Liputan6.com, Labuan Bajo Dalam dua hari, Senin-Selasa, 5-6 Desember 2016, industri pariwisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), disentuh Go Digital. Sebuah program yang bertujuan menaikkan level industry di 10 Destinasi Prioritas dan 10 Destinasi Branding di tanah air, agar semakin akrab dengan Go Digital, be the best! Lebih dari 100 industri, dari hotel, resort, vila, restoran, café, dive operator, tour agent, tour operator, rent car, dan atraksi.
Ini sudah kota yang ke-7, setelah Batam (Kepri), Magelang (Joglosemar) Medan (Sumut), Banda Aceh (Aceh), Denpasar (Bali), Lombok (NTB) dan Labuan Bajo (NTT). Formatnya, mengajari industri dengan go digital, dengan memberikan materi template web site yang siap dengan commerce, booking system dan sampai ke payment engine. “Saya sudah survey ke beberapa tour operator dan atraksi di Labuan Bajo, dan belum menemukan mereka yang go digital,” kata Samsriyono Nugroho, Stafsus Menpar Bidang IT, di Labuhan Bajo.
Mereka sudah memasarkan produknya dengan website. Sudah meramaikan foto-foto dan grafisnya di media social, entah di Facebook, Instagram, Youtube, Pinterest dan beberapa platform medsos lain. Tetapi, untuk booking dan payment, belum ada yang langsung online dalam satu sistem. “Rata-rata mereka masih menggunakan kontak atau telepon ke operator untuk booking, dan pembayaran harus transfer atau melalui ATM. Artinya, itu masih belum digital,” ujar Samsriyono.
Advertisement
Menpar Arief Yahya memang sudah mencanangkan, Go Digital sejak Rakornas Kemenpar yang digelar di Econvention Ancol, Jakarta, tiga bulan lalu. Tagline-nya, More Digital, More Personal, More Digital, More Global, More Digital More Professional. “Hanya dengan program Go Digital inilah yang membuat Indonesia semakin cepat dan massif menembus pasar dunia. Program ini pula yang membuat percaya diri untuk menembus target market 20 juta wisman di tahun 2019,” katanya.
Baginya, yang sudah lebih dari 35 tahun malang melintang di dunia IT, Menpar Arief Yahya sudah mendesain sebuah infrastruktur digital. Platform yang mempertemukan antara demand dan supply, semacam mal digital yang mempertemukan antara buyers dan sellers. Dengan begitu, semua industri pariwisata di tanah air berkesempatan untuk bertemu dengan channel buyers besar dari seluruh dunia.
Platform itu dinamai ITX –Indonesia Travel Xchange, yang konsepnya dipelajari dari TXA –Travel Xchange Australia, yang sudah lebih dari 10 tahun eksis di Negeri Kanguru itu. Saat ini sudah hamper 6000 industri yang sudah bergabung di ITX tersebut. Bukan hanya industry yang sudah eksis dan besar, tetapi juga available bagi industry yang masih pemula dan masih manual. “Silakan, semua industri untuk masuk ITX. Semua free, dan diasistensi sampai betul-betul bisa membuat dan menjual paket-paket dengan online ,” tuturnya.
Menpar Arief juga mengingatkan, hampir semua tour operator manual, non digital, di seluruh dunia mengalami penurunan signifikan. Dan itu sudah dia prediksikan, mirip dengan Wartel (Warung Telekomunikasi) yang saat ini sudah menjadi barang aneh (langka). Bahkan dari 124.000 zaman itu, saat ini sudah hilang, setelah ditemukan GSM. “Anda kenal Thomas Cook di Eropa? Itu juga walk in service travel, yang terbesar di Eropa. Sekarang apa yang terjadi? Turun drastic dan nyaris bangkrut, karena kehadiran online travel agent (OTA),” kata dia.
Karena itu, OTA itu adalah sebuah keniscayaan, yang cepat atau lambat akan terjadi. Karena itu, ITX ini adalah cara untuk menjemput kemajuan, karena dunia sudah bergerak ke sana. “Hampir 75% orang sudah melakukan search and share dengan online. Karena itu, layanan travel pun harus sudah mulai dengan online,” ujarnya.
Marius Jelamu, Kadispar NTT juga akan hadir di acara yang dia gelar di Hotel Jayakarta Lantai 8, Labuan Bajo itu. Dia sendiri berada di Kupang, setiap harinya, karena ibu kota NTT adalah Kupang. Namun, karena industry Pariwisata yang tengah dikembangkan secara nasional, termasuk dalam 10 destinasi prioritas atau 10 Bali Baru itu ada di Labuan Bajo, maka kawasan itu dulu yang harus didahulukan.
(*)