Liputan6.com, Jakarta Dalam kehidupan masyarakat kita, syukuran sering kali identik dengan acara besar-besaran dan hidangan mewah. Tak jarang, demi menjaga gengsi atau mengikuti kebiasaan lingkungan, seseorang rela mengeluarkan biaya besar hanya untuk sebuah perayaan. Padahal, esensi dari syukuran sejatinya adalah rasa syukur yang tulus kepada Allah SWT, bukan sekadar tampilan lahiriah.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha mengingatkan bahwa syukuran tidak harus dilakukan dengan cara yang mewah atau berlebihan. Menurut beliau, sikap berlebihan dalam merayakan syukuran bisa menjadi celah hisab yang berat di akhirat. Alih-alih mendapat pahala, justru bisa menjadi beban jika niatnya tidak ikhlas atau hanya demi pamer.
Baca Juga
Gus Baha juga menegaskan bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya dengan sesuatu di luar kemampuan. Maka, bersyukur cukup dengan perbuatan baik yang mampu dilakukan, seperti berbagi secukupnya, membaca doa, atau mengadakan pengajian kecil. Yang terpenting adalah ketulusan hati dan kesadaran bahwa semua nikmat berasal dari Allah SWT.
Advertisement
Nikmat Dunia Bisa Kurangi Nikmat Akhirat
Gus Baha menjelaskan bahwa Allah SWT pernah menegur sekelompok kaum yang terlalu menikmati kemewahan saat hidup di dunia.
“Allah menegur suatu kaum yang selama hidupnya menghabiskan seluruh kenikmatan duniawi,” jelas Gus Baha dalam potongan video yang diunggah kanal YouTube Shorts @arrummidesain88, Selasa (22/10/2024).
Berdasarkan hal ini, Gus Baha mengimbau agar perayaan syukuran sebaiknya dilakukan secara sederhana. Menurutnya, bisa jadi kenikmatan besar yang kita nikmati di dunia justru mengurangi bagian kenikmatan kita di akhirat. Bahkan tidak menutup kemungkinan, nikmat akhirat bisa terhapus karena sudah dihabiskan semasa hidup.
“Jadi tidak perlu mengadakan syukuran secara besar-besaran. Bisa jadi, kita justru telah menguras jatah nikmat akhirat selama hidup di dunia,” tegasnya.
Advertisement
Teladan Kesederhanaan Rasulullah SAW
Dalam menjelaskan pentingnya hidup sederhana, Gus Baha menyinggung bagaimana Rasulullah SAW menjalani kehidupan yang jauh dari kemewahan, meskipun beliau memiliki kedudukan mulia di sisi Allah.
Gus Baha mengisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah tidak makan roti selama tiga hari berturut-turut. Jika dianalogikan di Indonesia, itu seperti tidak menyantap nasi selama tiga hari. “Rasulullah pernah tidak makan selama tiga hari, hanya mengandalkan kurma dan air putih,” jelas Gus Baha.
Suatu ketika, ada seorang sahabat yang mengetahui kondisi Nabi tersebut, lalu menyembelih kambing untuk beliau. Harapannya, Nabi SAW bisa menikmati daging dengan lahap. Namun yang terjadi, Rasulullah hanya makan sedikit saja. Ketika sahabat itu bertanya mengapa beliau tidak menghabiskannya, Rasulullah menjawab dengan mengingatkan bahwa kenikmatan dunia akan dipertanyakan kelak di akhirat. “Wa tus’alunna yauma’idzin ‘anin na’iim—dan sungguh pada hari itu kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas segala kenikmatan,” tutup Gus Baha mengutip ayat Al-Qur’an.
