Liputan6.com, Cilacap - Orang mengaku pintar tidak selamanya bisa dikatakan sebagai orang angkuh atau sombong. Demikian sebaliknya, mengaku goblok atau bodoh juga bukan hal yang negatif.
Kedua pengakuan ini sebenarnya bisa dikompomikan lewat ilmu dan pemahaman yang benar, sehingga kedua pengakuan tersebut bisa berdampak positif pada diri kita dan orang lain.
Advertisement
Salah seorang ulama yang mencoba mengkompromikan hal tersebut ialah KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) yang merupakan ulama ahli Al-Qur’an dan Fiqih.
Advertisement
Baca Juga
Gus Baha menjelaskan, sejatinya kedua pengakuan ini bisa dikatakan sama-sama benar asalkan memiliki alasan yang dapat dibenarkan, baik oleh agama dan akal sehat.
Simak Video Pilihan Ini:
Ngaku Goblok dan Pintar Sama-Sama Baik
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an LP3iA, Rembang, Jawa Tengah mengatakan jikalau mengaku pintar takut tidak tawadlu alias sombong, maka sebaiknya yang kita lakukan ialah terkadang kita mengaku goblok dan juga terkadang juga mengaku pintar.
“Ngaku pinter takut tidak tawadlu,” paparnya dikutip dari tayangan YouTube Short @Kanalkita71, Senin (02/12/2024).
“Ya sekarang ya kadang ngaku goblok, ya kadang ngaku pinter,” imbuhnya.
Menurut ulama zuhud ini sebenarnya mengaku goblok dan mengaku pintar ini sama-sama baik asalkan memiliki alasan yang benar.'
Beliau mengungkapkan contoh alasan ketika kita mengaku goblok atau bodoh sebab ingin tawadlu (rendah hati), sementara jika kita mengaku pintar juga sebenarnya baik dan benar juga, sebab alasannya ingin menghargai jasa guru.
“Kalau ngaku goblok ya lagi ingin tawadlu, sedangkan ngaku pinter itu menghargai jasanya guru," tandasnya.
Advertisement
Niat Penentu Amal Perbuatan
Sejatinya apa yang disampaikan Gus Baha tersebut erat kaitannya dengan pembahasan seputar amal itu tergantung niatnya. Jika niat mengaku pintar itu untuk kesombongan, maka akan mendapatkan dosa, jikalau untuk kebaikan maka akan mendapatkan pahala.
Mengutip NU Online, dalam pembukaan hadits Arbain karya An-Nawawi, disebutkan sabda Nabi mengenai urgensi niat.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوُلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ.
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini merupakan bagian dari dasar-dasar agama. Di samping itu, sebagai ungkapan Nabi yang ringkas dan komprehensif. Semua bab tentang hukum-hukum Islam, masuk dalam kategori hadis ini.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul