Liputan6.com, Jakarta - Kisah tentang karomah para ulama selalu menjadi pengingat akan keberkahan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya. Salah satu cerita yang penuh hikmah datang dari almarhum wamahgfurlah Mbah Kiai Sarkaman, seorang ulama dari Desa Bengsah, Blega, Madura.
Mbah Kiai Sarkaman dikenal sebagai sosok sederhana yang memilih hidup menyendiri. Langgar kayunya menjadi saksi bisu bagaimana ia menerima tamu-tamu yang datang untuk bersilaturahmi atau memohon doa. Namun, ada keunikan luar biasa yang melekat pada cara ia menyikapi pemberian dari para tamunya.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube @karomahislam, setiap kali menerima amplop berisi uang dari tamunya, Mbah Kiai Sarkaman akan segera melemparkan amplop tersebut ke bawah kolong langgarnya. Langgar itu, sebagaimana tradisi di Madura, berdiri di atas kaki-kaki kayu setinggi satu meter dan dibiarkan terbuka tanpa penutup di sekelilingnya.
Advertisement
Tumpukan amplop di bawah langgar itu lama-kelamaan terlihat seperti gunungan sampah. Pemandangan ini membuat banyak tamu terkejut. Namun, tidak ada satu pun yang berani mengambil amplop tersebut, meski berada di tempat terbuka dan mudah dijangkau siapa saja.
Keajaiban lain adalah bagaimana amplop-amplop itu tetap berada di tempatnya meski diterpa hujan deras atau angin kencang. Amplop tersebut seolah memiliki berat seperti batu, tak bergeser sedikit pun dari posisinya.
Mbah Kiai Sarkaman tidak pernah sekalipun memeriksa isi amplop yang ia lemparkan. Baginya, pemberian tersebut bukan miliknya, melainkan titipan untuk mereka yang membutuhkan. Sikap ini mencerminkan betapa besar rasa mawas hati yang dimiliki sosok ulama ini.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Dibagikan ke Fakir Miskin dan Kepentingan Pondok
Setelah waktu yang cukup lama, tumpukan amplop itu biasanya akan diambil atas perintah Mbah Kiai Sarkaman. Ia menyuruh para santri untuk mengumpulkan amplop tersebut, bukan untuk keperluan pribadinya, tetapi untuk didistribusikan kepada fakir miskin dan pondok pesantren di sekitarnya.
Tindakan ini menjadi gambaran indah dari rasa syukur dan keikhlasan. Mbah Kiai Sarkaman tidak pernah merasa bahwa apa yang ia terima adalah miliknya sendiri. Semua ia serahkan kepada Allah dan mereka yang lebih membutuhkan.
Keberkahan hidup Mbah Kiai Sarkaman membuat masyarakat sekitar begitu menghormatinya. Banyak yang merasa bahwa tindakan ajaib seperti ini hanya mungkin dilakukan oleh seorang hamba yang benar-benar dekat dengan Tuhannya.
Hingga akhir hayatnya, kisah tumpukan amplop di bawah langgar Mbah Kiai Sarkaman terus menjadi bahan pembicaraan. Banyak yang mengambil hikmah dari sikap dermawan dan keikhlasan yang ia tunjukkan.
Karomah yang dimiliki Mbah Kiai Sarkaman bukanlah sekadar cerita tentang keajaiban, melainkan pelajaran bagi umat Islam tentang pentingnya mengendalikan hawa nafsu dan menjaga amanah.
Tindakan Mbah Kiai Sarkaman juga menunjukkan bahwa harta hanyalah alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ketika digunakan dengan niat yang benar, harta bisa menjadi sarana untuk mendapatkan keberkahan yang lebih besar.
Advertisement
Tak Ada yang Berani Sentuh Amplop Mbah Kiai Sarkaman
Tidak ada satu pun manusia yang berani menyentuh amplop tersebut tanpa izin dari Mbah Kiai Sarkaman. Hal ini dianggap sebagai wujud penghormatan terhadap sang ulama dan keyakinan akan keberkahan yang menyertainya.
Kisah ini menjadi inspirasi bagi banyak orang tentang pentingnya hidup sederhana dan berbagi dengan sesama. Sikap seperti ini menjadi cerminan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada ketulusan hati.
Almarhum Mbah Kiai Sarkaman meninggalkan warisan nilai-nilai luhur yang terus dikenang. Melalui tindakan sederhana namun penuh makna, ia mengajarkan bahwa kedermawanan adalah wujud nyata dari rasa syukur kepada Allah.
Semoga kisah ini menjadi pengingat bahwa setiap rezeki yang kita terima adalah titipan Allah. Dengan cara berbagi, kita dapat menjadi perantara untuk menyebarkan keberkahan kepada lebih banyak orang.
Mari kita kirimkan Al-Fatihah untuk Mbah Kiai Sarkaman. Semoga kisahnya terus menjadi teladan bagi generasi berikutnya dan menginspirasi kita untuk menjalani hidup dengan lebih ikhlas dan bermanfaat bagi sesama.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul