Maut yang Gerakkan Hati Angkie Yudistia Mantap Berhijab

Ketetapan hati Angkie Yudistia untuk berhijab kemudian diekspansi dalam sebuah program bagi teman-teman disabilitas.

oleh Asnida Riani diperbarui 28 Mei 2019, 13:03 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2019, 13:03 WIB
Difabel
Angkie Yudistia, Founder dan CEO Thisable Enterprise. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta - Terkait deretan progam dan pemberdayaan difabel, nama Angkie Yusitia sudah tak lagi asing. Sebagai founder sekaligus CEO Thisable Enterprise, ibu dua anak ini telah terlibat dalam berbagai kampanye yang berdampak pada teman-teman berkebutuhan khusus.

Beberapa bulan belakangan, ada yang berbeda dengan penampilan Angkie. Rambut indahnya tak lagi terlihat, berganti hijab yang menutupi kepala. Kejadian mengguncang hati jadi pemicu keputusan ini diambil penulis buku Perempuan Tuna Rungu Menembus Batas tersebut.

"Aku pakai hijab baru tahun ini, Januari 2019, sejak bapak mertua meninggal," ceritanya mengawali ketika ditemui di penyelengaraan program Masjid Ramah Disabilitas di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Senin, 27 Mei 2019.

Tinggal bersama mertua, Angkie Yudistia mengatakan, dirinya ada saat beliau masih sehat, jatuh sakit, hingga menghembuskan napas terakhir. "Aku juga ikut mandiin dan antar sampai ke peristirahatan terakhir," sambungnya.

Menyaksikan fase itu membuat Angkie berpikir ulang. "Hidup kita itu bisa yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba kaku jadi mayat. Aku pikir ini hidayah aku untuk waktunya berubah. Pelan-pelan memantapkan hati untuk berhijab walau sempat maju-mundur," tuturnya.

"Aku juga pikir apa yang aku lakukan sudah terlihat memberi dampak bagi orang lain, tapi apa ke diri aku sendiri sudah memberi dampak," Angkie Yudistia menambahkan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Sempat Dilanda Ketakutan

Angkie Yudistia
Angkie Yudistia. (Foto: instagram.com/angkie.yudistia)

Langkah baru yang diambil membuat Angkie Yudistia sempat merasa takut. Tapi, hanya dalam waktu singkat, resah yang dirasakan langsung terpatahkan. " Di luar dugaan ternyata banyak orang welcome, pekerjaan malah makin banyak," sambung Angkie.

"Ketika Ramadan, aku coba lebih memaknai Islam. Terus aku survei dan ternyata teman-teman disabilitas banyak yang diusir dari masjid, misal karena kursi roda kotor. Teman tuna rungu tidak tahu gerakan salat, azan bagaimana," paparnya.

Dari masalah ini, hadirlah ide untuk menghadirkan masjid ramah disabilitas. Akhirnya diputuskan pioneer tiga masjid terdekat dengan wilayah tinggal komunitas disabilitas di kawasan Jakarta Selatan, yakni Masjid Jami An Ni’mah, Pondok Labu, Masjid Al Mukarromah, Pesanggrahan, dan Masjid El-Syifa, Jagakarsa.

"Akses masjid kan beda-beda, jadi memang harus disesuaikan. Misal, kursi roda di dalam masjid atau bangku untuk mempermudah teman-teman salat. Tidak hanya Ramadan, kami mau bikin program ini berkesinambungan. Aku tidak mau sendiri mempelajari Islam," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya