Liputan6.com, Jakarta - Istilah bid'ah sering menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Banyak yang memahami bid'ah sebagai sesuatu yang baru dalam agama dan dianggap sesat. Namun, Gus Baha memberikan penjelasan yang lebih luas mengenai makna bid'ah dalam perspektif Islam.
Menurut ulama ahli tafsir KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, jika makna bid'ah adalah mengajarkan atau melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, maka pemahaman tersebut perlu dikaji ulang, alias keliru. Ia mencontohkan kejadian yang pernah terjadi di zaman sahabat.
Advertisement
Suatu ketika, ada seorang sahabat yang saat i'tidal dalam sholat melafalkan doa:
Advertisement
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ(مُبَارَكًا عَلَيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى)
Rabbana wa laka al-hamdu Hamdan Katsīran Thayyiban Mubārakan Fīhi
Artinya: "Ya Allah, ya Tuhan kami, segala puji bagi-Mu dengan pujian yang banyak, lagi baik dan penuh berkah, seperti yang disukai dan diridlai oleh Rabb kami."
Dirangkum dari tayangan video di kanal YouTube @asepsadhili3081, Gus Baha menguraikan bahwa doa ini memiliki keutamaan yang luar biasa berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari.
Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa ada 30 malaikat yang berlomba-lomba untuk mencatat amal seseorang yang membaca doa setelah sholat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun bacaan tersebut belum pernah diucapkan sebelumnya, tetapi justru mendapatkan apresiasi dari langit.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Tidak Serta Merta Disebut Bid'ah yang Sesat
Gus Baha mengisahkan, setelah sholat, Nabi Muhammad bertanya kepada para sahabat, "Siapa di antara kalian yang tadi melafalkan doa itu?" Para sahabat yang mendengar pertanyaan ini terdiam. Mereka takut dianggap melakukan bid'ah karena bacaan yang selama ini dikenal adalah:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءُ الْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
Rabbana lakal hamdu mil' us-samawati wa mil' ul-ardhi wa mil'u ma syi'ta min syai'in ba'du
Artinya: "Ya Allah, Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa saja yang Engkau kehendaki sesudah itu."
Melihat para sahabat terdiam, Nabi Muhammad kemudian berkata, "Ora popo cung, tadi saya melihat 30 malaikat itu rebutan menulis pahala bacaan tersebut," kata Gus Baha mencoba mengartikan hadis tersebut.
Gus Baha menjelaskan bahwa peristiwa ini membuktikan bahwa sesuatu yang baru dalam agama tidak serta-merta dikategorikan sebagai bid'ah yang sesat. Bahkan, ada hal-hal baru yang mendapatkan apresiasi dari langit.
Ia menegaskan bahwa bid'ah yang sesat adalah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, jika sesuatu itu baik, tidak melanggar syariat, dan justru memiliki manfaat, maka tidak bisa disebut sebagai bid'ah yang sesat.
Dalam konteks ibadah, selama suatu amalan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, maka tidak ada masalah untuk melakukannya.
Gus Baha juga menekankan pentingnya memahami dalil dengan baik. Jangan sampai pemahaman yang keliru membuat seseorang mudah menyalahkan amalan orang lain.
Ia juga mencontohkan banyak amalan yang dilakukan umat Islam saat ini yang sebenarnya tidak ada di zaman Nabi secara langsung, tetapi tetap diperbolehkan karena memiliki manfaat.
Misalnya, pembukuan Al-Qur’an, adzan dua kali saat sholat Jumat, dan peringatan Maulid Nabi adalah contoh hal-hal yang tidak ada di zaman Nabi tetapi tetap dilakukan karena memiliki kebaikan.
Advertisement
Jangan Mudah Terjebak Pemahaman yang Salah
Menurutnya, Islam tidak menutup ruang bagi kreativitas selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar agama.
Gus Baha juga menegaskan bahwa dalam memahami agama, seseorang harus berhati-hati agar tidak mudah menyalahkan orang lain hanya karena sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya.
Dalam Islam, setiap amal perbuatan akan dilihat dari niatnya. Jika sesuatu dilakukan dengan niat baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, maka tidak bisa serta-merta dianggap bid'ah yang sesat.
Ia mengajak umat Islam untuk lebih memahami dalil dan tidak mudah terjebak pada pemahaman yang sempit tentang bid'ah.
Gus Baha juga mengingatkan bahwa dalam menilai suatu amalan, harus dilihat dari sisi manfaat dan kebijaksanaan, bukan sekadar melihat apakah hal itu pernah dilakukan di zaman Nabi atau tidak.
Pemahaman ini penting agar umat Islam tidak terpecah-belah hanya karena perbedaan dalam menjalankan amalan tertentu.
Dengan memahami esensi dari bid'ah, umat Islam diharapkan lebih bijaksana dalam menyikapi perbedaan dan tidak mudah menghakimi orang lain.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
