Langkah Strategis Pemerintah Larang Ekspor Mineral Jadi Pendorong Keuntungan Jangka Panjang

Sektor yang terus berkembang ini menghadirkan serangkaian tantangan bagi seluruh pemangku kepentingan industri, di antaranya tantangan dalam melaksanakan proyek untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan secara tepat waktu, hemat anggaran, serta keselamatan yang tidak boleh dianggap remeh.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Nov 2023, 08:13 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2023, 08:11 WIB
Mineral
Proses pemurnian mineral

Liputan6.com, Yogyakarta - Langkah strategis pemerintah Indonesia dalam melarang ekspor mineral diidentifikasi sebagai sebuah pendorong kuat dalam meningkatkan keuntungan jangka panjang bagi negara dari kekayaan mineralnya. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor logam olahan sekaligus meningkatkan nilai ekspornya, Indonesia bersiap untuk menjadi pemimpin di tingkat global, tak hanya dalam produksi mineral saja, tetapi juga dalam ekspor mineral olahan bernilai tinggi.

Menurut Alfonsius Ariawan, Mining & Metals Lead dss+ Indonesia, meskipun angka awal menunjukkan sektor pengolahan dan pemurnian mineral sangat menguntungkan, pelaku industri maupun pembuat regulasi tetap harus menyadari adanya tantangan yang berpotensi menghambat pertumbuhan masa mendatang bila tidak dikelola secara efektif.

Sektor yang terus berkembang ini menghadirkan serangkaian tantangan bagi seluruh pemangku kepentingan industri, di antaranya tantangan dalam melaksanakan proyek untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan secara tepat waktu, hemat anggaran, serta keselamatan yang tidak boleh dianggap remeh.

“Pemahaman yang jelas atas risiko serta rencana yang dipikirkan secara matang dan penuh kehati-hatian oleh para operator aset menjadi sangatlah penting,” ujar Alfonsius.

Ia juga menegaskan keberlanjutan merupakan faktor utama lain yang perlu dipertimbangkan dan dijalankan oleh industri lokal. Mitra luar negeri dalam industri ini menitikberatkan perhatiannya kepada sumber/asal dari mineral serta jejak lingkungan dan keberlanjutannya.

Hal ini didorong oleh pembuat kebijakan mereka yang mengharuskan adanya pelaporan yang transparan, termasuk pengguna akhir yang juga menuntut hal tersebut. Operator serta investor sektor pertambangan dan pengolahan dan pemurnian mineral perlu senantiasa mengembangkan penawaran mereka.

Sejak dimulai pada tahun 2014, beberapa kebijakan pembatasan ekspor bijih telah diterapkan dalam beberapa tahap. Ekspor nikel dihentikan seluruhnya sejak Januari 2022, sementara pengiriman bauksit dihentikan pada Juni 2023. Sisa bijih logam, termasuk tembaga, bijih besi, timah, dan seng, yang awalnya juga dijadwalkan akan dilarang ekspor mulai Juni 2023 kini telah diperpanjang hingga Mei 2024 karena penundaan pembangunan smelter yang terdampak oleh pandemi.

Meskipun kebijakan ini dianggap relatif baru, langkah strategis ini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Untuk nikel, pemerintah Indonesia telah memastikan nilai ekspor produk nikel olahan pada 2021 diperkirakan mencapai 30 miliar dolar AS atau sepuluh kali lebih besar dibandingkan nilai dari keseluruhan ekspor nikel empat tahun sebelumnya.

Angka tersebut mencerminkan peningkatan produksi serta mendorong pelaksanaan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, dengan 1.600 ribu ton logam yang ditambang pada tahun 2022 (naik dari 345.000 metrik ton pada tahun 2017), Indonesia merupakan pemimpin global dalam produksi nikel, diikuti oleh Filipina dengan produksi 330 ribu ton.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya