Liputan6.com, Jakarta - Detik-detik hari akhir tiba, malaikat Israfil melaksanakan tugasnya yaitu meniup sangkakala sebanyak dua kali. Tiupan pertama adalah penanda datangnya hari kiamat dan alam semesta akan hancur. Tiupan kedua ialah tiupan untuk hari kebangkitan.
Pada hari kebangkitan atau Yaumul Ba’ats, seluruh umat manusia dari zaman Nabi Adam AS hingga yang terakhir dibangkitkan, lalu dikumpulkan di Padang Mahsyar (Yaumul Mahsyar).
Seperti apa dahsyatnya Padang mahsyar? Bagaimana kondisi manusia saat itu? Ulama asal Madinah, Syekh Ali Jaber menjelaskan tentang perjalanan setelah hari kiamat seperti yang diunggah di YouTube Dunia Islamic TV.
Advertisement
Baca Juga
Syekh Ali Jaber mengatakan bahwa setelah seluruh manusia dibangkitkan, semuanya berdiri lebih dari 50 ribu tahun di hadapan Allah SWT menunggu hisab (hari perhitungan amal) dimulai.
Saat di Padang Mahsyar, semua laki laki dan perempuan berkumpul campur dalam keadaan sebagaimana baru dilahirkan, tanpa pakaian yang menutupi tubuh.
"Ketika rasul menceritakan kepada Siti Aisyah, Siti Aisyah pun kaget. 'Ya rasulullah, laki dan perempuan sama-sama (dalam satu tempat)?' Pikiran Siti Aisyah malu dilihat oleh orang. Kata Rasulullah SAW, 'Wahai Aisyah, di saat itu kesibukan manusia pandang kepada Allah menunggu hisab, lebih daripada kepikiran yang lain," kata Syekh Ali Jaber dikutip Sabtu (10/8/2024).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Matahari Sangat Dekat di Atas Kepala
Syekh Ali Jaber melanjutkan, di Padang Mahsyar, matahari berada sangat dekat di atas kepala manusia. Panas terik matahari yang sangat dahsyat membuat manusia berkeringat sesuai amal perbuatan di dunia.
"Rasul menggambarkan nanti di hari kiamat, yang biasa kalau kita keringat dari atas ke bawah, kalau di hari kiamat terbalik, keringat kita dari bawah ke atas. Ini (ketinggian air keringat) tergantung dosa kita,” terang Syekh Ali Jaber.
“Kata Rasulullah, ada yang keringatnya sampai ke mata kaki, ada yang sampai lutut, ada yang sampai ke paha, ada yang sampai ke dada, ada yang sampai ke lehernya, bahkan ada yang sampai merasa sudah sesak nafas. (Mereka) ingin menyelamatkan diri supaya tidak tenggelam di dalam keringatnya sendiri, dalam keadaan itu, 50 ribu tahun," jelasnya.
Di saat itu, manusia sudah merasa gelisah. Sudah cukup merasa tersiksa. Semua lari minta pertolongan kepada nabi agar meminta kepada Allah untuk segera dihisab.
Dimulai ke Nabi Adam, kemudian ke Nabi Nuh, Nabi Musa, hingga Nabi Isya. Semuanya tidak sanggup memberikan pertolongan. Sampai akhirnya Rasulullah SAW diminta memberikan syafaatnya.
"Bayangkan, umat Nabi Muhammad dengan umat terdahulu semuanya dikumpulkan dan semuanya satu arah (menuju) kepada Nabi Muhammad minta tolong. 'Ya Rasulallah ya Muhammad ya Habiballah, tolong syafaatkan, barangkali dengan bantuanmu, doamu, syafaatmu, bisa ini dimulai dihisab, supaya terselesai siksa yang kita hadapi'," demikian disampaikan Syekh Ali Jaber.
Advertisement
Syafaat Nabi dan Balasan Orang Berdosa
Kemudian Rasulullah SAW menjawab dan berdoa, “Allahumma sallim sallim, ummatii ummatii. Ya Allah selamatkan umatku, umatku.”
Kemudian Rasulullah SAW bersujud di hadapan Allah SWT, lalu memuji kepada-Nya. Pujian yang sebelumnya tidak pernah ada satupun makhluk-Nya sebutkan pujian itu, hanya Nabi Muhammad dan hanya di saat beliau sujud di hadapan Allah di hari kiamat.
Kemudian Allah SWT berkata, "Ya Muhammad, angkatlah kepalamu, dan silakan minta apapun aku berikan, silakan beri syafaat kepada siapapun, aku terima syafaatmu."
Rasul SAW berkata, " Ya Allah, kasihan manusia, mohon segera dihisab." Maka barulah mulai dihisab.
Kemudian turun kitab-kitab catatan amal manusia. Ada yang mengambil kitabnya dengan tangan kanan, itulah tanda bahagia. Ada yang mengambil kitabnya dengan tangan kiri. Ada yang menyembunyikan tangan kirinya ke belakang, karena dia malu menerima kitab dengan tangan kiri, tapi kitab amalan itu tetap berlari ke belakang mengarah tangan kiri.
Tidak ada yang bisa lari dari itu. Semua buku amalannya dibuka oleh Allah. Setiap orang menghadap Allah satu persatu untuk dihisab. Hamba yang masih memiliki iman merasa malu ketika diperhitungkan dosa dosanya.
Di saat itu, Allah mampu menghukum manusia manusia yang berdosa, bukan karena Allah dzalim, justru itulah keadilan Allah, tapi Allah tidak memperlakukan keadilannya, justru mendahulukan ampunan dan kasih sayangnya. Wallahu a’lam.