Sejarah Nama Bukit Duri dan Harapan Masyarakatnya Sebelum Digusur

Masyarakat telah menempati kawasan Bukit Duri sejak Indonesia belum merdeka, berikut asal-asul nama Bukit Duri.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 13 Mei 2016, 18:48 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2016, 18:48 WIB
20160512-Permukiman-Bukit-Duri-Jakarta-Immanuel-Antonius
Sejumlah anak saat bermain di permukiman kawasan Bukit Duri, Jakarta, Kamis (12/5). Akhir Mei 2016, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan akan kembali menggusur pemukiman liar di pinggiran Sungai Ciliwung tersebut. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Warga Bukit Duri, Tebet, menolak penggusuran tahap dua yang akan dilakukan Pemprov DKI akhir bulan ini. Warga dari empat RW di Bukit Duri berasalan, mereka memiliki sertifikat dan menyatakan pemprov DKI tidak bisa membuktikan kawasan tersebut benar-benar miliki negara.

Sandyawan Soemardi, salah seorang dari komunitas Ciliwung Merdeka beberapa waktu silam dalam acara Pasar Rakyat Bukit Duri kepada Liputan6.com, pernah mengungkapkan, berbagai komunitas warga pinggiran Ibukota ini telah lama hadir di Jakarta, salah satunya komunitas warga di Bukit Duri yang bahkan sudah bermukim sejak 1930.

Menurut cerita sejarah yang dirangkum dari berbagai sumber, Bukit Duri pada awalnya merupakan bagian dari tanah yang dibeli saudagar kaya dari Selamon di Pulau Lontar, Kepulauan Banda. Semenjak jalan raya Daendeles dibangun, tanah yang dimiliki oleh Cornelis Senen, swasta (partikelir) ini berkembang pesat menjadi pemukiman dan pasar yang ramai. Hingga kini masyarakat menyebutnya dengan Meester Cornelis atau Mester. Pada abad 19, Meester Cornelis merupakan Gemeente Batavia yang terkemuka.

Konon nama Bukit Duri sendiri berasal dari pagar bambu berduri yang dibangun Cornelis Senen untuk melindungi para penebang hutan dan tukang kebun dari gerilya tentara Mataram dan Banten. Pagar berduri inilah asal muasal nama Kampung Bukit Duri yang sekarang. Selain kini menjadi kompleks pertokoan, perumahan Bukit Duri, di kawasan ini juga sempat berdiri pabrik senapan yang didirikan oleh Herzog KB bon Sachsen-Weimar.

Berikut pernyataan sikap masyarakat Bukit Duri terhadap rencana penggusuran.

1. Warga Bukit Duri dan Komunitas Ciliwung Merdeka beserta Mitra mendukung sepenuhnya, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, berkeadilan dan manusiawi Pemprov DKI Jakarta, dalam mewujudkan tanah untuk keadilan ruang hidup bagi rakyat. Hal ini merupakan implementasi dari Nawacita atau Sembilan Agenda Prioritas Presiden Republik Indonesia Periode 2014-2019.

2. Warga Bukit Duri dan Komunitas Ciliwung Merdeka beserta Mitra sangat mengharapkan Pemprov DKI Jakarta, bersedia menimbang kembali, memfasilitasi dan memulihkan kembali hak milik warga atas tanah, dan hak ekonomi, sosial dan budaya warga Bukit Duri yang sudah menghuni Bukit Duri sejak puluhan tahun lalu.

3. Warga Bukit Duri dan Komunitas Ciliwung Merdeka beserta Mitra sangat mengharapkan Pemprov DKI Jakarta, bersedia menimbang kembali, untuk memberikan hak ganti-rugi bagi warga terdampak proyek normalisasi sungai Ciliwung, berupa tukar guling lahan untuk pemukiman baru di Kelurahan Bukit Duri, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

4. Warga Bukit Duri dan Komunitas Ciliwung Merdeka beserta Mitra sangat mengharapkan Pemprov DKI Jakarta, bersedia menimbang kembali, untuk mewujudkan terobosan baru Pemprov DKI Jakarta dalam menghadapi krisis kepadatan dan kemiskinan penduduk Jakarta serta krisis masalah tanah, tata-ruang, lingkungan hidup dan banjir di Jakarta, dengan membangun “Kampung Susun Manusiawi Bukit Duri” di Bukit Duri tetapi tidak lagi di bantaran sungai Ciliwung, tetap di Kelurahan Bukit Duri, sebagaimana Kampung Susun Berbasiskan Komunitas sebagai Situs Budaya Keanekaragaman Warga Jakarta di Kampung Pulo” yang sudah dijanjikan Gebernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama pada saat menerima audiensi Komunitas Ciliwung Merdeka & Mitra, di Balaikota Pemprov DKI Jakarta, tanggal 18 September 2016.

5. Dalam proses pelaksanaan program normalisasi dan pembangunan sungai Ciliwung di Bukit Duri, harap melibatkan partisipasi penuh warga masyarakat, khususnya komunitas warga Bukit Duri sebagai “pemangku kepentingan” (stake-holder) utama, dan para pemangku kepentingan lain seperti lembaga swadaya masyarakat, para akademisi, para pengembang, di samping Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat sendiri.

6. Usulan kami ini perlu segera dituangkan dalam butir-butir kesepakatan dalam Nota Kesepakatan Bersama (MoA) antara Pemprov DKI Jakarta dengan Komunitas Warga Bukit Duri dan dilaksanakan sesegera mungkin.

7. Dengan rendah hati kami harapkan pihak Pemprov DKI Jakarta, dan lembaga pers yang mendukungnya, segera menghentikan pernyataan-pernyataan negatif, stigmatisasi, yang tidak konstruktif dan produktif terhadap komunitas warga Bukit Duri dan seluruh komunitas warga masyarakat pinggiran lainnya di Jakarta ini, dalam ikhtiar bersama untuk mewujudkan kota yang bermartabat, adil, demokratis-partisipatis, ekologis, sensitif HAM, terbuka terhadap inovasi dan kemajuan, berkelanjutan. Buka selebar-lebarnya pintu dialog dan kerjasama yang efektif.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya