)

Liputan6.com, Lampung - Idul Adha merupakan hari raya akbar umat Islam selain Idul Fitri. Hari raya Idul Adha, datang satu tahun sekali untuk memperingati peristiwa kurban. Yakni, peristiwa Nabi Ibrahim yang akan menyembelih putranya, Nabi Ismail sebagai wujud ketaatan dan kepatuhan hamba terhadap sang pencipta.

Namun atas izin Allah, Allah menggantikan Nabi Ismail dengan domba. Dari peristiwa inilah hewan ternak disembelih setiap tahun sebagai kurban.

Selain ibadah qurban, Idul Adha juga menjadi momen untuk umat Islam melaksanakan ibadah haji di Mekah.

Tahun 2024, perayaan Idul Adha diperkirakan akan jatuh pada tanggal (17/6/2024). Artinya, tidak sampai satu bulan momen tersebut akan tiba.

Sebagai ibadah tahunan, maka hendaknya umat muslim melaksanakan dengan sesempurna mungkin dan menjalankan semua amalan-amalan sunnah pada hari tersebut disertai niat tulus dan mengharap pahala dari Allah SWT.

 

 

Amalan Sunnah di Hari Raya Idul Adha

Berikut enam kesunnahan yang dianjurkan oleh para ulama;

Pertama, dianjurkan mengumandangkan takbir di masjid-masjid, mushalla dan rumah-rumah pada malam hari raya. Itu bisa dimulai dari terbenamnya matahari sampai imam naik ke mimbar untuk berkhutbah pada hari raya idul adha dan sampai hari terakhir tanggal 13 Dzulhijjah pada hari tasyriq.

Karena pada malam tersebut, kita dianjurkan untuk mengagungkan, memuliakan dan menghidupkannnya. Anjuran ini sebagaimana terdapat dalam kitab Raudlatut Thalibin yang artinya, "Disunahkan mengumandangkan takbir pada malam hari raya mulai terbenamnya matahari, dan sangat disunahkan juga menghidupkan malam hari raya tersebut dengan beribadah." 

Kendati, sebagian ulama ahli fiqih ada yang memberi keterangan tentang beribadah di malam hari raya, yaitu dengan melaksanakan shalat maghrib dan isya’ berjamaah, sampai dengan melaksanakan shalat subuh berjamaah.

Kedua, mandi untuk shalat Ied sebelum berangkat ke masjid. Hal ini boleh dilakukan mulai pertengahan malam, sebelum waktu subuh dan yang lebih utama adalah sesudah waktu subuh. Karena, tujuan dari mandi adalah membersihkan anggota badan dari bau yang tidak sedap, dan membuat badan menjadi segar bugar. Maka mandi sebelum waktu berangkat shalat ied berjamaah adalah yang paling baik. 

"Disunnahkan mandi untuk shalat Id, untuk waktunya boleh setelah masuk waktu subuh atau sebelum subuh, ata pertengahan malam."  

Kesunnahan mandi ini adalah untuk semua kaum muslimin, laki-laki maupun perempuan. Baik yang akan akan berangkat melaksanakan shalat Ied maupun bagi perempuan yang sedang udzur syar’i sehingga tidak bisa melaksanakan shalat Ied.  

 

Memakai Wangi-wangian

Ketiga, disunahkan memakai wangi-wangian, memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau-bau yang tidak enak, untuk memperoleh keutamaan hari raya tersebut. 

Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak harus menunggu datangnya hari raya, misalnya saja seminggu sekali saat hendak melaksanakan shalat Jumat. 

Dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab terdapat keterangan mengenai amalan sunnah ini, yang artinya "Disunnahkan pada hari raya Id membersihkan anggota badan dengn memotong rambut, memotong kuku, menghilangkan bau badan yang tidak enak, karena amalan tersebut sebagaimana dilaksanakan pada hari Jumat, dan disunnahkan juga memakai wangi-wangian."   

Keempat, memakai pakaian yang paling baik lagi bersih serta suci jika memilikinya. Jika tidak memilikinya, maka cukup memakai pakaian yang bersih dan suci. Akan tetapi sebagian ulama’ mengatakan bahwa yang paling utama adalah memakai pakaian yang putih dan memakai serban.

Dalam Kitab Raudlatut Thalibin dijelaskan, "Disunnahkan memakai pakaian yang paling baik, dan yang lebih utama adalah pakaian warna putih dan juga memakai serban. Jika hanya memiliki satu pakaian saja, maka tidaklah mengapa ia memakainya. Ketentuan ini berlaku bagi kaum laki-laki yang hendak berangkat shalat Id maupun yang tidak. Sedangkan untuk kaum perempuan cukuplah ia memakai pakaian biasa sebagaimana pakaian sehari-hari, dan janganlah ia berlebih-lebihan dalam berpakaian serta memakai wangi-wangian."   

Ke Masjid Jalan Kaki

Kelima, ketika menuju ke masjid ataupun tempat shalat Ied hendaklah berjalan kaki karena hal itu lebih utama. Sedangkan untuk orang yang telah berumur dan orang yang tidak mampu berjalan, maka boleh saja ia berangkat dengan menggunakan kendaraan. 

Alasannya sendiri, dikarenakan dengan berjalan kaki kita bisa bertegur sapa mengucapkan salam dan juga bisa bermushafahah (Bersalam-salaman) sesama kaum muslimin. Sebagaimana sabda Nabi SAW riwayat dari Ibnu Umar, "Rasulullah SAW berangkat untuk melaksanakan shalat Id dengan berjalan kaki, begitupun ketika pulang tempat shalat Id."  

Keenam, untuk Hari Raya Idul Adha disunnahkan makan setelah selesai melaksanakan shalat Ied. Berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri disunahkan makan sebelum melaksanakan shalat Ied. 

Pada masa Nabi SAW, makanan yang disunahkan tersebut berupa kurma yang jumlahnya ganjil, entah itu satu biji, tiga biji ataupun lima biji. 

Karena makanan pokok orang arab adalah kurma. Jika di Indonesia makanan pokok adalah nasi, tetapi jika memiliki kurma maka hal itu lebih utama. Apabila tidak mendapatinya maka cukuplah dengan makan nasi atau sesuai dengan makanan pokok daerah tertentu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya