Menuju Tahun 2020, Indonesia Pusat Fesyen Muslim Dunia

Baru-baru ini para insan fesyen Indonesia berdiskusi mengenai masa depan Indonesia sebagai pusat fesyen muslim dunia.

oleh Bio In God Bless diperbarui 24 Jul 2014, 12:35 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2014, 12:35 WIB
Round Table Discussion APPMI-Media 0714

Liputan6.com, Jakarta Di bagian belakang MDL Restaurant, Kota Kasablanka – Jakarta, terdapat sebuah ruangan yang disekat oleh pintu warna hitam. Langit-langit ruangan itu tinggi dengan beberapa chandelier berhias batu-batu hitam tergantung.

Di ruang persegi panjang itu beberapa kursi rotan warna hitam telah disusun rapi mengelilingi 2 deret meja yang digabungkan. Di atas meja ada 6 papan nama. Beberapa di antaranya adalah nama pemilik label dan juga nama desainer. Yang lainnya adalah nama pengurus Asosiasi Perancang – Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Indonesia Fashion Week (IFW), dan Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC).

Jauh berbeda dari gambaran umum bahwa ketika insan-insan fesyen berkumpul maka forumnya akan bayak diisi dengan ketawa-ketiwi tentang seuatu yang remeh-temeh, pertemuan yang diselenggarakan pada Selasa (22/7/2014) ini diisi dengan pembicaraan mengenai masa depan industri mode di Indonesia, khususnya fesyen muslim, dalam skala dunia.

Taruna K. Kusmayadi (Ketua Umum APPMI), Dina Midiani (Direktur IFW), Jetty R. Hadi (Direktur Edukasi IIFC), Errin Ugaru (Desainer Busana Muslim), Windri Widiesta Dhari (Pemilik label Nurzahra), dan Feny Mustafa (Pemilik label Shafira) duduk bersama dengan beberapa awak media untuk berdiskusi tentang dunia fesyen muslim di Indonesia.

Pada beberapa kesempatan, salah satunya pada pembukaan Indonesia Fashion Week 2014 di bulan Februari lalu, Marie Elka Pagestu (Mentri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) menyebut target Indonesia sebagai pusat fesyen muslim dunia pada tahun 2020. Tema inilah yang dibahas oleh forum yang diselingi dengan santap buka puasa bersama.


Aspek-aspek Terbentuknya Indonesia sebagai Pusat Fesyen Muslim Dunia

Aspek-aspek Terbentuknya Indonesia sebagai Pusat Fesyen Muslim Dunia

Aspek-aspek Terbentuknya Indonesia sebagai Pusat Fesyen Muslim Dunia

Biasa disebut dengan sapaan Ibu Tila, Jetty R. Hadi (Direktur Edukasi IIFC), menjelaskan bahwa ada 3 aspek yang dapat diurai dari konsep Indonesia sebagai pusat fesyen muslim dunia. Ketiga aspek tersebut adalah kemampuan dunia fesyen muslim Indonesia dalam menginspirasi tren, standar kualitas fesyen yang baik, serta produktifitas yang tinggi.

Berkenaan dengan perihal desain busana muslim dalam kaitannya dengan kaidah Islam, Dina Midiani (Direktur IFW) saat membuka diskusi ini mengajukan pertanyaan. Bagaimana dengan fakta bahwa ada aneka ragam model busana muslim? Bukankah ada kaidah tersendiri tentang baju muslim? Membahas isu ini, Jetty R. Hadi menjelaskan bahwa memang ada kaidah-kaidah tentang busana muslim.

Akan tetapi bagaimana pengetahuan dan pemahaman seorang desainer mengenai kaidah-kaidah tersebut bisa berbeda dalam hal-hal tertentu. Hasil dari perbedaan tersebut adalah ragam desain busana muslim dari para desainer. Oleh karenanya, Jetty R. Hadi menyatakan bahwa pelabelan final sebuah desain busana muslim sebagai busana syari (yang mengikuti syariah) dan bukan syari dari satu kaca mata bukan lah hal yang bijak.

Selain mengenai desain, segi industri dari dunia fesyen muslim Indonesia juga dibahas di forum ini. Fenny Mustofa (Pemilik label Shafira) berbagi pengalamannya ke luar negri melihat label-label fesyen yang berusia hingga ratusan tahun. Dari pengalamannya itu, Fenny Mustofa memutuskan untuk mengurus label Shafira dengan lebih profesional. Dengan menjadi lebih profesional, bisnis fesyen akan lebih berkembang dan pada akhirnya berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan.

Salah satu risiko dari suksesnya perkembangan label fesyen adalah penjiplakan ilegal. Mengenai hal ini, Fenny Mustafa, Errin Ugaru (desainer busana muslim), dan Windri Widiesta Dhari (pemilik label Nurzahra) mengaku tak khawatir. Selain meyakini bahwa label masing-masing sudah memiliki pasar sendiri, timing periodik dari kehadiran koleksi baru juga dipercaya membuat konsumen tetap setia.

Kerjasama dengan `Bernard Arnault` Indonesia?

Kerjasama dengan `Bernard Arnault` Indonesia?

Kerjasama dengan `Bernard Arnault` Indonesia?

Mempertimbangkan waktu yang tersisa menuju tahun 2020, terbersit pertanyaan mengapa tahun tersebut yang menjadi ketetapan target.

Ditanya mengenai hal ini oleh liputan6.com setelah acara diskusi selesai, Taruna K. Kusmayadi (Ketua Umum APPMI) menyatakan bahwa pertimbangan potensi besar Indonesia dalam hal fesyen muslim, baik dari segi sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya budayanya, serta data statistik berbagai hal menjadi dasar bagi penetapan tahun tersebut.

Selain itu, menurutnya dengan diungkapnya cita-cita tersebut, kita akan lebih terpacu untuk mencapainya. Taruna K. Kusmayadi menjelaskan pentingnya kerja sama mutual antara desainer atau label dengan para stakeholder bisnis fesyen. Contoh yang diambilnya mengenai hal ini adalah Bernard Arnault dengan grup perusahaan Louis Vuitton Moet Hennesy (LVMH).

Bernard Arnault dengan LVMH-nya kini sukses menaungi lebih dari 60 brands. Dari contoh tersebut, dirinya mengajukan pertanyaan retoris. “Apakah tak ada entrepreneur dengan perusahaan seperi itu di Indonesia?”

Merujuk pada pertanyaan tersebut, di Indonesia sendiri diketahui setidaknya 2 nama grup perusahaan besar yang bermain di bidang fesyen, yakni Mitra Adi Perkasa yang menangani merek-merek internasional seperti DKNY, Dorothy Perkins, Lacoste, Loewe, Massimo Dutti, Zara, Stradivarius, dan lain sebagainya; dan Trans Fashion yang menangani merek-merek internasional seperti Giorgio Armani, Hugo Boss, Jimmy Choo, Salvatore Ferragamo, Valentino, dan lain-lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya