Cara Ciptakan Industri Fashion Manusiawi dan Ramah Lingkungan

Pernahkah Anda berpikir soal dari mana pakaian Anda berasal dan etika bagaimana seharusnya fashion?

oleh Unoviana Kartika Setia diperbarui 31 Agu 2016, 12:00 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2016, 12:00 WIB
Street Styler Milan Fashion Week Spring Summer 2015 4
Foto: Vogue.co.uk

Liputan6.com, Jakarta Merek seringkali menjadi tolak ukur orang membeli pakaian. Semakin terkenal mereknya, semakin bangga orang memakainya. Hampir setiap orang pun berlomba-lomba untuk mendapatkan pakaian dari merek-merek terkenal di dunia, apalagi jika barang-barang itu sedang diskon.

Ya, harga memang menjadi tolak ukur kedua. Meskipun gemar memakai barang-barang bermerek, harga juga menjadi pertimbangan. Jika mendapatkan barang bermerek dengan harga murah, kenapa tidak?

Namun, pernahkah berpikir soal dari mana pakaian Anda berasal. Bukan soal merek, tetapi bagaimana pakaian dari mulai produksi bahan baku hingga kainnya? Apakah sudah memenuhi etika fashion yang berlaku?

Sadikin Gani pengamat dan penulis fashion mengatakan, di balik pakaian yang Anda pakai ada buruh yang mungkin dibayar tidak manusiawi. Ada pula lingkungan yang rusak karena limbah industri fashion.

Sementara fashion yang etis (ethical fashion) adalah pendekatan pada desain yang sumber dan pembuatannya memaksimalkan keuntungan untuk masyarakat dan komunitas serta meminimalkan dampak buruk pada lingkungan.

"Fashion seharusnya bukan hanya bicara catwalk dan desain tapi juga orang-orang di belakangnya. Fashion yang beretika harus memperhatikan lapangan pekerjaan, kemiskinan, dan lingkungan," kata Sadikin, di Jakarta, Selasa (30/8/2016).

Ia mengungkapan, orang yang hanya peduli merek dan harga pakaian tanpa mau tahu apa yang terjadi saat pembuatan pakaian itu bagaikan fashion zombie. Apalagi kondisi buruh yang bekerja untuk memproduksi pakaian sangat mengenaskan.

Jutaan orang di dunia menjadi buruh dengan kehidupan yang tidak layak. Dipekerjakan belasan jam per hari dengan upah yang rendah. Apakah masih ada fashion yang cantik bila di balik itu ada buruh yang dipekerjakan tak manusiawi?

Mengutip kata-kata Mahatma Ghandi, there is no beauty in the finest cloth if it makes hunger and unhappiness. Tidak ada keindahan dari pakaian bagus jika itu membuat kelaparan dan ketidakbahagiaan.

Indonesia Fashion Chamber menyadari ini. Organisasi yang diketuai oleh desainer Ali Charisma ini pun membuat International Ethical Fashion yang akan berlangsung 17-20 November 2016 mendatang. Di sana tidak hanya ada pameran dan bazaar, tetapi juga pendidikan soal fashion yang beretika dan ramah lingkungan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya