Prosesi Cukur Rambut Bocah Bajang, Titisan Leluhur Dieng

Dieng Culture Festival diisi dengan pencukuran rambut Bocah Bajang yang menjadi daya tarik utama.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Agu 2019, 22:00 WIB
Diterbitkan 10 Agu 2019, 22:00 WIB
Bocah Bajang
Pencukuran rambut bocah Bajang menjadi daya tarik utama dalam ajang Dieng Culture Festival (DCF) 2019 (Dok.Kementerian Pariwisata)

Liputan6.com, Jakarta - Gelaran Dieng Culture Festival (DCF) 2019  selalu menarik perhatian. Acara itu diisi dengan pemotongan rambut bocah Bajang di Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, yang menjadi daya tarik utama. 

Bocah Bajang merupakan sebutan untuk bocah atau anak yang memiliki rambut panjang dan tumbuh gimbal. Dalam gelaran DCF 2019 itu, Kayang Ayuningtyas Nugroho (5 tahun) atau Ayang menjadi salah satu bocah Bajang yang terpilih untuk mengikuti ritual.

Dalam siaran pers yang diterima Liputan6.com, sekilas ia tampak seperti anak biasanya. Wajahnya lucu, cantik, sesekali ia juga melempar senyuman ke orang di sekitarnya.  Sehari sebelum pelaksaan ritual pemotonan rambut bocah Bajang.

 Ia mengenakan kaus pink yang merupakan warna kesukaannya. Selaras dengan aksesoris yang ia kenakan. Mulai dari gelang hingga kalung ‘Hello Kitty’. Hanya saja rambutnya yang panjang terlihat gimbal. Ia sempat minta dibelikan es krim oleh ibunya.

Anak dari pasangan Sugiarsih (38) dan Kuat Adi Nugroho (38) asal Wonosobo ini memang sudah akrab dengan kudapan dingin itu. Hal itu juga yang menjadi salah satu "Kudangan" (permintaan) Ayang sebagai syarat sebelum diruwat melepas Bajangnya saat perhelatan DCF 2019 yang berlangsung pada 2-4 Agustus 2019 lalu.

Dalam mitologi Dieng, Bocah Bajang atau anak berambut gembel merupakan titisan para leluhur Dieng Plateau. Untuk anak putra, rambut gembel sebagai tanda titisan Kiai Kaladete. Yaitu, Penguasa Dataran Tinggi Dieng dan bersemayam di Telaga Balaikambang.

Adapun rambut gembel pada anak putri dinilai sebagai titisan Nyai Dewi Roro Ronce, abdi penguasa Pantai Selatan Nyai Roro Kidul.

Di kediaman Mbah Sumanto, pemangku adat di Dieng Kulon, Sugiarsih bercerita dirinya sempat panik kala Ayang berumur satu tahun. Ayang tiba-tiba sakit, suhu tubuhnya meninggi. Berbagai usaha untuk berobat sudah dilakukan, namun hasilnya nihil.

Saat Sugiarsih bersama suami memutuskan membawa Ayang ke salah satu dukun di Dieng Kulon, Ayang dikatakan akan keluar gembel dalam waktu dekat.

Gembel Ayang ternyata keturunan dari sang Ibu. “Saya dulu gembel juga, tapi dahulu belum ada acara festival seperti ini, jadi diruwat sendiri. Dulu saya mintanya selendang, baju, boneka payung,” kata Sugiarsih yang sehari-hari berprofesi sebagai perias.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Keberadaan Anak Bajang

Anak Bajang dari Dieng
Seorang anak gimbal bermain di lapangan kampung, menjelang prosesi pemotongan rambut (Liputan6.com/Mochamad Khadafi)

Keesokan harinya, pemilik nama Kayang Ayuningtyas yang memiliki arti Cantik dari langit bersama 11 orang teman gembelnya sudah siap berpakaian putih dibalut kain batik berwarna ungu sebagai bawahan. Tak lupa ikat kepala putih juga disematkan.

Ritual ini dipandu oleh Mbah Sumanto. Setelah diarak menggunakan kereta kuda, Ritual Jamasan dilewati Ayang bersama temannya sebelum akhirnya prosesi pemotongan rambut di Candi Arjuna dilakukan.

Ayang mendapat giliran nomor tiga untuk dipotong rambutnya, setelah Sakura Al Zahwa Agustin yang meminta "kudangan" berupa uang tunai Rp4 juta.

Berikutnya, ada Laela Nur Afifah yang meminta bakso, sepeda berwarna oranye, dan handphone. Setelahnya giliran Ayang. Prosesi pencukuran rambut anak-anak gembel begitu sakral. Suara gending Jawa dan suluk bertautan dengan lafal ‘mantra’ sebagai awal prosesi.

Beberapa doa dipanjatkan, seperti ‘ya marani nira maya’ yang berarti dijauhkan siapapun yang akan berbuat jahat. ‘ya silapa palasia’ dengan maksud orang yang menyebabkan kelaparan justru memberikan makannya. Juga ‘jamiroda doramiya’ dengan arti mereka yang suka memaksa justru memberikan kebebasan.

Setelah rambut gembel dipotong dan dilarungkan ke telaga, Ayang akhirnya memperoleh es krim coklat yang ia minta. Tidak cuma satu, melainkan satu termos ia bawa pulang.

“Setelah (rambut) dipotong, Ayang mengalami perubahan. Semoga Ayang bisa menjadi anak-anak seperti pada umumnya,” harap Sugiarsih.

Keberadaan anak Bajang di Dieng memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia yang serba kekurangan, lemah dan cacat bertahtalah Yang Maha Sempurna. Selain itu, dalam usahanya mengharmonisasikan antara sifat yang serba kurang, lemah dan cacat di satu sisi dan sifat yang serba sempurna di sisi yang lain. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya