Pakar Unsoed: Tanpa Upaya Kolaboratif, Banjir Rob Pesisir Utara Jawa Bakal Abadi

Pakar Hidrologi dan Sumber Daya Air Unsoed menjelaskan empat hal yang menyebabkan intensitas dan ketinggian banjir rob terus meningkat di pantai utara Jawa

oleh Rudal Afgani Dirgantara diperbarui 27 Mei 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2022, 21:00 WIB
Infografis Banjir Rob dan Jebolnya Tanggul Laut di Semarang. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Banjir Rob dan Jebolnya Tanggul Laut di Semarang. (Liputan6.com/Trieyasni)

Liputan6.com, Purwokerto - Banjir rob menggenangi pesisir utara Jawa mulai dari Kota Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, Pati, Rembang hingga Tuban dan Lamongan. Menurut pakar, ada empat faktor penyebab banjir rob yang melanda daerah pantura.

"Banjir rob bukan hal baru, yang baru adalah intensitas dan ketinggian banjir rob yang semakin meningkat dari tahun ke tahun," kata Yanto PhD, Pakar Hidrologi Unsoed dan Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsoed.

Alumni Doctor of Philosophy, Civil Environmental and Architectural Engineering, University of Colorado at Boulder, Amerika Serikat itu menjelaskan empat hal yang menyebabkan intensitas dan ketinggian banjir rob terus meningkat.

"Jika faktor-faktor tersebut tidak dikendalikan, maka banjir rob akan menjadi fenomena abadi di pesisir utara Jawa," ujarnya.

Pertama, fenomena pasang surut yang merupakan siklus 15 harian akibat interaksi bulan dan bumi. Jika terjadi pasang naik, maka air laut akan masuk ke daratan dan menyebabkan banjir rob.

Kedua, meningkatnya debit banjir pada muara sungai-sungai besar di pesisir utara Jawa akibat hujan deras dan rusaknya kawasan hulu di beberapa daerah aliran sungai di Jawa sebagai konsekuensi berubahnya tata guna lahan dan menurunnya fungsi konservasi lingkungan.

Ketiga, fenomena perubahan iklim yang telah ditandai dengan meningkatnya frekuensi kejadian hujan ekstrem, yaitu hujan dengan intensitas yang sangat tinggi. Sebagai contoh adalah hujan ekstrim sebesar 377 mm pada awal tahun 2020 di Jakarta.

Keempat, turunnya permukaan tanah pesisir akibat pengambilan air tanah secara berlebihan sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan air domestik menggunakan air permukaan.

"Berapa faktor tersebut di atas tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Pasang surut misalnya. Namun, sebagian besar faktor tersebut dapat dikelola dan direncanakan upaya perbaikannya," ujarnya.

Selain faktor alam, faktor manusia juga menyumbang kerusakan alam yang memicu banjir rob, yaitu perubahan tata guna lahan contohnya.

Untuk mengurangi atau menghilangkan sama sekali banjir rob di pesisir utara Jawa, faktor-faktor tersebut harus dikelola sebagai bagian dari upaya mitigas bencana banjir rob.

Sebagai contoh, banjir daratan yang berasal dari daerah aliran sungai bisa dikelola dengan beberapa upaya seperti konservasi daerah aliran sungai di bagian hulu, pembangunan bendung dan waduk pengendali banjir di sepanjang aliran sungai dan konservasi air tanah di wilayah perkotaan.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Ancaman Penurunan Tanah

Yanto PhD, Pakar Hidrologi Unsoed dan Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsoed. (Foto: Dok. Humas Unsoed/Liputan6.com)
Yanto PhD, Pakar Hidrologi Unsoed dan Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsoed. (Foto: Dok. Humas Unsoed/Liputan6.com)

Sedangkan penurunan muka tanah bisa dikelola dengan cara mengendalikan pengambilan air tanah melalui beberapa instrumen hukum dan kebijakan, memaksimalkan peran perusahaan air minum untuk memenuhi kebutuhan air seluruh masyarakat agar masyarakat tidak lagi mengambil air tanah melalui sumur dan pengisian kembali air tanah menggunakan sumur resapan dan biopori.

Sementara faktor perubahan iklim meski terjadi secara global, namun masyarakat bisa berkontribusi untuk mengelolanya. Penyebab utama perubahan iklim adalah naiknya suhu muka bumi secara konsisten dalam beberapa dekade terakhir.

Upaya besar yang bisa dilakukan adalah menekan laju emisi karbon hingga level tertentu sehingga kenaikan suhu dapat dikendalikan sesuai target pada tahun 2050.

Beberapa upaya lain yang bisa dilakukan antara lain mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis fosil melalui penggunaan transportasi publik, mengelola penggunaan listrik secara bijak, penghijauan kembali dengan taman-taman baik skala publik maupun rumah tangga.

Berbagai upaya di atas memerlukan keterlibatan banyak pihak dan banyak sektor. Oleh karenanya, peran pemerintah menjadi sangat penting untuk merencanakan dan mengkoordinasikan upaya terpadu mitigasi bencana banjir rob.

"Sayangnya, melihat apa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, kita perlu pesimis bahwa upaya tersebut dapat terwujud dalam waktu yang dekat," tuturnya.

Oleh karenanya, perlu peran masyarakat, terutama masyarakat akademik untuk mendorong pemerintah agar lebih serius melaksanakan upaya mitigasi bencana banjir rob.

Selain itu, masyarakat akademik juga harus melakukan edukasi kepada masyarakat agar memiliki kesadaran pentingnya turut serta dalam upaya mitigasi bencana.

"Sebab jika tidak, banjir rob akan benar-benar abadi," ucap Yanto yang mempunyai pengalaman dalam forum internasional dengan mengunjungi negara-negara India, Singapore, Jordan, Jerman, USA, dan Austria.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya