Liputan6.com, Jakarta - Menolong orang yang membutuhkan merupakan ajaran Islam yang sangat dianjurkan. Namun, bagaimana cara terbaik dalam memberikan bantuan kepada orang miskin seperti mereka? Apakah cukup dengan memberi uang, atau ada cara lain yang lebih bijaksana?
Dalam sebuah pengajian, ulama ahli Qur'an Gus Baha mengisahkan teladan Imam Malik saat menghadapi orang miskin yang meminta bantuan. Kisah ini menunjukkan bahwa membantu orang lain bukan hanya soal memberi, tetapi juga menjaga kehormatan dan perasaan mereka.
Advertisement
Sebagian orang terbiasa memberikan bantuan dengan cara langsung menyerahkan uang atau makanan. Namun, ada pula yang lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata agar tidak melukai hati si peminta. Imam Malik adalah salah satu ulama besar yang memiliki kebijaksanaan dalam menanggapi permintaan orang miskin.
Advertisement
Dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @MuhammadNurBinYusuf, Gus Baha menjelaskan bagaimana Imam Malik bersikap ketika ada seorang fakir datang meminta bantuan kepadanya.
Suatu hari, seorang miskin datang kepada Imam Malik dan meminta uang. Dengan tenang, Imam Malik menjawab, "Saat ini saya belum bisa memberikan. Coba datang lagi nanti."
Jawaban tersebut terdengar biasa saja, tetapi ada seseorang di dekatnya yang merasa heran. Orang itu lalu bertanya, "Mengapa tidak menjawab seperti umumnya orang yang langsung menolak atau memberi?"
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Penjelasan Imam Malik yang Dikutip Gus Baha
Imam Malik pun menjelaskan bahwa kalimat terberat bagi seorang peminta-minta adalah kata-kata yang menunjukkan penolakan secara langsung. Jika ia berkata, "Saya tidak bisa memberi," maka orang miskin itu akan merasa lebih kecewa dan sakit hati.
Menurut Imam Malik, seorang peminta sudah dalam kondisi sulit. Jika ditambah dengan kata-kata yang tegas menolak, maka itu akan semakin menyakiti hatinya. Oleh karena itu, ia memilih untuk menunda jawaban dengan cara yang lebih lembut.
Gus Baha menegaskan bahwa dari kisah ini, ada pelajaran penting yang bisa dipetik. Menolong orang miskin bukan hanya soal memberi, tetapi juga soal menjaga perasaan mereka agar tetap merasa dihargai.
Dalam Islam, menjaga kehormatan seseorang adalah hal yang sangat penting. Bahkan dalam keadaan tidak bisa memberi sekalipun, seseorang tetap harus bersikap baik dan bijaksana terhadap orang yang meminta bantuan.
Imam Malik memahami bahwa seorang peminta sering kali berada dalam kondisi putus asa. Jika ditolak secara kasar, bisa jadi hatinya semakin sakit dan ia merasa tidak dihargai sebagai manusia.
Sebaliknya, jika diberi harapan tanpa janji palsu, maka peminta tersebut masih memiliki semangat untuk mencoba kembali di lain waktu tanpa merasa terhina.
Gus Baha mengungkapkan bahwa Imam Malik juga memiliki alasan lain dalam memilih kata-kata yang lebih halus. Ia ingin menyelamatkan nama Allah agar tidak menjadi korban dari kemarahan peminta.
Ketika seseorang meminta bantuan dan mendapatkan penolakan kasar, bisa jadi dalam hatinya ia berkata, "Mengapa Allah tidak memberiku rezeki?" Hal ini yang ingin dihindari oleh Imam Malik.
Dengan menjawab secara lembut, Imam Malik berusaha agar orang yang meminta tidak menyalahkan takdir atau merasa kecewa terhadap Allah. Sebab, dalam kondisi sulit, seseorang bisa saja tergelincir dalam pikiran yang keliru.
Sikap Imam Malik ini mencerminkan kebijaksanaan seorang ulama besar dalam menyikapi masalah sosial. Islam mengajarkan bahwa dalam membantu orang lain, sikap dan kata-kata yang baik memiliki peran yang sama pentingnya dengan bantuan itu sendiri.
Advertisement
Memberi atau Menolak, Jangan Menyakiti
Gus Baha juga menambahkan bahwa banyak orang yang suka memberi, tetapi tidak memperhatikan bagaimana cara mereka memberi. Padahal, memberikan dengan cara yang baik bisa menjadi amal yang lebih besar.
Sebaliknya, jika seseorang memberi dengan cara yang merendahkan atau menyakiti hati penerima, maka bantuan tersebut bisa kehilangan keberkahannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang secara tidak sadar membuat orang lain merasa kecil ketika meminta bantuan. Hal ini seharusnya dihindari, karena Islam mengajarkan kasih sayang dan penghormatan terhadap sesama.
Pelajaran dari kisah Imam Malik ini bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya dalam memberi sedekah, tetapi juga dalam cara berbicara dan bersikap kepada orang yang sedang mengalami kesulitan.
Bahkan jika seseorang tidak memiliki cukup harta untuk membantu, setidaknya ia bisa memberikan kata-kata yang menenangkan dan tidak menyakitkan hati.
Sebagai umat Islam, sudah sepatutnya meneladani kebijaksanaan Imam Malik dalam menghadapi orang yang membutuhkan. Memberi bantuan adalah amal mulia, tetapi menjaga perasaan orang yang dibantu adalah bentuk kemuliaan yang lebih tinggi.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
