Liputan6.com, Jakarta Penembakan brutal yang terjadi di klub malam Pulse, Orlando, Florida, menyita perhatian seluruh dunia. Dilaporkan 50 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
Selama 12 tahun terakhir, klub malam Pulse mendapat tempat tersendiri di hati banyak orang. Apalagi bagi kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) yang mencari dukungan untuk menjadi diri mereka sendiri. Pulse dikenal sebagai klub malam bagi LGBT dengan sajian musik dan berbagai hiburan yang menarik.
Baca Juga
Kini Pulse dikenang sebagai klub malam yang menjadi tempat penembakan massal paling mematikan yang pernah terjadi di Amerika Serikat seperti dilansir dari huffingtonpost.com, Selasa (14/6/2016). Pihak berwenang menyatakan tersangka diduga bernama Omar Mateen. Omar datang ke klub malam pada Minggu, 12 Juni 2016 sekitar pukul dua dinihari waktu setempat, sebelum menyandera puluhan orang dan membunuh sisanya.
Advertisement
Bagi masyarakat yang bergabung dalam komunitas LGBT Orlando, Pulse adalah tempat untuk didatangi ketika mereka merasa seluruh dunia menolak kehadiran mereka.
Hal yang sama diungkap oleh Blue Star, seorang pengusaha yang pro-LGBT, sekaligus co-founder dari kegiatan amal bagi penyintas kanker, The Barber Fund.
"Di Pulse Anda tidak akan menemukan terorisme dan diskriminasi. Pulse adalah tempat untuk bebas. Anda hanya harus membiarkan diri untuk bebas," kata Blue.
Gia Gunn, entertainer yang pernah beberapa kali tampil di Pulse mengatakan, "Sebagai salah satu klub malam ternama tapi dekat dengan komunitas LGBT di kota kecil Orlando, Pulse menawarkan lebih dari hiburan dan pelarian. Jika sampai sekarang Anda masih mempertanyakan tentang jenis kelamin atau seksualitas, Pulse adalah sebuah lingkungan yang sesuai untuk Anda datangi dan menjadi diri Anda sendiri."
Gia menggambarkan Pulse sebagai surga bagi siapa saja yang tidak memiliki rumah atau tempat yang nyaman untuk mengekspresikan diri.
Parliament House, sebuah klub LGBT yang telah berada di Orlando selama 40 tahun, mengakui telah berbagi pelanggan, pegawai, dan penghibur dengan Pulse, menurut assistant beverage manager Parliament, Dan Schwab.
Ia juga mengungkapkan selama ini Pulse berusaha membantu pasien AIDS, komunitas LGBT, dan para korban bencana badai Katrina.
"Pulse bukan sekedar klub malam atau tempat untuk bersenang-senang, Pulse adalah tempat untuk mendapatkan dukungan dan mencari bantuan yang Anda butuhkan," papar Dan.
Barbara Poma co-founder Pulse, mendirikan klub malam ini pada tahun 2004 untuk memberikan penghormatan kepada kakaknya, John, yang meninggal akibat penyakit AIDS, 13 tahun yang lalu. Nama Pulse sendiri terinspirasi dari detak jantung John.
"Barbara membangun sebuah tempat yang dapat digunakan masyarakat untuk pergi, merasa bebas, dan bahagia. Pulse dibangun atas dasar cinta dan rasa hormat bagi masyarakat, tempat bagi jiwa-jiwa yang tersesat untuk menemukan jalan mereka di lingkungan yang aman. Kekerasan itu terjadi pada orang-orang yang baik, sangat baik," ungkap Blue.
Gia mengakui saat ini keterbukaan dan cinta yang ada di Pulse selama ini telah digantikan dengan kekhwatiran. "Ternyata ada banyak kebencian di luar sana," kata Gia.