Berburu Barang Bekas, Rahasia Andien Aisyah Tampil Beda dari Lainnya

Andien bahkan memiliki toko barang bekas favorit saat berbelanja di luar negeri.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 22 Nov 2019, 19:01 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2019, 19:01 WIB
[Fimela] Andien Aisyah-Endah & Rhesa
Andien (Deki Prayoga/Fimela.com)

Liputan6.com, Jakarta - Andien Aisyah membongkar rahasianya bisa tampil beda dari tren kebanyakan. Ternyata, kebanyakan barang diperolehnya dari hasil berburu barang bekas alias preloved hingga ke luar negeri.

"Kalau ada yang bilang gayanya Andien agak aneh, itu hasil berburu barang yang tidak tren sekarang," ujarnya dalam jumpa pers #Hunt2Save Re-Loved di Jakarta, Jumat (22/11/2019).

Kebiasaan penyanyi berusia 34 tahun itu membeli barang bekas dimulai sejak masih berstatus mahasiswa, yakni sekitar 2002. Kala itu, ia sering berburu pakaian ke Pasar Baru Jakarta, bahkan sampai ke Bandung, bersama sahabatnya, termasuk Didiet Maulana.

"Keuntungannya pakai barang preloved itu bahwa kita tidak akan sama dengan yang lain karena modelnya kan udah lewat musimnya. Sementara yang lain masih ikuti tren yang ada," kata ibu satu anak tersebut.

Kebiasaan berburu barang bekas tersebut rupanya terus berlanjut hingga kini. Termasuk pula saat ia berjalan-jalan ke luar negeri. Andien memilih mampir ke thrift shop dibandingkan toko barang-barang mewah.

Ada satu toko yang menjadi favoritnya, terutama saat traveling ke Amerika Serikat. Toko bernama Good Will itu, sambung Andien, tidak hanya menjual pakaian, tetapi tas hingga mainan. Barang-barang yang ditawarkan hasil pengumpulan lewat drop box yang disebar ke beberapa titik di sekitar AS.

"Di sana (AS) itu udah jadi habit. Kalau barangnya udah nggak dipakai, mereka taruh di drop box daripada disimpan sampai rusak," katanya.

Selain produknya sangat beragam, misi yang diusung toko tersebut juga mulia. Mereka mempekerjakan orang-orang tak mampu, termasuk imigran, untuk mendapat penghasilan.

Lantaran itu pula, Andien Aisyah memutuskan mendirikan komunitas serupa di Indonesia. Namanya dulu adalah SumbangIn atau Salur sebelum berubah menjadi Setali.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

1 Ton Tumpukan Baju

Berburu Barang Bekas, Rahasia Andien Tampil Beda dari Lainnya
Instalasi yang terbuat dari tumpukan pakaian bekas yang tidak lolos sortir tim Setali. (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Lewat komunitas itu, Andien mengajak masyarakat untuk mengeluarkan isi lemarinya yang tak terpakai untuk disumbangkan kepada yang membutuhkan. Per bulannya, Setali bisa menerima 16 ribu baju sebulan dari masyarakat yang menyumbang. 

Namun, hanya 10 persen saja yang lolos sortir dan layak untuk dijual kembali. Dana hasil penjualan digunakan sebagian untuk amal, lainnya untuk menabung.

Sisanya yang tidak terpakai makin menumpuk di gudang. Total kini ada satu ton pakaian tak layak pakai tersimpan di dalam gudang Setali.

"Kita ingin sekali beli mesin daur ulang. Setali ingin jadi solusi untuk masalah limbah fesyen yang cepat sekali meningkat," kata Andien.

Sementara mesin belum terbeli, ia kini bekerja sama dengan penjahit analog untuk merombak pakaian-pakaian tak terpakai menjadi bucket hat maupun tote bag. Satu topi bisa mendaur ulang tiga pakaian.

"Dengan begitu, umurnya jadi tambah panjang," katanya.

Seorang penjahit analog diajak serta dalam program #Hunts2Save Re-Loved di Mal Pasific Place, Jakarta, hingga 8 Desember mendatang. Penjahit tersebut bisa membuatkan topi dengan rancangan sendiri dengan membayar Rp250 ribu per buah.

Ubah Habit

Berburu Barang Bekas, Rahasia Andien Tampil Beda dari Lainnya
Andien Aisyah, desainer Ikat Indonesia Didiet Maulana, pendiri HuntStreet.com, Sabrina Joseph, dan perwakilan dari Greenpeace, dalam jumpa pers #Hunt2save di Jakarta, Jumat (22/11/2019). (Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Andien mengaku tak menyetop orang-orang yang mau mendonasikan pakaiannya ke Setali meski baju-baju yang belum terolah masih menumpuk. Di sisi lain, ia juga mengajak masyarakat mengubah kebiasaan untuk tak menumpuk pakaian yang tidak terpakai dengan alasan sayang dibuang.

"Nggak kepake tapi sayang akhirnya ditumpuk aja. Ini Indonesia banget," kata dia.

Pakaian yang ditumpuk tak dipakai juga dan akhirnya rusak. Setelah rusak, barulah terpikir untuk mendonasikannya kepada orang lain, termasuk korban bencana. Padahal, mereka semestinya memperoleh pakaian yang lebih layak. 

"Ketika kita membeli harusnya kita sayang. Ketika dipakai, kita harus commit. Kalau memang sudah tak terpakai lagi, mungkin itu jodohnya orang lain," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya