Polemik Promo Nikah Aisha Weddings, Bentuk Kejahatan dan Melanggar Hak Anak Perempuan

Aisha Weddings yang mempromosikan nikah usia 12-21 tahun jadi bentuk kekerasan terhadap anak perempuan yang dapat berdampak berkelanjutan.

oleh Putu Elmira diperbarui 11 Feb 2021, 16:01 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2021, 16:01 WIB
Aisha Weddings
Aisha Weddings. (aishaweddings.com)

Liputan6.com, Jakarta - Aisha Weddings merebut atensi publik usai menawarkan paket menikah di usia 12-21 tahun. Promo nikah oleh Event Organizer (EO) ini seketika menuai gelombang kecaman publik, aksi penentangan, hingga upaya menempuh ke jalur hukum.

Menanggapi promosi pernikahan anak di bawah umur oleh Aisha Weddings, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia Dini Widiastuti, menilai hal itu bentuk kekerasan terhadap anak perempuan yang dampaknya bukan hanya sesaat, tapi membekas dan berkelanjutan bagi anak-anak yang jadi korban dan juga anak-anak yang akan lahir dari mereka.

"Oleh karena itu, kami dengan tegas menyatakan bahwa apa yang dilakukan Aisha Weddings ini adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak perempuan, melanggar hak anak dan termasuk kekerasan berbasis gender," kata Dini dalam konferensi pers virtual, Kamis (11/2/2021).

Pihaknya sangat mengapresiasi reaksi tanggap dari berbagai golongan, baik individu atau kelompok yang mengecam apa yang dilakukan Aisha Weddings. Termasuk langkah cepat dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang melaporkan Aisha Weddings ke kepolisian.

"Kasus ini sebenarnya puncak gunung es dari praktik perkawinan anak yang masih menjamur, menjadi PR (pekerjaan rumah) di negara kita dan di masa pandemi ini semakin menjadi-jadi," tambahnya.

Ketua Pengurus Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Nursyahbani Katjasungkana, mengungkap dengan flyer atau pamflet atau website, fanpage di Facebook jelas bahwa kelompok ini mempromosikan perkawinan anak, perkawinan paksa, perkawinan siri, poligami, perdagangan perempuan dan anak-anak.

"Dan pelanggaran terhadap ITE karena berkaitan dengan hak konsumen di dalam Undang-Undang ITE juga dinyatakan tidak boleh mempromosikan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, etika, norma sosial, norma kesusilaan," jelasnya.

"Sebetulnya Aisha Weddings ini mempromosikan pedofilia, mempromosikan hubungan seksual meski itu di dalam rangka perkawinan tapi dengan anak-anak dan itu sudah jelas di dalam Undang-Undang perlindungan anak ini membahayakan sekali," tegasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perdagangan Anak dan Perempuan

Himbauan untuk Menolak Perkawinan Anak
Ilustrasi Kekerasan pada Anak Credit: pexels.com/Kirk

International NGO Forum on Indonesian Development Dian Kartikasari, menyebut selain perkawinan anak, sebenarnya jasa layanan yang disediakan Aisha Weddings ini adalah perdagangan anak terselubung. Karena di dalam flyer yang tersebar menyebutkan jika ada orangtua yang mencari jodoh, EO ini akan mencarikan jodoh tersebut.

"Beredar di berbagai macam media jawaban mereka bahwa ini untuk mengatasi situasi mereka sedang miskin, tidak bisa makan, itu justru jelas menunjukkan apa yang mereka lakukan itu masuk dalam definisi perdagangan perempuan dan anak," ungkap Dian.

Ia menambakan, Aisha Weddings disebut melancarkan bujuk rayu, rangkaian kebohongan, dan tipu muslihat lalu menggunakan posisi rentan dan relasi yang tidak setara untuk menimbulkan eksploitasi.

"Pasti kalau ada perkawinan anak, itu akan terjadi eksploitasi, baik eksploitasi fisik, mental, maupun seksual. Anak-anak akan menjadi korban eksploitasi seksual, eksploitasi fisik dalam dalam kerangka perkawinan," tutur Dian.

Eksploitasi Seksual Anak

Eksploitasi Seksual Anak
Infografis eksploitasi seksual anak (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya