Bandara Blimbingsari Ganti Nama Jadi Banyuwangi

Agar Lebih Mendunia, Bandara Blimbingsari Ganti Nama Jadi Banyuwangi

oleh Cahyu diperbarui 22 Okt 2017, 17:41 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2017, 17:41 WIB
20150712-Bandara Blimbingsari Banyuwangi
Agar Lebih Mendunia, Bandara Blimbingsari Ganti Nama Jadi Banyuwangi

Liputan6.com, Banyuwangi Untuk lebih menduniakan pariwisata Banyuwangi, Bandara Blimbingsari akan diganti nama menjadi Bandara Banyuwangi. Pergantian nama bandara ini dinilai lebih efektif dalam mempromosikan Banyuwangi sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia saat bandara ini menjadi bandara internasional pada 2018 nanti.

Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, mengatakan bahwa pergantian nama tersebut sudah ditetapkan melalui surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 830 tahun 2017, Bandara Blimbingsari akan berganti nama menjadi Bandara Banyuwangi.

"Pergantian nama dilakukan agar masyarakat Indonesia dan dunia lebih mengenal lagi Banyuwangi. Nama Banyuwangi lebih banyak dikenal dibandingkan Blimbingsari. Sudah banyak juga bandara yang langsung menggunakan nama kotanya,” ujarnya, Kamis (19/10/2017).

Abdullah mengatakan, Blimbingsari sendiri hanyalah nama kecamatan di Banyuwangi, tempat bandara tersebut berdiri. Menurutnya, nama Banyuwangi lebih menyimpan banyak cerita, mengandung legenda, dan banyak yang bisa digali dari nama Banyuwangi.
 
"Nama Banyuwangi lebih mudah diingat dan memiliki banyak makna karena mengandung banyak cerita yang sudah melegenda," ucap Abdullah. 
 
Bandara yang dipersiapkan bisa menampung sekitar 250 ribu penumpang per tahun itu sudah memasuki tahap finishing. Secara desain, Bandara Blimbingsari banyak mendapat apresiasi dari pusat. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi yang melibatkan arsitek handal dalam setiap detail pengerjaannya dinilai kreatif. 
 
"Bandara dikembangkan bukan semata-mata sebagai sarana aksesibilitas, tapi juga pendongkrak pariwisata yang memberikan harapan baru bagi Indonesia yang tengah mendorong pariwisata," kata Abdullah. 
 
Ketika memasuki kawasan Bandara Blimbingsari, kita akan disuguhi bangunan hijau berlantai 2 dan beratapkan rumput. Jika dilihat dari atas atau pinggir, model terminal serupa dengan udeng atau penutup kepala khas Banyuwangi.
 
Konsep hijau gedung bandara di areal 1,3 hektare ini digadang bisa lebih hemat, baik untuk pembangunan maupun operasionalnya. Selain tampil dengan arsitektur penuh estetika, terminal ini juga mengedepankan penghematan energi dengan pendekatan konsep rumah tropis yang mengutamakan penghawaan udara alami tanpa air conditioner (AC).
 
“Bandara Banyuwangi itu tidak hanya berfungsi untuk penunjang infrastruktur, tapi juga sebagai daya tarik wisatawan, pengungkit roda ekonomi Banyuwangi. Pintu masuk dan etalase mini Suku Osing, maka bandara ini dirancang khas. Bandara Blimbingsari. Ada 3 sekolah pilot dan Blimbingsari juga bisa dilandasi private jet. Bandara ini dilengkapi 10 konter check-in sebagai antisipasi perkembangan sampai 10 tahun ke depan dengan lima maskapai yang beroperasi,” kata Abdullah.
 
Menurut catatan, Bandara Blimbingsari sendiri baru mulai beroperasi pada 2010. Pada 2014, Pemerintah Daerah (Pemda) setempat mengembangkan terminal baru berkonsep hijau pertama di Indonesia. Saat ini, bandara satu-satunya di Banyuwangi ini melayani enam kali rute penerbangan, yaitu tiga dari Surabaya oleh Garuda Indonesia dan Wings Air, serta dua rute Jakarta–Banyuwangi oleh Nam Air, dan baru dibuka satu kali rute Jakarta–Banyuwangi oleh Garuda Indonesia.
 
Seiring dengan makin dikenalnya Banyuwangi sebagai salah satu destinasi wisata Indonesia yang menyuguhkan beragam atraksi wisata menarik, jumlah penumpang bandara tersebut terus meningkat dari waktu ke waktu. Catatan Pemda Banyuwangi menunjukkan, pada 2011 jumlah penumpang hanya 7.826 orang. 
 
Selang lima tahun kemudian, yaitu pada 2016, jumlah kunjungan melonjak hingga 1.339 persen, menembus angka 112.661 orang. Hingga akhir tahun ini, Bandara Banyuwangi diprediksi akan dikunjungi sekitar 150.000 orang.
 
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, pun mengapresiasi keputusan Bupati Abdullah untuk mengubah nama bandaranya. Menurutnya, branding memang sangat penting untuk mendongkrak pariwisata, termasuk Banyuwangi. Ini termasuk co-branding pariwisata Banyuwangi yang sinergis. 
 
"Keputusan yang tepat, karena branding Banyuwangi lebih kuat dan bisa mendunia. Banyuwangi letaknya strategis karena dekat dengan Bali. Banyuwangi itu indah dan jika ingin menjadi destinsi wisata unggulan, Banyuwangi harus punya bandara internasional. Apalagi saat ini penumpang bandara di Banyuwangi mencapai 120.000 orang," ujarnya. 
 
Arief menambahkan, jika bandara internasional dibangun di Banyuwangi, maka jumlah wisatawan mancanegara yang datang ditargetkan bisa mencapai 100.000 orang pada 2019.
 
"Apalagi saat ini Banyuwangi sudah dinobatkan sebagai kota festival pariwisata terbaik di Indonesia," ucapnya.
 
 
(*)
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya